39. Hukum Orang Gila (Kadang Gila Kadang
Sehat)
Orang gila diberi rukhsoh untuk berbuka. tapi
apabila ia sembuh maka wajib untuk berpuasa lagi, Rasulullah Shollallahu
'Alaihi Wasallam Bersabda:
حَدَّثَنَا ابْنُ
السَّرْحِ ، أَخْبَرَنَا ابْنُ وَهْبٍ ، أَخْبَرَنِي جَرِيرُ بْنُ حَازِمٍ ، عَنْ
سُلَيْمَانَ بْنِ مِهْرَانَ ، عَنْ أَبِي ظَبْيَانَ ، عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ ، قَالَ
: مُرَّ عَلَى عَلِيِّ بْنِ أَبِي طَالِبٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ بِمَعْنَى
عُثْمَانَ ، قَالَ : أَوَ مَا تَذْكُرُ أَنَّ رَسُولَ اللهِ صلى الله عليه وسلم
قَالَ : رُفِعَ الْقَلَمُ عَنْ ثَلاَثَةٍ ، عَنِ الْمَجْنُونِ الْمَغْلُوبِ عَلَى
عَقْلِهِ حَتَّى يَفِيقَ ، وَعَنِ النَّائِمِ حَتَّى يَسْتَيْقِظَ ، وَعَنِ
الصَّبِيِّ حَتَّى يَحْتَلِمَ
Artinya: “Diangkat pena dari tiga golongan; dari orang yang TIDUR hingga dia bangun, dari anak KECIL hingga dia baligh, dan dari orang GILA hingga dia berakal waras.” (H.R Abu daud no 3823, dishohihkan Syekh albani didalam kitabnya al-irwa' 2/4)
Apabila ia telah telah
sembuh dari gilanya maka ia sudah harus melaksanakan kewajiban-keawajiban yang
dilarang selama ia haid atau nifas seperti puasa dan shalat. karena sebab
dilarangnya kewajiban-kewajiban tadi telah hilang. dalam kaedah usul fiqih
dikatakan:
إذا زال المانع عاد
الممنوع
dalam kaedah lain juga dikatakan:
"ما جاز
لعذر بطل بزواله
"
oleh karena itu, orang gila apabila ia sembuh dari gilanya
sebelum terbitnya fajar shodiq (fajar yang ke dua) maka ia harus segera sahur
(jika ia masih ada kesempatan untuk sahur). jika sudah tidak ada kesempatan
untuk sahur maka silakan langsung berpuasa.
kemudian apabilah disiang hari penyakit gilanya tiba
maka pada saat itu batallah puasanya. dan ia harus menggantinya dibulan
ramadhan.
jika ia gila bertahun-tahun maka keluarganya harus
membayarkan fidyah untuknya, yaitu memberi makan satu orang miskin disetiap
harinya. berarti selama ramadhan ia harus member makanan 29 atau 30 orang
miskin .
Istifadah:
Hilang
akal di bagi menjadi tiga macam yaitu :
a.
Gila : Sengaja atau tidak disengaja gila itu membatalkan puasa walaupun
sebentar.
b. Mabuk
dan Pingsan :
• Jika
disengaja maka mabuk dan pingsan membatalkan puasa biarpun sebentar. Seperti
dengan sengaja mencium sesuatu yang ia tahu kalau ia menciumnya pasti mabuk
atau pingsan.
• Jika
mabuk dan pingsannya adalah tidak disengaja maka akan membatalkan puasa jika
terjadi seharian penuh. Tetapi jika dia masih merasakan sadar walau hanya
sebentar di siang hari maka puasanya tidak batal. Misal mabuk kendaraan atau
mencium sesuatu yang ternyata menjadikannya mabuk atau pingsan sementara ia
tidak tahu kalau hal itu akan memabukkan atau menjadikannya pingsan. Maka orang
tersebut tetap sah puasanya asalkan sempat tersadar di siang hari walaupun
sebentar.
c.
Tidur : Tidak membatalkan puasa walaupun terjadi seharian penuh.
40. Hukum Orang Yang Meninggal Ketika Berpuasa
Jika sesorang meninggal dunia disiang hari
ramadhon maka hendaknya ahli waris menggantikan puasanya dihari itu. karena itu
adalah merupakan utang simayit terhadap Allah Subuhanahu Wata'ala, maka utang
terhadap Allah adalah lebih utama dibayar disbanding utang kepada makluq,
Berdasarkan sabda Rasulullah
Shollallahu 'Alaihi Wasallam:
وَحَدَّثَنِى أَحْمَدُ بْنُ عُمَرَ الْوَكِيعِىُّ
حَدَّثَنَا حُسَيْنُ بْنُ عَلِىٍّ عَنْ زَائِدَةَ عَنْ سُلَيْمَانَ عَنْ مُسْلِمٍ
الْبَطِينِ عَنْ سَعِيدِ بْنِ جُبَيْرٍ عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ - رضى الله عنهما -
قَالَ جَاءَ رَجُلٌ إِلَى النَّبِىِّ -صلى الله عليه وسلم- فَقَالَ يَا رَسُولَ
اللَّهِ إِنَّ أُمِّى مَاتَتْ وَعَلَيْهَا صَوْمُ شَهْرٍ أَفَأَقْضِيهِ عَنْهَا
فَقَالَ « لَوْ كَانَ عَلَى أُمِّكَ دَيْنٌ أَكُنْتَ قَاضِيَهُ عَنْهَا ». قَالَ
نَعَمْ. قَالَ « فَدَيْنُ اللَّهِ أَحَقُّ أَنْ يُقْضَى ».
Artinya: Dari Ibnu Abbas
Radhiyallahu ‘Anhumaa: Datang
seseorang pada Nabi Shollallahu 'Alaihi Wasallam dan berkata: Wahai Rasulullah (Shollallahu 'Alaihi
Wasallam),
Sungguh ibuku wafat dan ia mempunyai hutang puasa satu bulan, apakah aku
membayarnya untuknya?, Rasulullah Shollallahu 'Alaihi Wasallam menjawab: kalau seandainya ibumu memiliki utang (kepada manusia)
apakah kamu akan membayarnya? Laki-laki itu menjawab: “Betul, Rasulullah Shollallahu 'Alaihi
Wasallam bersabda: " Dan
Hutang pada Allah Subuhanahu Wata'ala lebih berhak untuk ditunaikan” (H.R Bukhari: 233, 234 dan Muslim no 2750)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar