Jumat, 14 Februari 2020

173 PERMASALAHAN SEPUTAR PUASA DAN I'TIKAF (33-35)


33.   Hukum Wanita Haid Dalam Puasa
Wanita haid diharamkan berpuasa secara mutlak, berdasarkan hadits Aisyah radhiallahu anha dia berkata:
وَحَدَّثَنَا عَبْدُ بْنُ حُمَيْدٍ أَخْبَرَنَا عَبْدُ الرَّزَّاقِ أَخْبَرَنَا مَعْمَرٌ عَنْ عَاصِمٍ عَنْ مُعَاذَةَ قَالَتْ سَأَلْتُ عَائِشَةَ فَقُلْتُ مَا بَالُ الْحَائِضِ تَقْضِى الصَّوْمَ وَلاَ تَقْضِى الصَّلاَةَ فَقَالَتْ أَحَرُورِيَّةٌ أَنْتِ قُلْتُ لَسْتُ بِحَرُورِيَّةٍ وَلَكِنِّى أَسْأَلُ. قَالَتْ كَانَ يُصِيبُنَا ذَلِكَ فَنُؤْمَرُ بِقَضَاءِ الصَّوْمِ وَلاَ نُؤْمَرُ بِقَضَاءِ الصَّلاَةِ.
 Artinya: “Kami dahulu juga mengalami haid, maka kami diperintahkan untuk mengqadha’ puasa dan tidak diperintahkan untuk mengqadha’ shalat.” (HR. Muslim no. 508)
Adapun wanita yang mengalami istihadhah, maka dia tetap wajib berpuasa. Hal itu karena istihadhah berbeda dengan haid dari sisi sifat dan hukum.
wanita haid tidak boleh dijimak oleh suaminyam, baik dibulan puasa ataupun diluar puasa.
Rasulullah Shollallahu 'Alaihi Wasallam Bersabda::
حَدَّثَنَا إِسْمَاعِيلُ بْنُ خَلِيلٍ قَالَ أَخْبَرَنَا عَلِيُّ بْنُ مُسْهِرٍ قَالَ أَخْبَرَنَا أَبُو إِسْحَاقَ هُوَ الشَّيْبَانِيُّ عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ الْأَسْوَدِ عَنْ أَبِيهِ عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ كَانَتْ إِحْدَانَا إِذَا كَانَتْ حَائِضًا فَأَرَادَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ يُبَاشِرَهَا أَمَرَهَا أَنْ تَتَّزِرَ فِي فَوْرِ حَيْضَتِهَا ثُمَّ يُبَاشِرُهَا قَالَتْ وَأَيُّكُمْ يَمْلِكُ إِرْبَهُ كَمَا كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَمْلِكُ إِرْبَهُ
Artinya: Dari ‘Aisyah, ia berkata bahwa di antara istri-istri Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ada yang mengalami haid. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ingin bercumbu dengannya. Lantas beliau memerintahkannya untuk memakai sarung agar menutupi tempat memancarnya darah haid, kemudian beliau tetap mencumbunya (di atas sarung). Aisyah berkata, “Adakah di antara kalian yang bisa menahan hasratnya (untuk berjima’) sebagaimana Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menahannya?”   (HR. Bukhari no. 302 dan Muslim no. 293).
            Imam Nawawi menyebutkan judul bab dari hadits di atas, “Bab mencumbu wanita haid di atas sarungnya”. Artinya di selain tempat keluarnya darah haid atau selain kemaluannya.




34.   Hukum Wanita Nifas
Hukum wanita nifas didalam semua ibadah sama dengan hukum wanita haid. Maka oleh karena itu wanita yang sedang nifas tidak boleh baginya untuk berpuasa.


 
35.   Hukum Wanita Haid Dan Nifas Yang Suci Sebelum Terbit Fajar Shodiq
Wanita haid atau nifas tidak boleh melaksanakan shalat, juga puasa. Rasulullah Shollallahu 'Alaihi Wasallam Bersabda:
حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ أَبِي رَجَاءٍ قَالَ : حَدَّثَنَا أَبُو أُسَامَةَ قَالَ : سَمِعْتُ هِشَامَ بْنَ عُرْوَةَ قَالَ : أَخْبَرَنِي أَبِي ، عَنْ عَائِشَةَ أَنَّ فَاطِمَةَ بِنْتَ أَبِي حُبَيْشٍ سَأَلَتِ النَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم قَالَتْ إِنِّي أُسْتَحَاضُ فَلاَ أَطْهُرُ أَفَأَدَعُ الصَّلاَةَ فَقَالَ : لاَ, إِنَّ ذَلِكِ عِرْقٌ وَلَكِنْ دَعِي الصَّلاَةَ قَدْرَ الأَيَّامِ الَّتِي كُنْتِ تَحِيضِينَ فِيهَا ثُمَّ اغْتَسِلِي وَصَلِّي.
Artinya: “ Dari Aisyah Radhiyallahu Anha, sesungguhnya Fatimah Binti Abi Hubaisy bertanya kepada rasulullah shollallahu alaihi wasallam: sesungguhnya saya istihadhoh, maka saya tidak suci, apakah saya harus meninggalkan shalat? maka rasulullah shollallahu 'alaihi wasallam menjawab: Tidak, sesungguhnya itu hanyalah urat (pada rahim) yang terbuka, akan tetapi tinggalkan shalat seukuran engkau biasa mengalami haid kemudian mandilah (haid) dan shalatlah (HR. Al Bukhari no 306, 320, 331, 228).
Apabila ia telah selesai haid atau nifasnya maka ia sudah harus melaksanakan kewajiban-keawajiban yang dilarang selama ia haid atau nifas seperti puasa dan shalat. karena sebab dilarangnya kewajiban-kewajiban tadi telah hilang. dalam kaedah usul fiqih dikatakan:
إذا زال المانع عاد الممنوع
Artinya: apabila sesuatu (yang melarang) hilang maka orang yang dilarang itu kembali kesemula.([1])
dalam kaedah lain juga dikatakan:
"ما جاز لعذر بطل بزواله "
Artinya: apa yang diperbolehkan karena udzur maka akan batal jika udzur itu hilang. ([2])
oleh karena itu, wanita haid atau nifas apabila ia mengalami suci sebelum terbitnya fajar shodiq (fajar yang ke dua) maka ia harus segera mandi, kemudian sahur (jika ia masih ada kesempatan untuk sahur). jika sudah tidak ada kesempatan untuk sahur maka sialakan langsung berpuasa.
caranya, jika waktunya tinggal lima menit, maka hendaknya sahur dulu, kemudia mandi bisa setelah fajar shodiq atau setelah selesai waktu sahur, agar sahur dan shalat subuh bisa dilakukan semuanya.
jika waktunya masih panjang, memungkinkan untuk mandi maka lebih baik mandi dulu kemudian sahur. wallahu a'lam


([1] ) lihat kitab qowa'idul fiqhiyyah bainal asholati wattaujiyah, karangan syekh Muhammad bakri ismail, cetakan pertama oleh pustaka daarul manar tahun 1417 H (1997 M), halaman 95
([2] ) lihat kitab qowa'idul fiqhiyyah bainal asholati wattaujiyah, karangan syekh Muhammad bakri ismail, cetakan pertama oleh pustaka daarul manar tahun 1417 H (1997 M), halaman 79

Tidak ada komentar:

Posting Komentar