Jumat, 14 Februari 2020

173 PERMASALAHAN SEPUTAR PUASA DAN I'TIKAF (46-50)


46.   Apakah Merokok Membatalkan Puasa?
Adapun Hukum rokok adalah haram, baik itu dibulan ramadhan ataupun diluar ramadhan. Dan apabila dilakukan disiang hari ramadhan maka puasanya akan menjadi batal. Alasannya adalah:
1.   Karena dia memasukkannya dengan pilihan sendiri (sengaja) ke perutnya.
2.    Asap rokok yang mengandung nikotin itu merupakan benda yang berwujud nyata. Sehingga,  jika dihisap maka akan masuk dalam rongga badan (paru-paru, jantung dan usus besar). Oleh karena itu, tidak disangsikan lagi bahwa hal tersebut membatalkan puasa sebagaimana makan atau minum. Wallahu a’lam
Istifadah:
Seorang pecandu rokok yang telah sebulan penuh meninggalkan rokok (karena momen puasa yang telah dia lalui). Maka ini bisa menjadi penolong terbesar baginya untuk meninggalkan kebiasaan rokok selamanya. Dia bisa meninggalkan rokok tersebut di sisa umurnya. Bulan Ramadhan adalah kesempatan yang baik. Janganlah sampai dilewatkan oleh pecandu rokok (untuk meninggalkan kebiasaan rokoknya)[1]

47.   Hukum Mengunyah Makanan Untuk Sang Bayi
            Membatalkan puasa disiang hari Ramadhon adalah tidak boleh, baik secara langsung atau secara tidak langsung. Sengaja ataupun tidak sengaja, atau seakan-akan disengaja.
            Oleh karena itu, jika di Tanya apa hukum mengunyah makanan untuk sibayi? Maka jawabannya adalah tidak boleh, dengan beberapa alasan:
1.   Karena aroma dan rasa makanannya sangat kentara di lidah. Dan ini adalah termasuk dalam pembahasan syaddu dzari’ah.
2.   Dikhawatirkan sisa-sisa makanan yang dikunyah yang ada dimulut akan tertelan oleh lidah, yang menyebabkan puasa batal.
3.   Menginyunyah makanan untuk bayi bukan satu-satunya cara untuk melunakkan makanan si bayi. Bisa ditumpuk dengan sendok atau yang lain. Juga bisa diblender dan sebagainya.




48.   Hukum Berjima' Disiang Hari Ramadhan
Haram hukumnya berjima' disiang hari ramadhan, dan barang siap yang melakukan hal itu maka ia harus membayar kafarat. berdasarkan sabda rasulullah shollallahu 'alaihi wasallam:
حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ يَحْيَى وَأَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِى شَيْبَةَ وَزُهَيْرُ بْنُ حَرْبٍ وَابْنُ نُمَيْرٍ كُلُّهُمْ عَنِ ابْنِ عُيَيْنَةَ - قَالَ يَحْيَى أَخْبَرَنَا سُفْيَانُ بْنُ عُيَيْنَةَ - عَنِ الزُّهْرِىِّ عَنْ حُمَيْدِ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ - رضى الله عنه - قَالَ جَاءَ رَجُلٌ إِلَى النَّبِىِّ -صلى الله عليه وسلم- فَقَالَ هَلَكْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ. قَالَ « وَمَا أَهْلَكَكَ ». قَالَ وَقَعْتُ عَلَى امْرَأَتِى فِى رَمَضَانَ. قَالَ « هَلْ تَجِدُ مَا تُعْتِقُ رَقَبَةً ». قَالَ لاَ. قَالَ « فَهَلْ تَسْتَطِيعُ أَنْ تَصُومَ شَهْرَيْنِ مُتَتَابِعَيْنِ ». قَالَ لاَ. قَالَ « فَهَلْ تَجِدُ مَا تُطْعِمُ سِتِّينَ مِسْكِينًا ». قَالَ لاَ - قَالَ - ثُمَّ جَلَسَ فَأُتِىَ النَّبِىُّ -صلى الله عليه وسلم- بِعَرَقٍ فِيهِ تَمْرٌ. فَقَالَ « تَصَدَّقْ بِهَذَا ». قَالَ أَفْقَرَ مِنَّا فَمَا بَيْنَ لاَبَتَيْهَا أَهْلُ بَيْتٍ أَحْوَجُ إِلَيْهِ مِنَّا. فَضَحِكَ النَّبِىُّ -صلى الله عليه وسلم- حَتَّى بَدَتْ أَنْيَابُهُ ثُمَّ قَالَ « اذْهَبْ فَأَطْعِمْهُ أَهْلَكَ » رواه البخاري، رقم  1834  و 1835 ومسلم، رقم  1111) .Artinya: Dari Abu Hurairah, Beliau berkata : Tatkala kami duduk disisi Nabi tiba-tiba datang kepadanya seorang laki-laki, dan dia berkata “Wahai Rasulullah binasa aku”, maka Beliau bertanya “kenapa engkau ?”, orang itu menjawab “Aku telah menyetubuhi istriku, padahal aku berpuasa”, dalam sebuah riwayah “Aku menyetubuhi keluargaku di bulan Ramadhan”, maka Rasulullah bersabda “Apakah engkau mendapatkan seeorang budak yang engkau bisa membebaskannya ?”, maka orang ini menjawab “Tidak ada”, Rasulullah bersabda “Apakah engkau mampu berpuasa dua bulan secara berturut-turut?”, maka orang ini menjawab “Tidak”, Rasulullan bersabda “Apakah engkau mendapatkan pemberian makan kepada 60 orang miskin ?”, maka orang ini menjawab “Tidak”. Berkata Abu Hurairah “maka Nabi terdiam”, maka tatkala kami dalam keadaan yang demikian itu tiba-tiba didatangkan kepada Nabi dengan sebuah kantong (kantong yang terbuat dari pelepah kurma seukuran masuk didalamnya 15 sha’ dari sesuatu) yang padanya terdapat kurma. Kemudia Nabi bertanya “Mana orang yang bertanya tadi ?”, maka orang ini menjawab “Aku”, maka Nabi berkata “Ambillah ini lalu bersedekahlah dengannya”, orang ini berkata “Apakah atas orang yang lebih faqir daripadaku wahai Rasulullah ?, maka demi Allah tidak ada diantara dua kampungnya sebuah keluarga yang lebih faqir daripada keluargaku”, maka Nabi tertawa sampai terlihat gigi saingnya, kemudian Beliau bersabda “Berikanlah dia kepada keluargamu” ([2])
Imam Ahmad juga meriwayatkan didalam Musnad beliau 2/208, dari jalan Amru bin Syu’aib dari bapaknya dari kakeknya semisal dengan hadits diatas.
Dan  juga  diriwayatkan  dari  Aisyah  -radhiallahu  ’anha-  secara  marfu’ semisal dengan hadits Abu Hurairah. (HR. al-Bukhari no. 1935 dan Muslim no. 783)
            Jima' secara sengaja mewajibkan kafarat yang berat, yaitu secara berurutan, pertama : membebaskan budak. Jika dia tidak mampu, maka puasa dua bulan berturut-turut. Jika dia tidak mampu, maka dia harus memberi makan 60 orang miskin.
Bagaimana Kalau Jima'nya Karena Lupa?
Para ulama sepakat (ijma') atas wajibnya kafarat bagi orang yang jima' dengan sengaja dan ingat dibulan Ramadhan, tetapi mereka berselisih tentang orang yang melakukannya karena lupa atau karena dipaksa.
-          Imam Abu Hanifah berpendapat, wajibnya qodho' tanpa kafarat bagi yang lupa atau dipaksa.
-           Imam Asy Syafi'I dan jumhur ulama berpendapat bahwa orang yang berjima' karena lupa maka tidak ada qodho', tidak juga kafara, ini juga pendapat imam Ahmad  menurut salah satu riwayat darinya. Pendapat ini juga dipilih oleh sejumlah pengikut imam Ahmad, diantaranya syaikhTaqiyyuddin dan Ibnul Qoyyum, serta yang lainnya.
-           Adapun yang masyhur dari Imam Ahmad dan madzhab Zhohiriyyah adalah wajibnya kafarat dan wajibnya berbuka bagi orang yang berjima' karena lupa atau karena tidak tahu atau kerana dipaksa, karena jima' adalah pembatal yang paling berat dengan sebab adanya syahwat dan kelezatan yang menafikan maksud dari shaum, dan menafikan penyerahan diri kepada Allah. Di dalam hadits qudsi, "dia meninggalkan makanannya dan syahwatnya karena Aku". Alasan lainnya adalah tidak logis adanya lupa dan dipaksa pada jima', sesungguhnya syahwat itu jika menggejolak maka hilanglah keterpaksaan dan jadilah sebuah pilihan bagi dirinya untuk melakukannya.
-          Syaikh AbdurRahman As Sa'diy berkata, "Yang benar adalah bahwa orang yang berjima' karenalupa atau dipaksa maka tidak batal tidak ada kafarat baginya, sebab Allah mengampuni orang yang lupa atau tidak sengaja".
Catatan:
Adapun wanita (istri), jika dia punya kemampuan untuk berjima' (tidak dipaksa), maka menurut imam yang tiga dia wajib kafarat, adapun menurut Imam Asy Syafi'I tidak ada kafarat baginya. Pendapat jumhur ulama lah yang benar, sebab ada sebagian riwayat hadits, "celakalah aku dan aku telah mencelakakan", zhohir hadits ini menunjukkan bahwa istrinya dipaksa.
 
49.   Hukum Menyia-Nyiakan Waktu Dibulan Ramadhan
Bulan ramadhan adalah bulan yang mulia, diamana diwajibkan berpuasa didalammya, disunnah melaksakan shalat terawih,  doa-doa dikabulkan dan banyak keutamaan yang lainnya dari bulan ramadhan. Sungguh sangat disayangkan kalau ada seseorang yang menyia-nyiakan waktu harinya dibulan ramadhan dengan perbuatan yang sia-sia bahakan melalaikan dari ibadah. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda :
عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « رَغِمَ أَنْفُ رَجُلٍ ذُكِرْتُ عِنْدَهُ فَلَمْ يُصَلِّ عَلَىَّ وَرَغِمَ أَنْفُ رَجُلٍ دَخَلَ عَلَيْهِ رَمَضَانُ ثُمَّ انْسَلَخَ قَبْلَ أَنْ يُغْفَرَ لَهُ.
Artinya: “Sungguh celaka seseorang yang mendapatkan bulan ramadhan kemudian berakhir bulan ramadhan tetapi dosanya tidak diampuni.” (HR. Tirmidzi nomor 3890, dia berkata “ Hadits Hasan Gharib” dan dihasankan oleh Syaikh Al-Albani ).
Cacatan: Termasuk perbuatan yang sia-sia disini adalah main game, nonton bola, nonton sinetron serta perbuatan sia-sia dan maksiat lainnya. Segala perbuatan yang sia-sia dan melalaikan harus dijauhi, baik diluar ramdhan lebih-lebih dibulan Ramadhan.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda :
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ : قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه وسلم: مِنْ حُسْنِ إِسْلاَمِ الْمَرْءِ تَرْكُهُ مَا لاَ يَعْنِيْهِ [حديث حسن رواه الترمذي وغيره هكذا]
Artinya: Dari Abu Hurairah radhiallahunhu dia berkata : Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam bersabda : Merupakan tanda baiknya Islam seseorang, dia meninggalkan sesuatu yang tidak berguna baginya . (Hadits Hasan riwayat Turmuzi nomor 2488 dan lainnya)
 
50.   Hukum Berhias Diri Bagi Wanita Disiang Hari Ramadhan
Apabila suaminya tidak bisa menahan nafsu ketika melihat istrinya yang berdandan maka hukum berdandan disiang hari ramadhon bagi wanita/istri adalah haram, dalilnya adalah sadduzzari'ah.
Jika tidak menimbulkan nafsu suaminya maka hukumnya makruh. karena itu akan membuka pintu jima'. padahal jima' disiang hari ramadhon adalah dosa, pelakunya harus membayar kafarat dalilnya adalah karena hal itu bisa menyebabkan timbulnya nafsu suami sehingga jatuh pada larangan Allah Azza Wajalla yaitu berjima' dibulan ramadhan.
Didalam satu kaedah usul fiqih dikatakan:
دَرْءُ الْمَفَاسِدِ أَوْلَى مِنْ جَلْبِ الْمَصَالِحِ.
Menolak keburukan (mafsadah) lebih diutamakan daripada meraih kebaikan (maslahah).([3])
berhias diri adalah baik, tapi jatuh pada jima' disiang hari dibulan ramadhon adalah termasuk dosa besar. maka menghindari dari mafsadah yang lebih besar adalah lebih utama dibanding mendapatkan kebaikan berhias diri.


([1])  Majmu’ Fatawa Al-‘Utasimin, fatwa As-Shiyam, 203-204
([2] ) Orang yang berjima' (bersetubuh) di siang Ramadhan tersebut adalah Salamah bin Shokhr Al Bayyadh dari Bani Bayaadhoh, salah satu dari Bani Anshor AlKhuzro'i. HR. al-Bukhari no. 1936 dan Muslim no. 781-782 dan selainnya
([3] ) Jalaluddin as-Suyuthi, al-Asybah wa an-Nazhair, (Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, tt), hal. 176.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar