74. Hukum Ta'khir Sahur Dan Ta'jil Ifthor
Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wasallam Bersabda:
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ عُبَيْدِ اللهِ ، حَدَّثَنَا
عَبْدُ الْعَزِيزِ بْنُ أَبِي حَازِمٍ ، عَنْ أَبِي حَازِمٍ عَنْ سَهْلِ بْنِ
سَعْدٍ ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، قَالَ : كُنْتُ أَتَسَحَّرُ فِي أَهْلِي ثُمَّ
تَكُونُ سُرْعَتِي أَنْ أُدْرِكَ السُّجُودَ مَعَ رَسُولِ اللهِ صلى الله عليه
وسلم.
Artinya: Dari Sahal Bin
Sa'ad Radhiyallahu Anhu ia berkata: Saya sahur bersama keluargaku kemudian saya
cepat-capat untuk mendapatkan sujud bersama Rasulullah Shollallahu 'Alaihi
Wasallam.(H.R no 1920, 4825 )
Disunnahkan mengakhirkan waktu makan sahur,
itulah yang dilakukan oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Was Sallam seperti yang diriwayatkan bukhari melalui
jalan Sahabat Anas Bin Malik Rodhiyallahu ‘Anhu,
حَدَّثَنَا مُسْلِمُ
بْنُ إِبْرَاهِيمَ ، حَدَّثَنَا هِشَامٌ ، حَدَّثَنَا قَتَادَةُ ، عَنْ أَنَسٍ ،
عَنْ زَيْدِ بْنِ ثَابِتٍ ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ ، قَالَ تَسَحَّرْنَا مَعَ
النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم ثُمَّ قَامَ إِلَى الصَّلاَةِ قُلْتُ كَمْ كَانَ
بَيْنَ الأَذَانِ وَالسَّحُورِ قَالَ قَدْرُ خَمْسِينَ آيَةً.
Artinya: dari Zaid bin
Tsabit ia mengatakan: “Kami
makan sahur bersama Nabi shallallahu ‘alaihi was sallam kemudian Beliau
berdiri untuk mengerjakan sholat” Aku (Anas bin Malik) bertanya, “Berapa jarak
waktu antara iqomah dan sahur?” Lalu Zaid menjawab, “Sekadar waktu untuk
membaca lima puluh ayat”[[1]]
Batas akhir sahur
adalah sebelum fajar terbit, sebagaimana Allah Subuhanahu Wata'ala berfirman:
وَكُلُوا وَاشْرَبُوا حَتَّى يَتَبَيَّنَ لَكُمُ
الْخَيْطُ الْأَبْيَضُ مِنَ الْخَيْطِ الْأَسْوَدِ مِنَ الْفَجْرِ ثُمَّ أَتِمُّوا
الصِّيَامَ إِلَى اللَّيْلِ
Artinya: “makan minumlah hingga terang bagimu
benang putih dari benang hitam, yaitu fajar. Kemudian sempurnakanlah puasa itu
sampai (datang) malam” (QS.
Al-Baqarah: 187)
Disunnahkan juga menyegerakan berbuka puasa,
sebagaimana sabda Nabi
Shalallahu ‘Alaihi Wasallam:
أخبرنا أبو عبد الله
محمد بن يعقوب الحافظ ثنا محمد بن يحيى بن محمد ثنا مسدد ثنا خالد بن عبد الله عن
محمد بن عمرو عن أبي سلمة عن أبي هريرة : عن النبي صلى الله عليه و سلم قال : لاَ يَزَالُ الدِّيْنُ ظَاهِرًا مَا عَجَّلَ
النَّاسُ الفِطْرَ لأِنَّ اليَهُودَ وَ النَّصَارَى يُؤَخِّرُونَ. ( هذا حديث صحيح على شرط مسلم و لم يخرجاه و قال
الشيخ الألباني : (حسن ) انظر حديث رقم : 7689 في صحيح الجامع)
Artinya: dari Abu hurairah radhiyallahu 'Anhu Dari Nabi
Shollallahu 'Alaihi Wasallam Beliau Bersabda:“Akan terus Islam ini jaya selama kaum muslimin masih
menyegerakan berbuka (if-thor), karena sesungguhnya kaum Yahudi dan Nashoro
selalu menundanya.” (Hadits ini dihasankan oleh Syaikh Al-Albani
dalam Shohih Sunan Abi Daud no. 2353 dan Shohih Targhib no. 1075)
Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi
Wasallam bersabda:
حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ يَحْيَى أَخْبَرَنَا عَبْدُ
الْعَزِيزِ بْنُ أَبِى حَازِمٍ عَنْ أَبِيهِ عَنْ سَهْلِ بْنِ سَعْدٍ - رضى الله
عنه - أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- قَالَ « لاَ يَزَالُ النَّاسُ
بِخَيْرٍ مَا عَجَّلُوا الْفِطْرَ ».
Artinya : dari sahl bin sa'ad
radhiyallahu 'anhu sesungguhnya Rasulullah Shalallahu
‘Alaihi Wasallam bersabda: "Manusia senantiasa dalam kebaikan selama
menyegerakan berbuka puasa." (HR Bukhori no 1957, Muslim no 2608
dan At-Tirmidzi no 699)
75. Hukum Mengambil Rukhshoh Bagi Yang Udzur
Puasa (Musafir, Sakit dll)
Rukhsoh adalah kemudahan yg diberikan
Allah Subuhanahu wata'ala kpd seseorang karena suatu sebab tidak dapat
melaksanakan (menunaikan) ibadah wajib.
Allah Subuhanahu
Wata'ala Berfirman:
لاَ يُكَلِّفُ اللَّهُ نَفْسًا إِلاَّ وُسْعَهَا
Artinya: Allah tidak membebani seseorang melainkan
sesuai dengan kesanggupannya. (Q.S Al-Baqarah 286)
Allah Subuhanahu
Wata'ala Berfirman:
مَا يُرِيدُ اللَّهُ لِيَجْعَلَ عَلَيْكُمْ مِنْ حَرَجٍ
وَلَكِنْ يُرِيدُ لِيُطَهِّرَكُمْ وَلِيُتِمَّ نِعْمَتَهُ عَلَيْكُمْ لَعَلَّكُمْ
تَشْكُرُونَ
Artinya: Allah
tidak hendak menyulitkan kamu, tetapi Dia hendak membersihkan kamu dan
menyempurnakan nikmat-Nya bagimu, supaya kamu bersyukur. (Q.S Al-maidah : 6)
Allah Subuhanahu
Wata'ala Berfirman:
يُرِيدُ اللَّهُ بِكُمُ الْيُسْرَ ، وَلاَ يُرِيدُ
بِكُمُ الْعُسْرَ
Artinya: Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak
menghendaki kesukaran bagimu. (Q.S Al-baqarah: 185)
Dan Allah Subuhanahu
Wata'ala Berfirman:
فَاتَّقُوا اللَّهَ مَا اسْتَطَعْتُمْ
Artinya: Maka bertakwalah kamu kepada Allah menurut
kesanggupanmu. (Q.S At Taghaabun: 16)
Rasulullah Shollallahu
'Alahi Wasallam Bersabda:
حَدَّثَنَا إِسْمَاعِيلُ ، حَدَّثَنِي مَالِكٌ ، عَنْ
أَبِي الزِّنَادِ ، عَنِ الأَعْرَجِ ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ ، عَنِ النَّبِيِّ
صلى الله عليه وسلم قَالَ : .....وَإِذَا أَمَرْتُكُمْ بِأَمْرٍ فَأْتُوا مِنْهُ
مَا اسْتَطَعْتُمْ.
Artinya: dari abu hurairah radhiyallahu 'anhu dari nabi
Shollallahu 'Alahi Wasallam beliau Bersabda:
….“Dan
jika Aku perintahkan kalian dengan sebuah perkara maka kerjakanlah darinya
sesuai dengan kemampuan kalian.” (H.R Bukhari no 6858, muslim no 1337)
Mengambil rukhsoh bagi
yang memiliki udzur syar'I dalam puasa adalah boleh. Boleh baginya untuk tidak
berpuasa seprti orang yang sakit atau melakukan perjalanan. Sebagaimana firman
Allah 'Azza wajalla:
فَمَنْ كَانَ مِنْكُمْ مَرِيضًا أَوْ عَلَى سَفَرٍ
فَعِدَّةٌ مِنْ أَيَّامٍ أُخَرَ وَعَلَى الَّذِينَ يُطِيقُونَهُ فِدْيَةٌ طَعَامُ
مِسْكِينٍ فَمَنْ تَطَوَّعَ خَيْرًا فَهُوَ خَيْرٌ لَهُ وَأَنْ تَصُومُوا خَيْرٌ
لَكُمْ إِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ
Artinya: “Maka
barangsiapa di antara kalian menderita sakit atau dalam safar ada rukhsah
(keringanan) baginya untuk berbuka dan wajib atasnya untuk mengqadhanya di
hari-hari lain (di luar bulan Ramadhan).” (Al-Baqarah: 184).
Begitupun orang yang udzur karena sudah
lanjut usianya dan tidak mampu berpuasa maka cukup baginya membayar fidyah
setiap hari satu mud (kurang lebih 1 liter beras) dibagikan kepada fakir
miskin, inilah
keringanan dari Allah bagi mereka, Allah subuhanahu wata'ala berfirman:
وَمَا جَعَلَ عَلَيْكُمْ فِي الدِّينِ مِنْ حَرَج
Artinya: ”Dia
sekali-kali tidak menjadikan untuk kamu dalam agama suatu kesempitan.” (Q.S
Al-hajj: 78)
Atau udzurnya Ibu yang hamil dan yang sedang
menyusui bayinya, jika takut berbahaya atas dirinya saja atau takut berbahaya
atas dirinya dan bayinya maka wajib ia meng-qadha (membayar) puasanya tanpa
membayar fidyah, dan jika takut berbahaya atas bayinya saja maka wajib ia
meng-qadha puasanya dan membayar fidyah.. Rasulullah Shollallahu 'Alaihi Wasallam Bersabda:
حَدَّثَنَا ابْنُ الْمُثَنَّى ، حَدَّثَنَا ابْنُ أَبِي
عَدِيٍّ، عَنْ سَعِيدٍ، عَنْ قَتَادَةَ، عَنْ عَزْرَةَ، عَنْ سَعِيدِ بْنِ
جُبَيْرٍ، عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ: {وَعَلَى الَّذِينَ يُطِيقُونَهُ فِدْيَةٌ طَعَامُ
مِسْكِينٍ}، قَالَ: كَانَتْ رُخْصَةً لِلشَّيْخِ الْكَبِيرِ ، وَالْمَرْأَةِ
الْكَبِيرَةِ ، وَهُمَا يُطِيقَانِ الصِّيَامَ أَنْ يُفْطِرَا، وَيُطْعِمَا
مَكَانَ كُلِّ يَوْمٍ سْكِينًا ، وَالْحُبْلَى وَالْمُرْضِعُ إِذَا خَافَتَا.
قَالَ أَبُو دَاوُدَ : يَعْنِي عَلَى أَوْلاَدِهِمَا أَفْطَرَتَا وَأَطْعَمَتَا.
وَعَلَى الَّذِينَ يُطِيقُونَهُ فِدْيَةٌ طَعَامُ مِسْكِينٍ.
Artinya: Dari Sa'id Bin Jubair Dari Ibnu Abbas:
Firman Allah Ta'ala “Dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika
mereka tidak berpuasa) membayar fidyah, (yaitu): memberi makan seorang miskin”,
(Al-Baqarah 184). Ibnu
abbas berkata: ayat ini merupakan rukhsah (keringanan) bagi laki-laki dan
wanita yang sudah tua dan tidak mampu berpuasa agar berbuka dan sebagai penggantinya
memberi makan orang miskin setiap hari, begitu pula ayat tsb merupakan rukhsah
bagi wantia hamil dan yang menyusui, jika takut atas bayinya boleh berbuka dan
membayar fidyah” (HR Abu Dawud no 2318 dan at-Thabrani dengan isnad
shahih).
76. Hukum Melanjutkan Puasa (Al-Wishol Fii
Shiyam)
Rasulullah Shalallahu
‘Alaihi Wasallam Bersabda:
حَدَّثَنَا إِبْرَاهِيمُ بْنُ حَمْزَةَ حَدَّثَنِي ابْنُ
أَبِي حَازِمٍ عَنْ يَزِيدَ عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ خَبَّابٍ عَنْ أَبِي سَعِيدٍ
الْخُدْرِيِّ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ أَنَّهُ سَمِعَ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ لَا تُوَاصِلُوا فَأَيُّكُمْ أَرَادَ أَنْ يُوَاصِلَ
فَلْيُوَاصِلْ حَتَّى السَّحَرِ قَالُوا فَإِنَّكَ تُوَاصِلُ يَا رَسُولَ اللهِ
قَالَ لَسْتُ (إِنِّي لَسْتُ) كَهَيْئَتِكُمْ إِنِّي أَبِيتُ لِي مُطْعِمٌ
يُطْعِمُنِي وَسَاقٍ يَسْقِينِ
Artinya: dari abu sa'id
al-khudri radhiyallahu 'anhu
sesungguhnya ia mendengar rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda : “Janganlah
kalian menyambung puasa, siapa di antara kalian ingin menyambung puasa maka
baginya menyambung sampai waktu sahur.” Para sahabat bertanya: sesungguhnya engkau menyambung puasa yaa Rasulullah (Shollallahu 'Alaihi
Wasallam)?. Beliau menjawab:Sesungguhnya saya bukan seperti kalian. Sesungguhnya aku di malam
hari diberi makan dan minum oleh Rabbku. (H.R Bukhari no 1976)
Berdasarkan hadits
diatas maka wishol ada dua macam, yaitu:
1. Wishal dari setelah tenggelam matahari. Hukumnya boleh
(sebagian ulama mengatakan makruh) tetapi tidak disunnahkan. Yang disunnahkan
adalah mnyegerakan berbuka ketika tenggelam matahari.
2. Wishal yang melewati waktu sahur, maka ini hukumnya
haram. Berdasarkan larangan dari Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam. Dan
diirwayatkan larangan ini dalam hadits yang lain dari Abu Hurairah, Ibnu ‘Umar,
‘Aisyah dan Abu Sa’id. Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wasallam Bersabda:
حَدَّثَنَا مُوسَى بْنُ إِسْمَاعِيلَ ، حَدَّثَنَا
جُوَيْرِيَةُ ، عَنْ نَافِعٍ ، عَنْ عَبْدِ اللهِ ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ ، أَنَّ
النَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم وَاصَلَ فَوَاصَلَ النَّاسُ فَشَقَّ عَلَيْهِمْ فَنَهَاهُمْ
قَالُوا إِنَّكَ تُوَاصِلُ قَالَ لَسْتُ كَهَيْئَتِكُمْ إِنِّي أَظَلُّ أُطْعَمُ
وَأُسْقَى.
Artinya: dari ibnu umar
radhiyallahu 'anhuma sesungguhnya Nabi Shalallahu ‘Alaihi
Wasallam menyambung puasanya
sampai besoknya kemudian orang-orang muslim mengikutinya sampai
mereka merasa kesulitan, kemudian rasulullah shollallahu 'alaihi wasallam
melarang mereka untuk menyambung puasa,
merekapun berkata: “Wahai
Rasulullah ! sesungguhnya engkau menyambung puasa”. Beliau menjawab :
“Sesungguhnya keadaanku tidak sama sebagaimana keadaan kalian,
Sesungguhnya di malam
hari aku diberi makan dan minum oleh Rabbku” (H.R Bukhari no 1922)
Shalallahu ‘Alaihi
Wasallam Bersabda:
حَدَّثَنَا إِبْرَاهِيمُ بْنُ حَمْزَةَ حَدَّثَنِي ابْنُ
أَبِي حَازِمٍ عَنْ يَزِيدَ عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ خَبَّابٍ عَنْ أَبِي سَعِيدٍ
الْخُدْرِيِّ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ أَنَّهُ سَمِعَ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ لَا تُوَاصِلُوا فَأَيُّكُمْ أَرَادَ أَنْ يُوَاصِلَ
فَلْيُوَاصِلْ حَتَّى السَّحَرِ قَالُوا فَإِنَّكَ تُوَاصِلُ يَا رَسُولَ اللهِ
قَالَ لَسْتُ (إِنِّي لَسْتُ) كَهَيْئَتِكُمْ إِنِّي أَبِيتُ لِي مُطْعِمٌ
يُطْعِمُنِي وَسَاقٍ يَسْقِينِ
Artinya: dari abu sa'id
al-khudri radhiyallahu 'anhu
sesungguhnya ia mendengar rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda : “Janganlah
kalian menyambung puasa, siapa di antara kalian ingin menyambung puasa maka
baginya menyambung sampai waktu sahur.” Para sahabat bertanya: sesungguhnya engkau menyambung puasa yaa Rasulullah (Shollallahu 'Alaihi
Wasallam)?. Beliau menjawab: Sesungguhnya saya bukan seperti kalian. Aku di malam hari diberi makan dan minum oleh Rabbku. (H.R Bukhari no 1976)
Berdasarkan hadits
diatas maka wishol ada dua macam, yaitu:
1.
Wishal dari setelah
tenggelam matahari. Hukumnya boleh (sebagian ulama mengatakan makruh) tetapi
tidak disunnahkan. Yang disunnahkan adalah mnyegerakan berbuka ketika tenggelam
matahari.
2.
Wishal yang melewati
waktu sahur, maka ini hukumnya haram. Berdasarkan larangan dari Nabi
Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam. Dan diirwayatkan larangan ini dalam hadits yang
lain dari Abu Hurairah, Ibnu ‘Umar, ‘Aisyah dan Abu Sa’id. Nabi Shalallahu ‘Alaihi
Wasallam Bersabda:
حَدَّثَنَا مُوسَى بْنُ إِسْمَاعِيلَ ، حَدَّثَنَا
جُوَيْرِيَةُ ، عَنْ نَافِعٍ ، عَنْ عَبْدِ اللهِ ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ ، أَنَّ
النَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم وَاصَلَ فَوَاصَلَ النَّاسُ فَشَقَّ عَلَيْهِمْ
فَنَهَاهُمْ قَالُوا إِنَّكَ تُوَاصِلُ قَالَ لَسْتُ كَهَيْئَتِكُمْ إِنِّي
أَظَلُّ أُطْعَمُ وَأُسْقَى.
Artinya: dari ibnu umar
radhiyallahu 'anhuma sesungguhnya Nabi Shalallahu ‘Alaihi
Wasallam menyambung puasanya
sampai besoknya kemudian orang-orang muslim mengikutinya sampai
mereka merasa kesulitan, kemudian rasulullah shollallahu 'alaihi wasallam
melarang mereka untuk menyambung puasa,
merekapun berkata: “Wahai
Rasulullah ! sesungguhnya engkau menyambung puasa”. Beliau menjawab :
“Sesungguhnya keadaanku tidak sama sebagaimana keadaan kalian,
Sesungguhnya di malam
hari aku diberi makan dan minum oleh Rabbku” (H.R Bukhari no 1922)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar