Jumat, 14 Februari 2020

173 PERMASALAHAN SEPUTAR PUASA DAN I'TIKAF (61-65)


61.   Hukum Masuk Air Ditelinga Ketika Puasa
Apabila seorang mandi disiang hari ramadhan kemudian air masuk kedalam telinganya maka itu tidak menjadikan puasanya batal, karena:
1. Itu tidak termasuk hal-hal yang membatalkan puasa.
2. Hal itu tidak menjadikan kekuatan bertambah, bahkan akan menjadikan telinga sakit sehingga ia menjadi tambah lemah.
Jika seorang yang kemasukan air ditelingannya disiang hari ramadhan menjadikan puasannya batal maka sungguh dia adalah orang yang sangat sedih. Betapa tidak, telingannya sudah sakit karena kemasukan air, yang menjadikan ia semakin lemas ditambah lagi puasannya batal.
Hal ini sangat memberatkan mukallaf. Dan itu snagat jauh dari hikmah sayari’at yang di inginkan Allah utnuk hambanya.
Catatan:
Hendaknya seorang yang sedangg puasa hati-hati ketika ia mandi, jangan sampai air masuk kedalam telinga, karena itu akan menyakiti diri sehingga menjadikan diri tambah lemas ketika puasa. ma’adzallah.



 
62.   Hukum Ghibah Dan Namimah Dibulan Ramadhon
Ghibah dan namimah adalah haram hukumnya, baik didalam bulan ramadhan ataupun diluar bulan ramadhan. akan tetapi ini tidak sampai membatalkan puasa, hanya menguranging nilai ibadah puasa saja.
Dalil keharaman ghibah dan namimah adalah:
Allah subuhanahu wata’ala berfirman:
{ وَلاَ يَغْتَب بَّعْضُكُم بَعْضًا أَيُحِبُّ أَحَدُكُمْ أَن يَأْكُلَ لَحْمَ أَخِيهِ مَيْتًا فَكَرِهْتُمُوهُ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ تَوَّابٌ رَحِيمٌ }
Artinya: Dan janganlah mencari-cari keburukan orang dan janganlah menggunjingkan satu sama lain. Adakah seorang diantara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang. (Q.S Al-hujurat : 12)
عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا مَرَّ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَى قَبْرَيْنِ فَقَالَ إِنَّهُمَا لَيُعَذَّبَانِ وَمَا يُعَذَّبَانِ مِنْ كَبِيرٍ ثُمَّ قَالَ بَلَى أَمَّا أَحَدُهُمَا فَكَانَ يَسْعَى بِالنَّمِيمَةِ وَأَمَّا أَحَدُهُمَا فَكَانَ لَا يَسْتَتِرُ مِنْ بَوْلِهِ قَالَ ثُمَّ أَخَذَ عُودًا رَطْبًا فَكَسَرَهُ بِاثْنَتَيْنِ ثُمَّ غَرَزَ كُلَّ وَاحِدٍ مِنْهُمَا عَلَى قَبْرٍ ثُمَّ قَالَ لَعَلَّهُ يُخَفَّفُ عَنْهُمَا مَا لَمْ يَيْبَسَا
Artinya: dari Ibnu Abbas radhiyallah ‘anhu berkata, Rasulullah Shollallahu ‘Alaihi Wasallam melewati dua kuburan kemudian bersabda: sesungguhnya mereka berdua sedang diazab, dan mereka tidak diazab karena hal yang besar, kemudian beliau bersabda: “betul” adapun yang satu  karena dia jalan menyebarkan fitnah (namimah), dan yang satunya karena ia tidak membersihkan kencingnya, Ibnu Abbas Berkata: kemudian Rasulullah Shollallahu ‘Alaihi Wasallam  mengambil  batang kelopak korma dan membelahnya menjadi dua bagian, kemudian menancapkannya diatas kedua kuburan mereka, para sahabat bertanya: wahai Rasulullah! kenapa engkau melakukan ini? Beliau menjawab: semoga mereka berdua diringankan azabnya oleh Allah sampai batang ini mengering”. (H.R Bukhari )
Rasulullah Shollallahu ‘Alaihi Wasallam:
عَنِ الْعَلاَءِ عَنْ أَبِيهِ عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- قَالَ « أَتَدْرُونَ مَا الْغِيبَةُ ». قَالُوا اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَعْلَمُ. قَالَ « ذِكْرُكَ أَخَاكَ بِمَا يَكْرَهُ ». قِيلَ أَفَرَأَيْتَ إِنْ كَانَ فِى أَخِى مَا أَقُولُ قَالَ « إِنْ كَانَ فِيهِ مَا تَقُولُ فَقَدِ اغْتَبْتَهُ وَإِنْ لَمْ يَكُنْ فِيهِ فَقَدْ بَهَتَّهُ ».
Artinya: Dari ‘Ala’ Bin Abdurrahman Dari Bapaknya Dari Abu Hurairah sesungguhnya Rasulullah Shollallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda: “ apakah kalian semua tahu apakah ghibah itu? Mereka menjawab: Allah Dan Rasulnya lebih mengetahui. Rasulullah Shollallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda lagi: “ yaitu engkau menyebutkan sesuatu yang dibenci oleh saudaramu “, dikatakan: bagaimana jika apa yang aku katakan itu betul-betul ada pada dirinya? Rasulullah Shollallahu ‘Alaihi Wasallam menjawab: “ jika apa yang kamu katakan itu ada pada dirinya maka sungguh kamu telah mengghibanya, dan jika apa yang kamu katakan itu tidak ada pada dirinya maka sungguh kamu telah berbuat bohong terhadapnya.” (H.R Muslim, Hadits nomor 2589 )
ISTIFADAH
Rasulullah Shollallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda:
عَنِ النُّعْمَانِ بْنِ بَشِيرٍ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « مَثَلُ الْمُؤْمِنِينَ فِى تَوَادِّهِمْ وَتَرَاحُمِهِمْ وَتَعَاطُفِهِمْ مَثَلُ الْجَسَدِ إِذَا اشْتَكَى مِنْهُ عُضْوٌ تَدَاعَى لَهُ سَائِرُ الْجَسَدِ بِالسَّهَرِ وَالْحُمَّى ».
Artinya: dari nu’man bin basyir berkata rasulullah shollallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “ perumpamaan orang-orang mu’min didalam saling mencintai, saling menyayangi dan saling menaruh kasih sayang adalah seperti satu tubuh yang apabila salah satu bagian merasa sakit maka bagian-bagian yang lain akan merasakan keresahan dan sakit.”   (H.R Muslim, Hadits nomor 2586)
Wahai kaum muslimin! Darah dan kehormatan sesama muslim adalah haram sebagaimana yang dijelaskan Rasulullah Shollallahu ‘Alaihi Wasallam didalam haditsnya:
عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ أَبِى بَكْرَةَ عَنْ أَبِيهِ قَالَ لَمَّا كَانَ ذَلِكَ الْيَوْمُ قَعَدَ عَلَى بَعِيرِهِ وَأَخَذَ إِنْسَانٌ بِخِطَامِهِ فَقَالَ « أَتَدْرُونَ أَىَّ يَوْمٍ هَذَا ». قَالُوا اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَعْلَمُ. حَتَّى ظَنَنَّا أَنَّهُ سَيُسَمِّيهِ سِوَى اسْمِهِ. فَقَالَ « أَلَيْسَ بِيَوْمِ النَّحْرِ ». قُلْنَا بَلَى يَا رَسُولَ اللَّهِ. قَالَ « فَأَىُّ شَهْرٍ هَذَا ». قُلْنَا اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَعْلَمُ. قَالَ « أَلَيْسَ بِذِى الْحِجَّةِ ». قُلْنَا بَلَى يَا رَسُولَ اللَّهِ. قَالَ « فَأَىُّ بَلَدٍ هَذَا ». قُلْنَا اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَعْلَمُ - قَالَ - حَتَّى ظَنَنَّا أَنَّهُ سَيُسَمِّيهِ سِوَى اسْمِهِ. قَالَ « أَلَيْسَ بِالْبَلْدَةِ ». قُلْنَا بَلَى يَا رَسُولَ اللَّهِ. قَالَ « فَإِنَّ دِمَاءَكُمْ وَأَمْوَالَكُمْ وَأَعْرَاضَكُمْ عَلَيْكُمْ حَرَامٌ كَحُرْمَةِ يَوْمِكُمْ هَذَا فِى شَهْرِكُمْ هَذَا فِى بَلَدِكُمْ هَذَا فَلْيُبَلِّغِ الشَّاهِدُ الْغَائِبَ ».
Artinya: “ Dari Abdurrahman  Bin Abu Bakar dari bapaknya ia berkata: ketika suatu hari Rasulullah duduk diatas onta dan manusia mendekat kepadanya kemudian beliau bersabda: “  apakah kalian semua tahu hari apa ini?” mereka menjawab: Allah dan Rasul-Nya lebih mengetahui, sampai kami akan mengira beliau akan memberikan nama selain namanya, kemudian beliau bersabda:” Bukankah hari ini hari nahr?” Kami menjawab: betul wahai Rasulullah. Beliau bersabda: “ bulan apa ini?” kami menjawab Allah dan Rasul-Nya lebih mengetahui. Beliau bersabda: “Bukankah ini bulan dzulhijjah?” kami menjawab: betul wahai Rasulullah, beliau bersabda lagi: “negeri apakah ini?”  kami menjawab: Allah dan Rasul-Nya lebih mengetahui, sampai kami mengira beliau akan memberikan nama yang selain namanya. Beliau bersabda: “ bukankah ini negeri (makkah)? Kami  menjawab:  betul wahai Rasulullah, beliau bersabda: “ maka sesungguhnya darah, harta dan kehormatan kalian haram atas kalian seperti keharaman hari, bulan dan negeri kalian ini, maka telah disampaikan, Allah menyaksikanya”. (H.R Muslim, Hadits nomor 1679)
Rasulullah Shollallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda dalam hadits qudhsinya:
عَنْ أَبِي ذَرٍّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ عن النَّبِيّ صلى الله عليه وسلم ، عن اللَّهُ تَبَارَكَ وَتَعَالَى قَالَ : « يا عِبادِي إِني قَد حَرمتُ الظُلمَ عَلى نَفسِي وجَعلتُهُ مُحرماً بَينَكُم فَلا تَظالَمُوا»
Artinya: Dari Abu Dzar Radhiyallahu ‘Anhu Dari Nabi Shollallahu ‘Alaihi Wasallam dari Allah Subuhanahu Wata’ala Berfirman: “ wahai hambaku! Telah aku haramkan kedzoliman atas diriku dan aku mengharamkan pula terhadap kalian maka janganlah kalian saling mendzolimi”. (H.R Bukhari Di Dalam Adabul Mufrad, Di Shohihkan oleh Syekh Al-Bani)
 
63.   Hukum Siwak Disiang Hari Ramadhon
Bersiwak adalah merupakan sunnah Rasulullah Shollallahu 'Alaihi Wasallam, sabagaimana didalam sabdanya:
حدثنا أبو كريب حدثنا عبدة بن سليمان عن محمد بن عمرو عن أبي سلمة عن أبي هريرة قال قال رسول الله صلى الله عليه وسلم لَوْلاَ أَنْ أَشُقَّ عَلَى أُمَّتِي لأَمَرْتُهُمْ بِالسِّوَاكِ عِنْدَ كُلِّ وُضُوءٍ
Artinya: “Seandainya tidak memberatkan umatku, niscaya aku perintahkan mereka untuk bersiwak setiap kali melakukan wudhu. ” (HR. Al-Bukhari no. 838, Muslim no. 370 dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘Anhu)
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
السِّوَاكُ مَطْهَرَةٌ لِلْفَمِ مَرْضَاةٌ لِلرَّبِّ
Artinya: “Siwak dapat menyucikan mulut dan diridhai oleh Allah. ” (HR. Al-Bukhari secara mu’allaq, An-Nasa’i no. 5, Ibnu Majah no. 289, Ahmad no. 23072. Dishahihkan oleh Asy-Syaikh Al-Albani dalam Al-Jami’ Ash-Shaghir no. 6008)
Al-Imam Asy-Syaukani menyimpulkan dalam kitabnya, Nailul Authar (1/121): “Bersiwak hukumnya sunnah mu’akkadah (sunnah yang sangat ditekankan). ”
DIdalam kitab “al Mausu’ah al Fiqhiyah” disebutkan bahwa para fuqaha telah bersepakat tidak mengapa seorang yang sedang berpuasa bersiwak di awal petang. Namun mereka berselisih dalam hal bersiwak setelah lewat tengah hari. (juz II hal 1213)

Para ulama berselisih tentang hukum bersiwak bagi seorang yang berpuasa setelah lewat tengah hari:
1.      Para ulama Hanafi dan Maliki berpendapat bahwa tidak mengapa bagi seorang yang berpuasa bersiwak disepanjang siang baik sebelum maupun setelah lewat tengah hari berdasarkan berbagai hadits tentang keutamaan siwak.
2.      Para ulama Syafi’i yang masyhur serta Hambali adalah memkaruhkan bersiwak bagi seorang yang berpuasa setelah lewat tengah hari baik dengan menggunakan siwak kering atau basah berdasarlan hadits Abu Hurairah dari Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
Artinya: ” sungguh bau mulut orang yang sedang berpuasa lebih harum di sisi Allah Ta’ala dari pada harumnya minyak misik.” Dan pada umumnya bau mulut itu baru akan muncul setelah lewat tengah hari. (juz II hal 8350)
yang  rojih adalah bahwa siwak disiang hari ramadhan tidak membatalkan puasa juga itu bukan sesuatu yang dimakruhkan dalam islam. akan tetapi hukumnya adalah masuk didalam keumuman hadits-hadits rasulullah shollalallahu 'alaihi wasallam tentang sunnahnya siwak. khususnya disetiap mau shalat.
Imam Nawawi didalam kitabnya “al Majmu juz I hal 39” mengatakan,”Sesungguhnya yang menjadi pilihan adalah tidak makruh.”
Ibnu Daqiq al ‘Id mengomentari pendapat Syafi’i dengan mengatakan,”Hal ini membutuhkan dalil khusus pada waktu seperti ini—setelah lewat tengah hari—yang mengkhususkan keumuman itu—yaitu hadits bau mulut orang berpuasa—karena itu, tidaklah makruh penggunaan siwak di bulan Ramadhan” (Fatawa al Azhar juz IX hal 264)
Jadi, pendapat yang kuat dari kedua pendapat diatas adalah tidak dimakruhkan bagi seorang yang berpuasa bersiwak disepanjang siang hari ramadhan dengan syarat tidak ada sesuatu yang tertelan kedalam perut. Wallahu A’lam




64.   Hukum Orang  Yang Berbuka Sebelum  Waktunya
          Karena Menyangka Matahari Telah Terbenam

Pada dasarnya waktu berbuka puasa adalah ketika matahari terbenam. apabila seorang salah atau lupa maka allah maha mengampuni hambaNya yang salah dan lupa. termasuklah disana orang yang salah dalam persangkaan bahwa matahari telah terbit padahal belum kemudian ia berbuka.
Apabila ini terjadi maka jika ia ingat hendaknya ia segera hentikan aktifitas berbukanya. jika ia mengetahuinya setelah waktu matahari telah betul-betul terbenam maka puasanya tetap sah. wallahu a'lam
Dan ini termasuk didalm pembahasan orang yang berbuka karena lupa atau tidak sengaja, Rasulullah Shollallahu 'Alaihi Wasallam:
عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ عَمْرٍو ، عَنْ أَبِي سَلَمَةَ ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ ، أَنّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ، قَالَ : " مَنْ أَفْطَرَ فِي رَمَضَانَ نَاسِيًا فَلَا قَضَاءَ عَلَيْهِ ، وَلَا كَفَّارَةَ " .
Artinya: barang siapa yang berpuka dibulan ramadhan karena lupa maka tidak ada qodha' juga tidak ada kafarat baginya" (H.R Hakim no 2166)
dan Rasulullah Shollallahu 'Alaihi Wasallam bersabda
إن الله تجاوز عن أمتى الخطأ والنسيان وما استكرهوا عليه
Artinya: " Sesungguhnya Allah telah memaafkan dari umatku ini ketidaksengajaan, kelupaan, dan apa yang dipaksakan kepada mereka. " (Hadits Shahih, HR Ibnu Majah).
Peringatan:  Patokan waktu untuk berbuka puasa adalah matahari. buka azan magrib. jika mataharinya telah terbenam maka sudah dianjurkan untuk segera berbuka. sekalipun belum dikomandangkan adzan magrib. karena kadang muadzin disatu tempat terlambat didalam mengomandangkan adzan magrib.




65.   Hukum Bekam Ketika Puasa
Perbedaan pendapat ulama dalam hal ini, yaitu ada dua pendapat:
Pertama: Batal puasa bagi orang melakukan bekam disiang hari bulan Ramadhon. Yang berpendapat seperti ini termasuk Al-Auza’iy, imam Ahmad dan Ishaq, serta yang  lain. Mereka berhujjah dengan hadits:
حَدَّثَنَا أَيُّوبُ بْنُ مُحَمَّدٍ الرَّقِّيُّ ، وَدَاوُدُ بْنُ رُشَيْدٍ ، قَالاَ : حَدَّثَنَا مُعَمَّرُ بْنُ سُلَيْمَانَ ، حَدَّثَنَا عَبْدُ اللهِ بْنُ بِشْرٍ ، عَنِ الأَعْمَشِ ، عَنْ أَبِي صَالِحٍ ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ ، قَالَ : قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى الله عَليْهِ وسَلَّمَ : أَفْطَرَ الْحَاجِمُ وَالْمَحْجُومُ.
Artinya: Dari Abu Hurairah Radhiyallahu 'Anhu Ia Berkata, Rasulullah Shollallahu 'Alaihi Wasallam Bersabda: “Batal puasanya orang yang membekam dan yang dibekam”.
Hadits ini diriwayatkan oleh:
-   Ibnu Majah dari Abu Huroiroh (no. 1679) dan Tsauban (no. 1680),
-   An-Nasa’iy dari Tsauban (no. 3120) dan Syaddad bin Aus (no. 3126),
-   Abu Dawud dari Syaddad bin Aus (no. 2369) dan Tsauban (no. 2367),
-   At-Tirmidiy (no. 774) dari Rofi’ bin Khodij, dan beliau (At-Tirmidziy) berkata: “Pada bab ini diriwayatkan dari ‘Ali, Sa’d, Syaddad bin Aus, Tsauban, Usamah bin Zaid, Aisyah, Ma’qil bin Sinan dan dikatakan pula Ibnu Yasar, Abu Huroiroh, Ibnu ‘Abbas, Abu Musa dan Bilal, dan hadits Rofi’ bin Khodij adalah hadits hasan shohih.
-  Imam Ahmad dari Abu Huroiroh (no. 8768), Tsauban (no. 22371), Aisyah (no. 26217), Rofi’ bin Khodij (no. 15828), Ma’qil bin Sinan Al-Asja’iy (15901), Bilal (no. 23888), dan Syaddad bin Aus (no. 17119).
Kedua: Abu Hanifah An-nu'many dan ibnu batthol serta yang lainya berkata: Tidak Batal Puasa bagi orang yang bekam disiang hari Ramadhan. Mereka berhujjah dengan hadits Rasulullah Shollallahu 'Alaihi Wasallam:
أَخْبَرَنَا إِبْرَاهِيمُ بْنُ سَعِيدٍ ، قَالَ : حَدَّثَنَا إِسْحَاقُ بْنُ يُوسُفَ ، عَنْ سُفْيَانَ ، عَنْ خَالِدٍ ، عَنْ أَبِي الْمُتَوَكِّلِ ، عَنْ أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ ، أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ رَخَّصَ فِي الْحِجَامَةِ لِلصَّائِمِ.
Artinya: dari abu sa'id al-khudri radhiyallahu 'anhu sesungguhnya Rasulullah Shollallahu 'Alaihi Wasallam memberikan keringanan kepada orang yang puasa untuk bekam. (H.R An-nasa'I didalam sunan qubronya no 3228, Ibnu huzaimah dalam kita shohihnya no 1971)
Rasulullah Shollallahu 'Alaihi Wasallam bersabda:
حَدَّثَنَا عَلِيُّ بْنُ مُحَمَّدٍ ، حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ فُضَيْلٍ ، عَنْ يَزِيدَ بْنِ أَبِي زِيَادٍ ، عَنْ مِقْسَمٍ ، عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ ، قَالَ : احْتَجَمَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى الله عَليْهِ وسَلَّمَ وَهُوَ صَائِمٌ مُحْرِمٌ.
Artinya: Dari Ibnu Abbas radhiyallahu 'anhu Rasulullah Shollallahu 'Alaihi Wasallam pernah bekam ketika berpuasa dalam keadaan ihram . (H.R Ibnu majah dalam sunannya no 1682)
Rasulullah Shollallahu 'Alaihi Wasallam bersabda:
حَدَّثَنَا مُعَلَّى بْنُ أَسَدٍ حَدَّثَنَا وُهَيْبٌ عَنْ أَيُّوبَ عَنْ عِكْرِمَةَ عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ احْتَجَمَ وَهُوَ مُحْرِمٌ وَاحْتَجَمَ وَهُوَ صَائِمٌ
Artinya: Dari Ibnu Abbas radhiyallahu 'anhu, sesungguhnya  Rasulullah Shollallahu 'Alaihi Wasallam pernah melakukan bekam ketika dalam keadaann ihram dan pernah berbekam ketika dalam keaadaan puasa . (H.R Bukhari no 1939, 2278, 1835)
Dan inilah pendapat yang rojih yaitu Tidak Batal Puasa bagi orang yang bekam disiang hari Ramadhan. adapun hadits Rasulullah Shollallahu 'Alaihi Wasallam yang berbunyi :
أَفْطَرَ الْحَاجِمُ وَالْمَحْجُومُ.
Artinya: Dari Abu Hurairah Radhiyallahu 'Anhu Ia Berkata, Rasulullah Shollallahu 'Alaihi Wasallam Bersabda: “Batal puasanya orang yang membekam dan yang dibekam”.
Hadits tersebut adalah shohih, akan tetapi hukumnya dinasakh oleh hadits yang ibnu Abbas yang diriwayatkan oleh bukhari diatas.
Ibnu ‘Abbas Rodhiyallohu ‘anhuma tidaklah menemani Nabi Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam ketika ihrom melainkan ketika di haji Wada’. Sedangkan hadits

أَفْطَرَ الْحَاجِمُ وَالْمَحْجُومُ

Artinya: “Batal puasanya orang yang membekam dan yang dibekam”, maka dia terjadi pada Fathul Makkah (hari pembebasan Makkah).
Dan yang menguatkan tentang itu adalah apa yang dikatakan oleh Ibnul Bathol Rohimahulloh, beliau berkata di dalam “Syarhu Shohihil Bukhoriy” (4/81):

والفتح كان فى سنة ثمان، وحجة الوداع سنة عشر، فخبر ابن عباس متأخر ينسخ المتقدم”.

Artinya: “Dan Fathul Makkah terjadi pada tahun ke 8 (delapan), dan haji Wadda’ pada tahun ke 10 (sepuluh), dan khobar Ibnu ‘Abbas adalah terakhir dan menghapus yang terdahulu”.
Ibnul Bathol Rohimahulloh berkata di dalam “Syarhu Shohihil Bukhoriy” (4/81):
وأما الحجامة للصائم: فجمهور الصحابة والتابعين والفقهاء على أنه لا تفطره”.
Artinya: “Adapun berbekam bagi orang yang berpuasa maka (telah berpendapat) jumhur (kebanyakan) para shohabat, tabi’in (murid-murid para shohabat) dan para ahli fiqih bahwasanya dia tidak membatalkan puasa”.
Abu Hanifah dan para pengikutnya berkata:

إِنِ احْتَجَمَ الصَّائِمُ لَمْ يَضُرُّهُ شَيْءٌ”.

Artinya: “Jika orang yang berpuasa berbekam maka tidak memudhorotkan (puasa)nya sedikitpun”. (Al-Istidzkar: 3/326).
Oleh karena itu kita kuatkan kembali bahwa boleh bagi seorang yang berpuasa untuk berbekam dan itu tidak membatalkan puasanya.
Akan tetapi, jika memberikan mudhorat pada tubuh seperti menjadikan lemas dan lemah dalam puasa maka bekam pada saat itu tidak boleh dilakukan, karena sebab larangan hadits pertama adalah dikarenakan menjadikan seorang lemah dan lemas dalam puasa. Wallahu A'lam

Tidak ada komentar:

Posting Komentar