Jumat, 14 Februari 2020

173 PERMASALAHAN SEPUTAR PUASA DAN I'TIKAF (153-157)


153.   Hukum Shalat 'Idul Fitri
Para ulama berbeda pendapat didalam hukum Sholat ‘Idain, yaitu ada tiga pendapat:
Pertama: Sunnah Mu’akkadah. Ini adalah pendapatnya  Imam Malik dan Imam Asy-syafi’i  Rahimahumallah Ta’ala.
Shalat dua hari raya, yaitu Idul Fitri dan Idul Adha hukumnya adalah sunnah muakkadah dikarenakan Rasulullah saw tidak pernah meninggalkannya di setiap hari raya. Hal itu berdasarkan apa yang diriwayatkan Imam Muslim dari Thalhah bin Ubaidullah berkata, "Seorang laki-laki dari penduduk Nejd yang rambutnya berdiri datang kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, kami mendengar gumaman suaranya, namun kami tidak dapat memahami sesuatu yang dia ucapkan hingga dia dekat dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, ternyata dia bertanya tentang Islam. Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menjawab: ‘Islam adalah shalat lima waktu siang dan malam.’ Dia bertanya lagi, ‘Apakah saya masih mempunyai kewajiban selain-Nya? ‘ Beliau menjawab: ‘Tidak, kecuali kamu melakukan shalat sunnah dan puasa Ramadlan.”.

Kedua: Fardhu Kifayah: Ini adalah pendapatnya Imam Ahmad Rahimahullahu ta’ala
Ketiga: Wajib Terhadap Semua Muslim, maka berdosa bagi siapapun yang meninggalkannya. Ini adalah pendapatnya imam abu hanifah dan juga riwayat dari imam ahmad. Dan ini juga adalah pendapat yang dipilih oleh syekh islam ibnu taimiyah dan imam asy-syaukany rahuimahumullahu jami’an (silakan lihat al-majmu’ 5/5, Al-mughni 3/253, al-inshof 5/316 dan al-ikhtiyaaraat halaman 82)
Lalu Mana Yang Rojih?
Pendapat yang ketiga inilah yang rojih, wallahu a’lam, hal ini berdasarkan beberapa dalil, dan adapun dalilnya adalah sebagai berikut:
1.   Firman Allah Subuhanahu Wata’ala Q.S Al-kautsar ayat 2
فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ
Artinya: Maka dirikanlah shalat karena Rabbmu; dan berkorbanlah (Q.S Al-kautsar: 2)
Ibnu qudamah berkata: tafsir yang paling masyhur bahwa yang dimaksud dengan sholat dalam ayat ini adalah sholat ‘iid  (Al-mughni 3/253)
Begitulah yang dikatakan oleh qotadah, ‘Atho’ dan ‘Ikramah :  فَصَلِّ لِرَبِّكَ yaitu sholat ‘id dan hari nahar, وَانْحَرْ yaitu nusuknya.
Anas bin malik berkata : adalah Nabi Shollallahu ‘Alaihi Wasallam menyembelih dulu kemudian sholat ‘id. Maka turunlah perintah ini untuk sholat terlebih dahulu kemudian berkurban.
Sa’id bin jubair berkata: ayat ini diturunkan dihudaibiyah ketika Rasulullah Shollallahu ‘Alaihi Wasallam dan kaum muslimin terhalang untuk melakukan ibadah haji, maka diperintahkanlah oleh Alla untuk sholat dan menyembelih hewan qurban yang mereka bawa, kemudian pulang kembali ke madinah”.
Inilah yang rojih wallahu a’lam. Sekalipun sebagian ulama seperti ibnu jarir dalam tafsirnya (12/724), dan ibnu katsir dalam tafsirnya (8/502) berkata : bahwa yang dimasud dengan sholat dan qurban dalam ayat ini adalah  sholat dan qurban secara umum yaitu dalam semua sholat dan qurban, diperintahkan untuk melakukannya hanya karena Allah semata. Sebagaimana firman Allah :
قُلْ إِنَّ صَلاتِي وَنُسُكِي وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِي لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ
Artinya: Katakanlah: sesungguhnya sembahyangku, ibadatku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam.  (Q.S Al-an’am : 162)
        Akan tetapi asbabu nuzul ayat ini adalah dalam hal sholat ‘id dan qurban.
2.   Hadits Rasulullah Shollallahu ‘Alaihi Wasallam
عَنْ أُمِّ عَطِيَّةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْها قَالَتْ : أَمَرَنَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ نُخْرِجَهُنَّ فِي الْفِطْرِ وَالأَضْحَى الْعَوَاتِقَ وَالْحُيَّضَ وَذَوَاتِ الْخُدُورِ ، فَأَمَّا الْحُيَّضُ فَيَعْتَزِلْنَ الصَّلاةَ وَيَشْهَدْنَ الْخَيْرَ وَدَعْوَةَ الْمُسْلِمِينَ . قُلْتُ : يَا رَسُولَ اللَّهِ ، إِحْدَانَا لا يَكُونُ لَهَا جِلْبَابٌ . قَالَ : لِتُلْبِسْهَا أُخْتُهَا مِنْ جِلْبَابِهَا .
Artinya: Dari Ummu ‘Athiyah Radhiyallahu Anha ia berkata: Kami diperintahkan oleh Rasulullah Shollallahu ‘Alaihi Wasallam untuk keluar ikut sholat idul fitri dan idul adha. Baik wanita yang belum baligh, Wanita yang sudah baligh atau wanita yang haid. Dan adapun wanita haid maka mereka tidak ikut sholat ‘id nya dan mendengarkan khutbahnya saja. Aku (ummu ahtiyah) berkata: wahai Rasulullah Shollallahu ‘Alaihi Wasallam! Salah seorang diantara kami tidak memiliki jilbab, Rasulullah Shollallahu ‘Alaihi Wasallam menjawab: hendaklah salah seorang diantara kalian meminjamkan jilbab untuknya”. (H.R Bukhari Nomor 324, Muslim nomor 890 )
Hadits ini adalah dalil yang paling kuat untuk dijadikan hujjah bahwa hukum sholat ‘id adalah fardhu ain. Alasanya adalah:
1.      Bahwa Rasulullah Shollallahu ;Alaihi Wa Sallam memerintahkan bagi semua laki-laki untuk keluar melaksanakan sholat ‘id. Dan tidak boleh meninggalkanya.
2.      Bahkan beliau Shollallahu ‘Alaihi Wa Sallam memerintahkan para wanita dan anak-anak untuk keluar ikut melaksanakan sholat ‘id atau wanita haid untuk ikut menyaksikan khutbah sholat ‘id.
3.      Wanita yang tidak memiliki jilbabpun disuruh oleh Rasulullah Shollallahu ‘Alaihi Wasallam untuk dipinjamkan jilbab untuk dia pakai agar dia bisa ikut disholat ‘id. Lalu bagaimana dengan laki-laki??? Maka berarti jauh lebih wajib untuk ikut. Inilah yang ungkapkan oleh Syekh ibnu utsaimin didalam maj’mu’ fatawa’ (16/214)
Syekh utsaimin juga berkata dalam maj’mu’ fatawa’ (16/217): dalil yang saya rojihkan dalam permasalah ini adalah yang mengatakan fardhu ‘ain bagi laki-laki kecuali bagi yang memiliki udzur syar’I”.
Syekh bin baz juga berkata dalam majmu’ fatawa (7/13): mengenai pendapat fardhu ‘ain “ inilah perkataan yang dzhohir terhadap dalil dan yang lebih dekat dengan kebenaran”.




154.   Kapan Shalat Idul Fitri Dilaksanakan
Pelaksanaan shalat hari raya dimulai saat matahari terbit sampai dengFitran tergelincir, dan yang paling utama adalah mengerjakannya ketika matahari sudah naik kira-kira satu tombak dalam pandangan mata.

155.  Tata Cara Sholat Idul  Fitri
Adapun tata cara sholat idul fitri atau idul adha adalah sebagai berikut
1.   Tidak didahului oleh adzan atau iqomah, Rasulullah Shollallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda:
عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ قَالَ شَهِدْتُ مَعَ رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- الصَّلاَةَ يَوْمَ الْعِيدِ فَبَدَأَ بِالصَّلاَةِ قَبْلَ الْخُطْبَةِ بِغَيْرِ أَذَانٍ وَلاَ إِقَامَةٍ
Artinya: Dari Jabir Bin Abdullah Radhiyallahu Anhu ia berkata: Saya menyaksikan (mendirikan) sholat ‘Id bersama Rasulullah Shollallahu ‘Alaihi Wasallam, beliau Shollallahu ‘Alaihi Wasallam mendirikan sholat sebelum khutbah, tanpa azan dan tanpa iqomah.” (H.R Muslim Nomor 885)
Imam Asy-Syafi’I Rahimahullahu ta'ala  Berkata: “akhbaronaa tsiqoh dari Az Zuhri ia berkata : “tidak dikumandangkan adzan untuk 2 sholat I’ed pada masa Nabi Sholollahu alaihi wa Salam tidak  juga Abu Bakar, Umar dan Utsman, sampai Muawiyah membuat-buat hal itu di Syam dan juga Al Hajaaj di Madinah. Berkata Az Zuhri : Nabi Sholollahu alaihi wa Salam memerintahkan Muadzin pada 2 sholat I’ed untuk mengatakan : Ash-sholatul jaamiah”.([1])
2.   Hendaknya sholat didirikan sebelum khutbah ‘id, yaitu sholat dulu kemudian khutbah. sebagaimana Rasulullah Shollallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda:
عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ شَهِدْتُ الْعِيدَ مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَأَبِي بَكْرٍ وَعُمَرَ وَعُثْمَانَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ فَكُلُّهُمْ كَانُوا يُصَلُّونَ قَبْلَ الْخُطْبَةِ
Artinya: Dari Abdullah Bin Abbas Radhiyallahu Anhuma ia berkata: Saya menyaksikan (mendirikan) sholat ‘Id bersama Rasulullah Shollallahu ‘Alaihi Wasallam, Dan juga menyaksikan (mendirikan) bersama abu Bakar, Umar Dan Utsman. Mereka semua mendirikan sholat sebelum khutbah”. (H.R Bukari Nomor 962,964, 5881)
Rasulullah Shollallahu ‘Alaihi Wasallam juga bersabda:
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يُصَلِّي فِي الْأَضْحَى وَالْفِطْرِ ثُمَّ يَخْطُبُ بَعْدَ الصَّلَاةِ
Artinya: Dari Abdullah Bin Umar Radhiyallahu Anhuma ia berkata: Sesungguhnya Nabi Shollallahu ‘Alaihi Wasallam di waktu idul adha dan idul fitri, mendirikan sholat terlebih dahulu kemudian khutbah setelah sholat”. (H.R Bukari Nomor 957, 904)
3.   Shalat Id dilakukan dua rakaat, pada prinsipnya sama dengan shalat-shalat yang lain. Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- خَرَجَ يَوْمَ أَضْحَى أَوْ فِطْرٍ فَصَلَّى رَكْعَتَيْنِ لَمْ يُصَلِّ قَبْلَهَا وَلاَ بَعْدَهَا
Artinya: Dari Ibnu Abbas Radhiyallahu ‘anhu menuturkan bahwasannya Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam shalat pada hari ied dua rakaat, tidak shalat pada sebelumnya dan tidak pula sesudahnya.” (H.R Bukhari Nomor 945, 989,1449 Dan Muslim Nomor 1476)
Namun ada sedikit perbedaan yaitu dengan ditambahnya takbir pada rakaat yang pertama 7 kali dengan takbiratul ihram, dan pada rakaat yang kedua tambah 5 kali takbir selain takbiratul intiqal. Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam
حَدَّثَنَا أَبُو مَسْعُودٍ مُحَمَّدُ بْنُ عَبْدِ اللهِ بْنِ عُبَيْدِ بْنِ عَقِيلٍ ، حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ خَالِدِ بْنِ عَثْمَةَ ، حَدَّثَنَا كَثِيرُ بْنُ عَبْدِ اللهِ بْنِ عَمْرِو بْنِ عَوْفٍ ، عَنْ أَبِيهِ ، عَنْ جَدِّهِ ، أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى الله عَليْهِ وسَلَّمَ كَبَّرَ فِي الْعِيدَيْنِ سَبْعًا فِي الأُولَى ، وَخَمْسًا فِي الآخِرَةِ.
Artinya: Dari Amr’ bin Auf, dari bapaknya dari kakeknya radhiyallahu ‘anhu menuturkan : “Bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam  bertakbir pada shalat iedain (idul fitri dan idul adha) tujuh kali pada rakaat pertama dan lima kali pada rakaat terakhir (kedua –ed)” (HR. Ibnu Majah Nomor 1279, Dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani)
4.   Disunnahkan membaca dirakat pertama Qur’an Surat Qaf dan pada rakaat kedua Qur’an Surat Al-Qamar. Sebagaimana yang dijelaskan dalam sabda Nabi Shollallahu ‘Alaihi Wasallam:
حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ يَحْيَى قَالَ قَرَأْتُ عَلَى مَالِكٍ عَنْ ضَمْرَةَ بْنِ سَعِيدٍ الْمَازِنِيِّ عَنْ عُبَيْدِ اللَّهِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ أَنَّ عُمَرَ بْنَ الْخَطَّابِ سَأَلَ أَبَا وَاقِدٍ اللَّيْثِيَّ مَا كَانَ يَقْرَأُ بِهِ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي الْأَضْحَى وَالْفِطْرِ فَقَالَ كَانَ يَقْرَأُ فِيهِمَا بِق وَالْقُرْآنِ الْمَجِيدِ وَاقْتَرَبَتْ السَّاعَةُ وَانْشَقَّ الْقَمَرُ
Artinya: Dari Abdullah Bin Umar Radhiyallahu Anhuma ia berkata: Sesungguhnya Nabi Shollallahu ‘Alaihi Wasallam di waktu idul adha dan idul fitri, mendirikan sholat terlebih dahulu kemudian khutbah setelah sholat”. (H.R Muslim Nomor 891)
Atau pada rakaat pertama Q.S Al-A’la, dan pada rakaat yang kedua Q.S Al-Ghasyiah


 
156. Tata Cara Khutbah I’dain
Adapun tata cara khutbah ‘idain adalah sebagai berikut:
1. Hendaknya khutbah dilakukan setelah sholat ‘idain, yaitu sholat terlebih dahulu kemudian khutbah. Rasulullah Shollallahu ‘Alaihi Wasallam juga bersabda:
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يُصَلِّي فِي الْأَضْحَى وَالْفِطْرِ ثُمَّ يَخْطُبُ بَعْدَ الصَّلَاةِ
Artinya: Dari Abdullah Bin Umar Radhiyallahu Anhuma ia berkata: Sesungguhnya Nabi Shollallahu ‘Alaihi Wasallam di waktu idul adha dan idul fitri, mendirikan sholat terlebih dahulu kemudian khutbah setelah sholat”. (H.R Bukari Nomor 957, 904)
2. Khutbah hendaknya dilakukan sekali, bukan dua kali. Ini pendapatnya Imam Syaukani, Imam Shan’ani dan selainnya (lihat perkataan Imam Syaukani dalam kitab Nailul Authar, hlm. 695; Imam Shan’ani, dalam Subulus Salam, II/679; Hasan Ayyub dalam Fiqh Al ‘Ibadah wa Adillatuha fi Al Islam, hlm. 324 dan Ali Hasan Atsari dalam Ahkamul Iedain fi As Sunnah Al Muthahharah, hlm. 53).
3. Dibuka dengan pujian dan sanjungan kepada Allah. Bukan dengan takbir.
Ibnul Qoyyim Rahimahullah berkata: "Beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam biasa membuka semua khutbahnya dengan pujian untuk Allah. Tidak ada satu hadits pun yang dihafal (hadits shahih yang menyatakan) bahwa beliau membuka khutbah Idul Fitri dan Adha dengan takbir. Adapaun yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah dalam 'Sunan'nya([2]) dari Sa'ad Al-Quradhi muadzin Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam, bahwa beliau memperbanyak bacaan takbir dalam khutbah dua Id, hal itu tidaklah menunjukkan bahwa beliau membuka khutbahnya dengan takbir". [Zadul Ma'ad 1/447-448]
4.Pada khutbah Idul Fitri memaparkan tentang zakat fitrah dan pada Idul Adha tentang hukum – hukum Qurban.
5.Ditutup dengan do’a

157.    Berapa Kali Khutbah Sholat ‘Id, Satu Kali Atau Dua Kali?
Disini ada perbedaan pendapat para ulama, ada yang mengatakan satu kali([3]) dan ada yang mengatakan dua kali, dan inilah yang rojih wallahu a’lam ([4]).
Pertama: yang mengatakan satu kali, mereka berdalil dengan hadits:
وَحَدَّثَنَا إِسْحَاقُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ وَمُحَمَّدُ بْنُ رَافِعٍ قَالَ ابْنُ رَافِعٍ حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّزَّاقِ أَخْبَرَنَا ابْنُ جُرَيْجٍ أَخْبَرَنِى عَطَاءٌ عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ قَالَ سَمِعْتُهُ يَقُولُ إِنَّ النَّبِىَّ -صلى الله عليه وسلم- قَامَ يَوْمَ الْفِطْرِ فَصَلَّى فَبَدَأَ بِالصَّلاَةِ قَبْلَ الْخُطْبَةِ ثُمَّ خَطَبَ النَّاسَ فَلَمَّا فَرَغَ نَبِىُّ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- نَزَلَ وَأَتَى النِّسَاءَ فَذَكَّرَهُنَّ وَهُوَ يَتَوَكَّأُ عَلَى يَدِ بِلاَلٍ
Artinya: “Sesungguhnya Rasulullah -shallallahu alaihi wasallam- berdiri pada hari idul fithr lalu mengerjakan shalat, beliau memulai dengan shalat sebelum khutbah, kemudian setelah itu baru beliau berkhutbah. Setelah Rasulullah -shallallahu alaihi wasallam- selesai berkhutbah, beliau turun dan mendatangi para wanita, lalu beliau memberikan peringatan kepada mereka sementara beliau bersandar pada tangan Bilal.” (HR. Muslim no. 885)
Istifadah:
Hadits ini menjelaskan bahwa sunnah hukumnya bagi khotib untuk memberikan tausiah khusus untuk para ummahat dan akhwat. Dikarenakan hal inilah yang dicontohkan oleh oleh Rasulullah Shollallahu ‘Alaihi Wasallam dalam hadis ini.
Dan ini bukan berarti dinamakan khutbah yang kedua. Karena boleh langsung disampaikan didepan jama’ah setelah selesai khutbah ‘id. Lebih-lebih lagi sekarang sudah ada pengeras suara
Kedua: Khutbah ‘Id Dua Kali.
Kelompok ini berdalil dengan:
1.   Hadits-hadits Rasulullah Shollallahu ‘Alaihi Wasllam.
2.   Kiyas (mengkiyaskan khutbah ‘id dengan khutbah jum’at) Karena:
-    keduanya adalah sama-sama hari raya,
-    keduanya dihadiri oleh banyak orang,
-    dan keduanya dipersyaratkan adanya jamaah.
Oleh karena itulah imam An-Nasai -rahimahullah- no. 1415 memasukkan hadits Jabir bin Samurah tentang dua kali khutbah jum’at ke dalam pembahasan khutbah id. Demikian halnya Ibnu Khuzaimah (2/349) memasukkah hadits Ibnu Umar tentang khutbah jum’at ke dalam bab tentang khutbah id.
3.   Ijma’ ulama terhadap kiyas itu
Pendapat Abu Hanifah, Malik, Asy-Syafi’i, Ahmad, serta para ulama dan fuqaha` di berbagai negeri
Maka Kami Jawab:
1.   Tidak ada hadits shahih lagi tegas yang menunjukkan adanya dua kali khutbah dalam shalat id. Semua hadits yang menjelaskan khutbah ‘idain ada dua kali adalah dho’if.
Dan Adapun dalil mereka dari hadits adalah:
Hadis Jabir Bin Abdullah Radhiyallahu Anhu, dia berkata :
حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ حَكِيمٍ ، حَدَّثَنَا أَبُو بَحْرٍ ، قَالَ : حَدَّثَنَا إِسْمَاعِيلُ بْنُ مُسْلِمٍ ، حَدَّثَنَا أَبُو الزُّبَيْرِ ، عَنْ جَابِرٍ ، قَالَ : خَرَجَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى الله عَليْهِ وسَلَّمَ يَوْمَ فِطْرٍ أَوْ أَضْحَى ، فَخَطَبَ قَائِمًا , ثُمَّ قَعَدَ قَعْدَةً , ثُمَّ قَامَ.
Artinya: ”Rasulullah SAW keluar pada Iedul Fitri atau Iedul Adha, lalu beliau berkhutbah seraya berdiri, lalu duduk, lalu berdiri lagi.” (HR Ibnu Majah, no 1289).
Imam Syaukani berkata: ”Dalam isnadnya ada Ismail bin Muslim ([5]), dia periwayat yang lemah.” (Nailul Authar, hlm. 694).
2. Kiyas : kiyas digunakan oleh mereka disini adalah tidak tepat dikarenakan menyelisihi dalil yang shohih. Semua hadits yang shohih yang berbicara tentang khutbah ‘idain Rasulullah Shollallahu ‘Alaihi Wasallam, tidak ada satupun yang menunjukkan bahwa beliau khutbah dua kali. Dengan alasan: jika ada maka sudah dijelaskan secara terang seperti dijelaskannya cara khutbah jum’at. Silakan rujuk hadits yang berkaitan dengan khutbah rasulullah dihaji wada’ dan juga hadits yang kami sebutkan diawal pembahasan permasalahan ini.
3. Ijma’: ijma’ yang kita jadikan hujjah adalah yang tidak menyelisihi dalil. Lebih-lebih dalil yang shohih. Disini, bukan berarti kita mencacat para ulama yang  memiliki pendapat dua kali khutbah di hari ‘id. Sungguh mereka adalah ulama yang insya Allah akan diberi ganjaran yang berlipat terhadap ilmu dan da’wah yang telah mereka lakukan, akan tetapi dalam permasalahan ini yang rojih adalah khutbah ‘id hanya satu kali, dan bukan dua kali. Wallahu a’lam
Catatan:
Jika ada yang melakukan khutbah dua kali maka bukan berarti khutbahnya batal. Karena mereka juga memiliki dalil.


([1])  Al Umm (2/500/501 cet. Darul Wafa Tahqiq DR. Rifat Fauzi
([2])  Dengan nomor 1287, dan diriwayatkan juga oleh Al-Hakim 3/607, Al-Baihaqi 3/299 dari Abdurrahman bin Sa'ad bin Ammar bin Sa'ad muadzin. Abdurrahman berkata : "Telah menceritakan kepadaku bapakku dari bapaknya dari kakeknya ..." lalu ia menyebutkannya. Riwayat ini isnadnya lemah, karena Abdurrahman bin Sa'ad rawi yang dhaif, sedangkan bapak dan kakeknya adalah rawi yang majhul (tidak dikenal)
([3]) Abdurrahman Jazairi, Al Fiqh ‘Ala Al Mazahib Al Arba’ah, I/238; Wahbah Zuhaili, Al Fiqh Al Islami wa Adillatuhu, II/528; Imam Sarakhsi, Al Mabsuth; II/37; Imam Malik, Al Mudawwanah Al Kubra, I/150; Imam Syafi’i, Al Umm, I/314; Imam Nawawi, Al Majmu’ Syarah Al Muhadzdzab, V/22; Ibnu Hazm, Al Muhalla, II/108; Ahmad Musthofa Mutawalli, Al Majmu’ Al Tsamin li Fatawa Al Iedain li Ibn Utsaimin, hlm. 42).
([4])  Tidak ada yang shahih dalam sunnah bahwa khutbah Id dilakukan dua kali dengan dipisah antara keduanya dengan duduk. Riwayat yang ada tentang hal ini lemah sekali. Al-Bazzar meriwayatkan dalam "Musnad"nya (no. 53-Musnad Sa'ad) dari gurunya Abdullah bin Syabib dengan sanadnya dari Sa'ad Radhiyallahu 'anhu bahwa Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam berkhutbah dengan dua khutbah dan beliau memisahkan di antara keduanya dengan duduk.
     Bukhari berkata tentang Abdullah bin Syabib : "Haditsnya mungkar"
([5]) Al-buusiry berkata: hadits ini diriwayatkan juga oleh imam nasa’I didalam sunan ash-sugro tapi tanpa lafadz يوم فطر أو أضحى. Dan diriwayatkan ibnu majah, akan tetapi didalam isnadnya ada ismail bin muslim, para ulama telah sepakat tentang kedhoifanya, begitupun abu bahr adalah dhoif, Intaha. 
Dan al-bazzar meriwayatkan dari jalur saad bin abi al-waqqash:
عن سعد بن أبي وقاص أن النبي صلى الله عليه وسلم - صلى العيد بغير أذان ولا إقامة، وكان يخطب خطبتين يفصل بينهما بجلسة.
Al-haitsimy berkata dalam majmu’ az-zawa’id juz 2 hal 203 : riwayat al-bazzar ini adalah wijadah. Didalam sanadnya terdapat rowi yang tidak diketahui.selesai.
Imam nawawi berkata didalam khulashoh, diriwayatkan dari ibnu mas’ud:
عن ابن مسعود أنه قال: من السنة أن يخطب في العيدين خطبتين، فيفصل بينهما بجلوس
Artinya: ”Merupakan sunnah, imam berkhutbah dalam dua Ied dengan dua khutbah yang dipisahkan dengan duduk.” (HR Syafi’i, Musnad Syafi’i, I/158).

Imam nawawi berkata: Ini adalah hadits dho’if, tidak bersambung sanadnya. Dan tidak ada satu haditspun yang tsabit yang menjelaskan khutbah ‘id dua kali.akan tetapi mereka mengqiyaskan dengan shallot jum’at. Selesai’
(Lihat kitab Mar’aatul Mafaatih Syarah Misykaatul mashobiih, juz 5, bab sholat ‘idain hal 27, karangan abu hasan ubaidillah bin Muhammad abdu salam bin khan Muhammad bin amanullah bin hisamuddin arrahmany al-mubaarakfuri (w 1414).

Imam Syaukani berkata: Hadis ini mursal, yakni hadis yang tidak diketahui siapa periwayatnya pada generasi shahabat, sebab periwayat hadis (Ubaidullah bin Abdullah bin Utbah) adalah tabi’in, bukan shahabat. Dan hadis mursal adalah termasuk hadis dhaif. (Nailul Authar, hlm. 695).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar