Jumat, 14 Februari 2020

173 PERMASALAHAN SEPUTAR PUASA DAN I'TIKAF (98-99)


98.   Kapan Lailatul Qodar Datang?
Semuanya sepakat bahwa lailatul qadar terdapat pada bulan Ramadhan yaitu di 10 hari terakhir Bulan Ramadhon.  sebagaimana yang dijelaskan oleh Rasulullah Shollallahu 'Alaihi Wasallam didalam hadisnya:
وحَدَّثَنِي حَرْمَلَةُ بْنُ يَحْيَى أَخْبَرَنَا ابْنُ وَهْبٍ أَخْبَرَنِي يُونُسُ عَنْ ابْنِ شِهَابٍ أَخْبَرَنِي سَالِمُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ أَنَّ أَبَاهُ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ لِلَيْلَةِ الْقَدْرِ إِنَّ نَاسًا مِنْكُمْ قَدْ أُرُوا أَنَّهَا فِي السَّبْعِ الْأُوَلِ وَأُرِيَ نَاسٌ مِنْكُمْ أَنَّهَا فِي السَّبْعِ الْغَوَابِرِ فَالْتَمِسُوهَا فِي الْعَشْرِ الْغَوَابِرِ
Artinya: Beberapa orang di antara kalian telah bermimpi bahwa Lailatul Qadr itu terdapat pada tujuh malam yg awal, sedangkan yg lain bermimpi terdapat pada tujuh malam terakhir (dari Ramadlan). Maka carilah ia pada sepuluh yg akhir. (H.R Muslim No 1988).
Rasulullah Shollallahu 'Alaihi Wasallam juga bersabda:
وحَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ الْمُثَنَّى حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ جَعْفَرٍ حَدَّثَنَا شُعْبَةُ عَنْ جَبَلَةَ قَالَ سَمِعْتُ ابْنَ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا يُحَدِّثُ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ قَالَ مَنْ كَانَ مُلْتَمِسَهَا فَلْيَلْتَمِسْهَا فِي الْعَشْرِ الْأَوَاخِرِ
Artinya: Siapa yg ingin mencari (Lailatul Qadr), maka hendaklah ia mencarinya pada sepuluh akhir Ramadlan. . (H.R Muslim No 1990).
Akan tetapi, para ulama berbeda pendapat didalam hari keberapanya secara pasti?
Al-Hafidz Ibnu Hajar: "Para ulama berselisih pendapat dalam menentukan lailatul qadar dengan perselisihan yang sangat banyak. Setelah kami himpun, ternyata pendapat mereka mencapai lebih dari empat puluh pendapat" (Fathul Baari (IV/309))
Diantara pendapat-perndapat tersebut adalah:
1.    Lailatul qadar terdapat pada malam ganjil di sepuluh malam terkahir, berdasarkan sabda Nabi Shollallahu 'Alaihi Wasallam:
عن ابن عمر رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ : رَأَى رَجُلٌ أَنَّ لَيْلَةَ الْقَدْرِ لَيْلَةُ سَبْعٍ وَعِشْرِينَ فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : أَرَى رُؤْيَاكُمْ فِي الْعَشْرِ الأَوَاخِرِ فَاطْلُبُوهَا فِي الْوِتْرِ مِنْهَا  .
Artinya: Seseorang bermimpi bahwa lailatul qadar terjadi pada malam kedua puluh tujuh. Maka Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam bersabda, "Aku melihat mimpi kalian bertemu pada sepuluh hari terakhir, maka hendaklah ia mencarinya (lailatul Qadar) pada malam-malam ganjil." (HR. Muslim No 1987)
Dan Rasulullah Shollallahu 'Alaihi Wasallam bersabda:
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ قَالَ عُمَرُ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ كَانَ مِنْكُمْ مُلْتَمِسًا لَيْلَةَ الْقَدْرِ فَلْيَلْتَمِسْهَا فِي الْعَشْرِ الأَوَاخِرِ وِتْرًا
Artinya: Barangsiapa ingin mencarinya (lailatul qadar), hendaklah ia mencarinya pada malam kedua puluh tujuh. (HR. Ahmad no 281, dishahihkan Al-Albani, syekh ahmad syakir berkata dalam musnadnya 1/292 sanadnya shohih)
2.    Lailatul qadar terdapat pada malam 21 Ramadhan, Hal ini dijelaskan oleh Rasulullah Shollallahu 'Alaihi Wasallam:
عَنْ أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ : إِنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اعْتَكَفَ الْعَشْرَ الأَوَّلَ مِنْ رَمَضَانَ ، ثُمَّ اعْتَكَفَ الْعَشْرَ الأَوْسَطَ فِي قُبَّةٍ تُرْكِيَّةٍ عَلَى سُدَّتِهَا حَصِيرٌ ، قَالَ : فَأَخَذَ الْحَصِيرَ بِيَدِهِ فَنَحَّاهَا فِي نَاحِيَةِ الْقُبَّةِ ثُمَّ أَطْلَعَ رَأْسَهُ فَكَلَّمَ النَّاسَ فَدَنَوْا مِنْهُ فَقَالَ : إِنِّي اعْتَكَفْتُ الْعَشْرَ الأَوَّلَ أَلْتَمِسُ هَذِهِ اللَّيْلَةَ ، ثُمَّ اعْتَكَفْتُ الْعَشْرَ الأَوْسَطَ ، ثُمَّ أُتِيتُ فَقِيلَ لِي إِنَّهَا فِي الْعَشْرِ الأَوَاخِرِ ، فَمَنْ أَحَبَّ مِنْكُمْ أَنْ يَعْتَكِفَ فَلْيَعْتَكِفْ فَاعْتَكَفَ النَّاسُ مَعَهُ ، قَالَ : وَإِنِّي أُريْتُهَا لَيْلَةَ وِتْرٍ وَإِنِّي أَسْجُدُ صَبِيحَتَهَا فِي طِينٍ وَمَاءٍ ، فَأَصْبَحَ مِنْ لَيْلَةِ إِحْدَى وَعِشْرِينَ وَقَدْ قَامَ إِلَى الصُّبْحِ فَمَطَرَتْ السَّمَاءُ ، فَوَكَفَ الْمَسْجِدُ ، فَأَبْصَرْتُ الطِّينَ وَالْمَاءَ ، فَخَرَجَ حِينَ فَرَغَ مِنْ صَلاةِ الصُّبْحِ وَجَبِينُهُ وَرَوْثَةُ أَنْفِهِ فِيهِمَا الطِّينُ وَالْمَاءُ ، وَإِذَا هِيَ لَيْلَةُ إِحْـدَى وَعِشْرِينَ مِنْ الْعَشْرِ الأَوَاخِرِ  
Artinya:  Dari abu said radhiyallahu anhu beliau berkata: sesungguhnya Rasulullah Shollallahu 'Alaihi Wasallam Bersabda: Aku telah I'tikaf sejak sepuluh awal bulan untuk mendapatkan Lailatul Qadr, kemudian sepuluh yg pertengahan. Kemudian dikatakan kepadaku bahwa Lailatul Qadr itu terdapat pada sepuluh akhir Ramadlan. Karena itu, siapa yg suka I'tikaf, maka silahkan. Maka para sahabat pun ikut I'tikaf bersama-sama dgn beliau. Dan beliau juga bersabda: Aku bermimpi melihat Lailatul Qadr di malam ganjil, yg pada pagi harinya aku sujud di tanah yg basah. Memang, pagi-pagi malam kedua puluh satu beliau shalat Shubuh sedangkan hari hujan sehingga masjid tergenang air. Aku melihat tanah & air. Setelah selesai shalat Shubuh, Nabi keluar, sedangkan di kening & hidungnya ada tanah basah. Malam itu adl malam ke dua puluh satu dari sepuluh yg akhir bulan Ramadlan. (H.R Bukhari no 2018, muslim no 1994, nasa'I no 1339, abu daud no 1174, ahmad no 10757 dan malik no 611 )
Istifadah:
Syaikh Abu Malik berkata, " Yang jelas, menurutku, lailatul qadar terdapat pada malam-malam ganjil di sepuluh hari terkahir Ramadhan dan berpindah-pindah di malam-malam tersebut, tidak khusus hanya pada malam 27 saja..... Buktinya Nabi pernah mendapati lailatul qadar terjadi pada malam ke 21, sebagaimana disebutkan dalam Hadits Abu Said.
3.    Lailatul qadar terdapat pada malam ke 23 Ramadhon, Rasulullah Shollallahu 'Alaihi Wasallam bersabda:
و حَدَّثَنَا سَعِيدُ بْنُ عَمْرِو بْنِ سَهْلِ بْنِ إِسْحَقَ بْنِ مُحَمَّدِ بْنِ الْأَشْعَثِ بْنِ قَيْسٍ الْكِنْدِيُّ وَعَلِيُّ بْنُ خَشْرَمٍ قَالَا حَدَّثَنَا أَبُو ضَمْرَةَ حَدَّثَنِي الضَّحَّاكُ بْنُ عُثْمَانَ وَقَالَ ابْنُ خَشْرَمٍ عَنْ الضَّحَّاكِ بْنِ عُثْمَانَ عَنْ أَبِي النَّضْرِ مَوْلَى عُمَرَ بْنِ عُبَيْدِ اللَّهِ عَنْ بُسْرِ بْنِ سَعِيدٍ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ أُنَيْسٍ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ أُرِيتُ لَيْلَةَ الْقَدْرِ ثُمَّ أُنْسِيتُهَا وَأَرَانِي صُبْحَهَا أَسْجُدُ فِي مَاءٍ وَطِينٍ قَالَ فَمُطِرْنَا لَيْلَةَ ثَلَاثٍ وَعِشْرِينَ فَصَلَّى بِنَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَانْصَرَفَ وَإِنَّ أَثَرَ الْمَاءِ وَالطِّينِ عَلَى جَبْهَتِهِ وَأَنْفِهِ قَالَ وَكَانَ عَبْدُ اللَّهِ بْنُ أُنَيْسٍ يَقُولُ ثَلَاثٍ وَعِشْرِينَ
Artinya: Aku diperlihatkan Lailatul Qadr, kemudian aku lupa. Dan esok paginya aku sujud di tanah yg basah. Abdullah bin Unais berkata; Kemudian turun hujan pada malam ke dua puluh tiga & Rasulullah shalat bersama kami. Kemudian beliau pulang & terlihat bekas tanah basah di dahi & hidung beliau. Abdullah bin Unais juga berkata, Itu adl malam kedua puluh tiga. . (H.R Muslim No 1997).
Dan Rasulullah Shollallahu 'Alaihi Wasallam bersabda:
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ أُنَيْسٍ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ : أُرِيتُ لَيْلَةَ الْقَدْرِ ثُمَّ أُنْسِيتُهَا ، وَأَرَانِي صُبْحَهَا أَسْجُدُ فِي مَاءٍ وَطِينٍ ، قَالَ : فَمُطِرْنَا لَيْلَةَ ثَلاثٍ وَعِشْرِينَ ، فَصَلَّى بِنَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَانْصَرَفَ وَإِنَّ أَثَرَ الْمَاءِ وَالطِّينِ عَلَى جَبْهَتِهِ وَأَنْفِهِ ؛ وَكَانَ عَبْدُ اللَّهِ بْنُ أُنَيْسٍ يَقُولُ ثَلاثٍ وَعِشْرِينَ
Artinya: Dari Abdullah bin Unais Al-Juhani RA bahwasanya Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam    bersabda, “Diperlihatkan kepadaku (dalam mimpi) lailatul qadar namun aku kemudian terlupa. Aku juga masih ingat dalam mimpiku aku sujud di waktu shalat Subuh di atas lumpur dan air.” Abdullah bin Unais berkata: “Pada malam kedua puluh tiga, hujan turun kepada kami. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam    mengimami kami shalat Subuh. Usai shalat, bekas lumpur dan air membekas pada dahi dan batang hidung beliau Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam   .”  Abdullah bin Unais berkata: “Malam itu adalah malam kedua puluh tiga.” (HR. Muslim no. 1997 dan Ahmad no. 15467)
Rasulullah Shollallahu 'Alaihi Wasallam bersabda pula:
وعَنْ ابنِ عَباسٍ رَضيَ الله عَنْهُما قَالَ: «أُتِيْتُ وأَنا نَائِمٌ في رَمَضَانَ فَقيلَ لي: إِنَّ الَّليلةَ لَيْلَةُ القَدْرِ، قَالَ: فَقُمْتُ وَأَنا نَاعِسٌ فَتَعَلَّقْتُ بِبَعْضِ أَطْنَابِ فُسْطَاطِ رَسُولِ الله صلى الله عليه وسلم  فَأَتَيْتُ رَسُولَ الله صلى الله عليه وسلم  فَإِذَا هُوَ يُصَلي، قَالَ: فَنَظَرْتُ في تِلْكَ الَّليْلَةِ فَإِذا هِيَ لَيْلَةُ ثَلاثٍ وعِشرينَ»
Artinya: Dari Ibnu Abbas RA berkata, “Dalam mimpiku pada suatu malam di bulan Ramadhan, aku didatangi (oleh malaikat) yang berkata: ‘Malam ini adalah lailatul qadar’. Aku pun terbangun sambil terkantuk-kantuk, sehingga aku berpegangan pada tiang tenda Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam   . Aku mendatangi Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam    yang saat itu tengah mengerjakan shalat. Aku menghitung malam itu, ternyata adalah malam kedua puluh tiga.”(HR. Ahmad, Ibnu Abi Syaibah, dan Ath-Thabarani. Imam Al-Haitsami dalam Majmauz Zawaid, 3/76, menulis: “Seluruh perawi Ahmad adalah para perawi Shahih Bukhari)
Istifadah:
 Pendapat ini dipegangi oleh sahabat Ibnu Abbas, Bilal bin Rabah, Aisyah, dan Abdullah bin Unais Al-Juhani. Pendapat ini juga diikuti oleh imam Sa’id bin Musayyib. Pendapat ini didukung oleh hadits berikut ini. 
4.    Lailatul qadar jatuh pada malan ke 25 Ramadhan sebagaimana yang ada dalam hadits Rasulullah Shollallahu 'Alaihi Wasallam:
عَنْ مُعَاذِ بْنِ جَبَلٍ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ سُئِلَ عَنْ لَيْلَةِ الْقَدْرِ ؟ فَقَالَ : هِيَ فِي الْعَشْرِ الأَوَاخِرِ أَوْ فِي الْخَامِسَةِ أَوْ فِي الثَّالِثَةِ   .
Artinya: Ia di sepuluh terakhir, pada malam kelima atau ketiga. )H.R ahmad no 21032, dishohihkan oleh syekh al-bani didalam shohih al-jami'  hadits no 5471 (.
Dan Sabda Rasulullah Shollallahu 'Alaihi Wasallam:
عَنْ وَاثِلَةَ بْنِ الأَسْقَع رضي الله عنه أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ : أُنْزِلَتْ صُحُفُ إِبْرَاهِيم فِي أَوَّلِ لَيْلَةٍ مِنْ رَمَضَانَ ، وَأُنْزِلَتْ التَّوْرَاةُ لِسِتٍّ مَضَيْنَ مِنْ رَمَضَانَ ، وَالإِنْجِيلُ لِثَلاثَ عَشْرَةَ خَلَتْ مِنْ رَمَضَانَ ، وَأُنْزِلَ الْقُرْآنُ لأَرْبَعٍ وَعِشْرِينَ خَلَتْ مِنْ رَمَضَانَ
Dari Watsilah bin Al-Asqa’ RA bahwasanya Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam    bersabda, “Shuhuf Ibrahim diturunkan pada malam pertama Ramadhan, Taurat diturunkan pada malam keenam Ramadhan, Injil diturunkan pada malam ketiga belas Ramadhan, dan Al-Qur’an diturunkan pada malam kedua puluh empat Ramadhan.” (HR. Ahmad no. 16370, Ibnu Jarir Ath-Thabari, Muhammad bin Nashr Al-Marwazi, Ibnu Abi Hatim, Ath-Thabarani, dan Al-Baihaqi dalam Syu’abul Iman. Dinyatakan hasan oleh Al-Albani dalam Shahih Jami’ Shaghir no. 1497)
5.    Lailatul qadar jatuh pada malan ke 27 Ramadhan. Ini pendapat sekelompok Shahabat. Bahkan Ubay bin Kaab memastikannya dan berani bersumpah lailatul qadar jatuh pada malam 27, sebagaimana tertera dalam hadits riwayat Muslim no 762.
Didalam hadits lain juga dijelaskan bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam   bersabda:
حَدَّثَنَا عُبَيْدُ اللَّهِ بْنُ مُعَاذٍ، حَدَّثَنَا أَبِي، أَخْبَرَنَا شُعْبَةُ، عَنْ قَتَادَةَ، أَنَّهُ سَمِعَ مُطَرِّفًا، عَنْ مُعَاوِيَةَ بْنِ أَبِي سُفْيَانَ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي لَيْلَةِ الْقَدْرِ قَالَ: «لَيْلَةُ الْقَدْرِ لَيْلَةُ سَبْعٍ وَعِشْرِينَ»
Artinya: Dari Mu’awiyah bin Abu Sufyan radhiyallahu ‘anhuma, dari Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam, beliau berkata mengenai lailatul qadar itu terjadi pada malam ke-27 (H.R Abu Daud no 1386, dishohihkan oleh syekh al-bani dalam shohihul jami' hadits no 5474)
Dan Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam   bersabda:
حَدَّثَنَا زَيْدُ بْنُ الْحُبَابِ حَدَّثَنَا مُعَاوِيَةُ بْنُ صَالِحٍ حَدَّثَنِي أَبُو الزَّاهِرِيَّةِ عَنْ جُبَيْرِ بْنِ نُفَيْرٍ عَنْ أَبِي ذَرٍّ قَالَ قُمْنَا مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَيْلَةَ ثَلَاثٍ وَعِشْرِينَ فِي شَهْرِ رَمَضَانَ إِلَى ثُلُثِ اللَّيْلِ الْأَوَّلِ ثُمَّ قَالَ لَا أَحْسَبُ مَا تَطْلُبُونَ إِلَّا وَرَاءَكُمْ ثُمَّ قُمْنَا مَعَهُ لَيْلَةَ خَمْسٍ وَعِشْرِينَ إِلَى نِصْفِ اللَّيْلِ ثُمَّ قَالَ لَا أُحْسَبُ مَا تَطْلُبُونَ إِلَّا وَرَاءَكُمْ فَقُمْنَا مَعَهُ لَيْلَةَ سَبْعٍ وَعِشْرِينَ حَتَّى أَصْبَحَ وَسَكَتَ
Artinya: Aku tak menimbang apa yg kalian minta kecuali apa yg terjadi di belakang kalian nanti. Lalu kami mengerjakan shalat lagi di malam dua puluh lima hingga tengah malam, beliau bersabda: Aku tak menimbang apa yg kalian minta kecuali apa yg terjadi di belakang kalian nanti. Kemudian kami melaksanakannya di malam kedua puluh tujuh hingga subuh & beliau terdiam. (H.R Ahmad No 20585)
6.    Lailatul qadar jatuh pada malan ke 29 Ramadhan, hal ini sebagaimana yang diterangkan didalam hadits Rasulullah Shollallahu 'Alaihi Wasallam:
عن عُبَادَة بْنُ الصَّامِتِ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ خَرَجَ يُخْبِرُ بِلَيْلَةِ الْقَدْرِ فَتَلاحَى رَجُلانِ مِنْ الْمُسْلِمِينَ، فَقَالَ : إِنِّي خَرَجْتُ لأُخْبِرَكُمْ بِلَيْلَةِ الْقَدْرِ ، وَإِنَّهُ تَلاحَى فُلانٌ وَفُلانٌ فَرُفِعَتْ ، وَعَسَى أَنْ يَكُونَ خَيْرًا لَكُمْ ، الْتَمِسُوهَا فِي السَّبْعِ وَالتِّسْعِ وَالْخَمْسِ
Artinya: Dari Ubadah bin Shamit RA bahwasanya RAsulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam    keluar untuk memberitahukan lailatul qadar, namun ada dua orang dari kaum muslimin yang bertengkar. Maka beliau Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam bersabda, “Sesungguhnya aku keluar untuk memberitahukan kepada kalian lailatul qadar. Namun si fulan dan si fulan justru cekcok, sehingga pengetahuan tentang lailatul qadar telah diangkat dariku. Boleh jadi hal itu lebih baik bagi kalian. Maka carilah lailatul qadar pada malam dua puluh tujuh, dua puluh sembilan, dan dua puluh lima.” (HR. Bukhari no. 49, Malik no. 615 dan Ad-Darimi no. 1715) 
7.     Lailatul qadar jatuh pada malan ke 30 Ramadhan, Rasulullah Shollallahu 'Alaihi Wasallam bersabda:
عَنْ مُعَاوِيَةَ بنِ أَبي سُفيانَ رضي الله عنه قَالَ: قَالَ رَسُولُ الله صلى الله عليه وسلم  : «التَمِسُوا لَيْلَةَ القَدْرِ في آخِرِ لَيْلَةٍ»
Artinya: Dari Mu’awiyah bin Abi Sufyan RA berkata: Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam    bersabda, “Carilah lailatul qadar pada malam terakhir Ramadhan!” (HR. Muhammad bin Nashr Al-Marwazi dalam kitab Ash-Shalat dan Ibnu Khuzaimah no. 2189. Dishahihkan oleh Al-Albani dalam Silsilah Al-Ahadits Ash-Shahihah no. 1471 dan Shahih Jami’ Shaghir no. 1238)
Catatan: Ini bisa bermakna, malam ke 29 atau ke 30. karena kadang-kadang bulan ramadhan hanya 29 hari, juga kadang-kadang genap 30 hari.
8.    Lailatul qadar jatuh pada malan ke 28 Ramadhan, sebagaimana didalam hadits Rasulullah Shollallahu 'Alaihi Wasallam:
عَنْ جُبَيْرِ بْنِ نُفَيْرٍ عَنْ أَبِي ذَرٍّ قَالَ : صُمْنَا مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ رَمَضَانَ فَلَمْ يَقُمْ بِنَا شَيْئًا مِنْ الشَّهْرِ حَتَّى إِذَا كَانَ لَيْلَةُ أَرْبَعٍ وَعِشْرِينَ قَامَ بِنَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ حَتَّى كَادَ أَنْ يَذْهَبَ ثُلُثُ اللَّيْلِ ، فَلَمَّا كَانَتْ اللَّيْلَةُ الَّتِي تَلِيهَا لَمْ يَقُمْ بِنَا فَلَمَّا كَانَتْ لَيْلَةُ سِتٍّ وَعِشْرِينَ قَامَ بِنَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ حَتَّى كَادَ أَنْ يَذْهَبَ شَطْرُ اللَّيْلِ ، قَالَ قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ لَوْ نَفَّلْتَنَا بَقِيَّةَ لَيْلَتِنَا هَذِهِ قَالَ لا إِنَّ الرَّجُلَ إِذَا قَامَ مَعَ الإِمَامِ حَتَّى يَنْصَرِفَ حُسِبَ لَهُ قِيَامُ لَيْلَةٍ فَلَمَّا كَانَتْ اللَّيْلَةُ الَّتِي تَلِيهَا لَمْ يَقُمْ بِنَا ، فَلَمَّا أَنْ كَانَتْ لَيْلَةُ ثَمَانٍ وَعِشْرِينَ جَمَعَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَهْلَهُ وَاجْتَمَعَ لَهُ النَّاسُ فَصَلَّى بِنَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ حَتَّى كَادَ يَفُوتُنَا الْفَلاحُ ، قَالَ قُلْتُ : وَمَا الْفَلاحُ ؟ قَالَ : السُّحُورُ ، ثُمَّ لَمْ يَقُمْ بِنَا يَا ابْنَ أَخِي شَيْئًا مِنْ الشَّهْر.
Artinya: Dari Jubair bin Nufair dari Abu Dzar Al-Ghifari RA berkata: “Kami melakukan shaum Ramadhan bersama Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam   . Sejak awal Ramadhan beliau belum pernah melakukan shalat malam (tarawih dan witir) berjama’ah dengan kami. Pada malam kedua puluh empat, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam    mengimami kami shalat malam sampai hampir sepertiga malam pertama berlalu. Pada malam berikutnya, beliau Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam    tidak melakukan shalat malam bersama kami. Pada malam kedua puluh enam, beliau Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam    melakukan shalat malam berjama’ah dengan kami sehingga hampir setengah malam berlalu. Aku (Abu Dzar RA) bertanya, “Wahai Rasulullah, apa tidak sebaiknya Anda menghabiskan sisa malam ini dengan shalat malam bersama kami?” Beliau Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam    menjawab, “Tidak perlu. Jika seseorang telah melakukan shalat malam bersama imam sampai imam selesai, maka dicatat baginya telah shalat semalam suntuk.” Pada malam berikutnya, beliau tidak melakukan shalat malam bersama kami. PAda malam kedua puluh delapan, beliau Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam  mengumpulkan seluruh keluarganya dan orang-orang juga berkumpul. Maka pada malam itu beliau kembali melakukan shalat malam (semalam penuh) sampai kami hampir kehilangan waktu kemenangan.”
Jubair bin Nufair bertanya, “Apakah waktu kemenangan itu?”
Abu Dzar menjawab, “Yaitu makan sahur. Wahai anak saudaraku, setelah itu sampai akhir bulan Ramadhan, beliau tidak melakukan shalat malam bersama kami lagi.”
(HR. Ahmad no. 20450. Sanadnya shahih)
9.   Lailatul qadar jatuh pada malan ke 26 Ramadhan, Rasulullah Shollallahu 'Alaihi Wasallam bersabda:
صُمْنَا مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ رَمَضَانَ فَلَمْ يَقُمْ بِنَا النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ حَتَّى بَقِيَ سَبْعٌ مِنْ الشَّهْرِ فَقَامَ بِنَا حَتَّى ذَهَبَ نَحْوٌ مِنْ ثُلُثِ اللَّيْلِ ، ثُمَّ كَانَتْ سَادِسَةٌ فَلَمْ يَقُمْ بِنَا ، فَلَمَّا كَانَتْ الْخَامِسَةُ قَامَ بِنَا حَتَّى ذَهَبَ نَحْوٌ مِنْ شَطْرِ اللَّيْلِ ، قُلْنَا : يَا رَسُولَ اللَّهِ لَوْ نَفَلْتَنَا قِيَامَ هَذِهِ اللَّيْلَةِ ، قَالَ : إِنَّ الرَّجُلَ إِذَا صَلَّى مَعَ الإِمَامِ حَتَّى يَنْصَرِفَ حُسِبَ لَهُ قِيَامُ لَيْلَةٍ ، قَالَ ثُمَّ كَانَتْ الرَّابِعَةُ فَلَمْ يَقُمْ بِنَا ، فَلَمَّا بَقِيَ ثُلاثٌ مِنْ الشَّهْرِ أَرْسَلَ إِلَى بَنَاتِهِ وَنِسَائِهِ وَحَشَدَ النَّاسَ فَقَامَ بِنَا حَتَّى خَشِينَا أَنْ يَفُوتَنَا الْفَلاحُ ثُمَّ لَمْ يَقُمْ بِنَا شَيْئًا مِنْ الشَّهْرِ .
Artinya: “Kami melakukan shaum Ramadhan bersama Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam. Selama itu, beliau Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam    tidak mengimami kami shalat malam. Sampai  akhirnya tersisa tujuh hari, maka beliau mengimami kami shalat malam sehingga berlalu waktu sepertiga malam. Lalu tersisa enam hari, namun beliau tidak mengimami kami shalat malam. Ketika malam kelima dari malam yang terakhir, beliau mengimami kami shalat sehingga berlalu setengah waktu malam. Kami berkata: “Wahai Rasulullah, apakah tidak sebaiknya Anda mengimami kami semalam suntuk pada malam ini?” Beliau menjawab, “Jika seseorang melakukan shalat malam bersama imam sampai imam selesai, maka telah dicatat baginya shalat satu malam suntuk.” Lalu datanglah malam keempat dari malam yang terakhir, beliau tidak mengimami kami shalat malam. Ketika tiba tiga malam terakhir, beliau menyuruh anak-anak perempuan dan istri-istri beliau (untuk berkumpul shalat malam). Beliau juga mengerahkan masyarakat (untuk shalat malam). Maka beliau mengimami kami shalat malam sampai kami khawatir luput dari kemenangan (makan sahur). Setelah itu sampai akhir bulan, beliau tidak mengimami shalat malam lagi.” (HR. An-Nasai no. 1347, At-Tirmidzi no. 734, Abu Daud no. 1167, Ibnu Majah no. 1317, dan Ad-Darimi no. 1713. Dishahihkan oleh Al-Albani dalam Shahih Sunan An-Nasai)
10.   Lailatul qadar jatuh pada malan ke 24 Ramadhan, Rasulullah Shollallahu 'Alaihi Wasallam bersabda:
عَنْ وَاثِلَةَ بْنِ الأَسْقَع ِرضي الله عنه أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ : أُنْزِلَتْ صُحُفُ إِبْرَاهِيمَ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي أَوَّلِ لَيْلَةٍ مِنْ رَمَضَانَ ، وَأُنْزِلَتْ التَّوْرَاةُ لِسِتٍّ مَضَيْنَ مِنْ رَمَضَانَ ، وَالإِنْجِيلُ لِثَلاثَ عَشْرَةَ خَلَتْ مِنْ رَمَضَانَ ، وَأُنْزِلَ الْفُرْقَانُ لأَرْبَعٍ وَعِشْرِينَ خَلَتْ مِنْ رَمَضَانَ .
Artinya: Dari Watsilah bin Al-Asqa’ RA bahwasanya Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam    bersabda, “Shuhuf Ibrahim diturunkan pada malam pertama Ramadhan, Taurat diturunkan pada malam keenam Ramadhan, Injil diturunkan pada malam ketiga belas Ramadhan, dan Al-Qur’an diturunkan pada malam kedua puluh empat Ramadhan.” (HR. Ahmad no. 16370, Ibnu Jarir Ath-Thabari, Muhammad bin Nashr Al-Marwazi, Ibnu Abi Hatim, Ath-Thabarani, dan Al-Baihaqi dalam Syu’abul Iman)
Dan Rasulullah Shollallahu 'Alaihi Wasallam bersabda:
عن ابْن عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ : قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ هِيَ فِي الْعَشْرِ الأَوَاخِرِ هِيَ فِي تِسْعٍ يَمْضِينَ أَوْ فِي سَبْعٍ يَبْقَيْنَ يَعْنِي لَيْلَةَ الْقَدْرِ ؛ وَعَنْ خَالِدٍ عَنْ عِكْرِمَةَ عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ : الْتَمِسُوا فِي أَرْبَعٍ وَعِشْرِينَ ))
Artinya: Dari Ibnu Abbas RA berkata: Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam    bersabda, “Lailatul qadar terjadi pada sepuluh malam yang terakhir, yaitu setelah sembilan malam berlalu atau pada tujuh malam yang tersisa.” Dari Khalid dari Ikrimah dari Ibnu Abbas berkata: “Carilah lailatul qadar pada malam kedua puluh empat!” (HR. Bukhari no. 2024, Abu Daud no. 1173, dan Ahmad no. 1948)
Didalam hadits lain diebutkan:
عَنْ بِلالٍ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَيْلَةُ الْقَدْرِ لَيْلَةُ أَرْبَعٍ وَعِشْرِينَ
Artinya: Dari Bilal RA bahwasanya Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam    bersabda, “Lailatul qadar adalah malam kedua puluh empat.” (HR. Ahmad no. 2765 dan Ath-Thabarani dalam Al-Mu’jam Al-Kabir, 1/360. Imam Al-Haitsami dalam Majmauz Zawaid, 3/176, menyatakan hadits ini hasan)
11.   Lailatul qadar jatuh pada malan ke 22 Ramadhan, Rasulullah Shollallahu 'Alaihi Wasallam bersabda:
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ الْمُثَنَّى وَأَبُو بَكْرِ بْنُ خَلَّادٍ قَالَا حَدَّثَنَا عَبْدُ الْأَعْلَى حَدَّثَنَا سَعِيدٌ عَنْ أَبِي نَضْرَةَ عَنْ أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ اعْتَكَفَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْعَشْرَ الْأَوْسَطَ مِنْ رَمَضَانَ يَلْتَمِسُ لَيْلَةَ الْقَدْرِ قَبْلَ أَنْ تُبَانَ لَهُ فَلَمَّا انْقَضَيْنَ أَمَرَ بِالْبِنَاءِ فَقُوِّضَ ثُمَّ أُبِينَتْ لَهُ أَنَّهَا فِي الْعَشْرِ الْأَوَاخِرِ فَأَمَرَ بِالْبِنَاءِ فَأُعِيدَ ثُمَّ خَرَجَ عَلَى النَّاسِ فَقَالَ يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّهَا كَانَتْ أُبِينَتْ لِي لَيْلَةُ الْقَدْرِ وَإِنِّي خَرَجْتُ لِأُخْبِرَكُمْ بِهَا فَجَاءَ رَجُلَانِ يَحْتَقَّانِ مَعَهُمَا الشَّيْطَانُ فَنُسِّيتُهَا فَالْتَمِسُوهَا فِي الْعَشْرِ الْأَوَاخِرِ مِنْ رَمَضَانَ الْتَمِسُوهَا فِي التَّاسِعَةِ وَالسَّابِعَةِ وَالْخَامِسَةِ قَالَ قُلْتُ يَا أَبَا سَعِيدٍ إِنَّكُمْ أَعْلَمُ بِالْعَدَدِ مِنَّا قَالَ أَجَلْ نَحْنُ أَحَقُّ بِذَلِكَ مِنْكُمْ قَالَ قُلْتُ مَا التَّاسِعَةُ وَالسَّابِعَةُ وَالْخَامِسَةُ قَالَ إِذَا مَضَتْ وَاحِدَةٌ وَعِشْرُونَ فَالَّتِي تَلِيهَا ثِنْتَيْنِ وَعِشْرِينَ وَهِيَ التَّاسِعَةُ فَإِذَا مَضَتْ ثَلَاثٌ وَعِشْرُونَ فَالَّتِي تَلِيهَا السَّابِعَةُ فَإِذَا مَضَى خَمْسٌ وَعِشْرُونَ فَالَّتِي تَلِيهَا الْخَامِسَةُ و قَالَ ابْنُ خَلَّادٍ مَكَانَ يَحْتَقَّانِ يَخْتَصِمَانِ
Artinya: telah dijelaskan kepadaku tentang Lailatul Qadr, & kau keluar untuk memberitahukan kepada kalian tentang hal itu. Namun kemudian datang dua orang yg sama-sama mengaku benar sedangkan mereka ditemani oleh syetan. Sehingga Lailatul Qadr terlupakan olehku. Maka carilah Lailatul Qadr pada sepuluh malam terakhir di bulan Ramadlan, carilah Lailatul Qadr pada malam kesembilan, ketujuh & kelima (dalam sepuluh malam terakhir itu). Seseorang berkata, Wahai Abu Sa'id! Kamu tentu lebih tahu bilangan itu dari pada kami. Abu Sa'id menjawab, Tentu, kami lebih mengetahui tentang hal itu daripada kalian. Orang itu bertanya lagi, Apa yg dimaksud dgn malam ke sembilan, ketujuh & kelima? ia menjawab, Jika malam kedua puluh satu telah lewat, maka yg berikutnya adl malam ke dua puluh dua, & itulah yg dimaksud dgn malam ke sembilan. Dan apabila malam ke dua puluh tiga telah berlalu, maka berikutnya adalah malam ke tujuh, & jika malam ke dua puluh lima telah berlalu, maka berikutnya adalah malam ke lima. Dalam riwayat lain Ibnu Khallad berkata Redaksi keduanya sama-sama mengaku benar seharusnya keduanya bersengketa. . (H.R Muslim No 1996)
YANG ROJIH:
            Dan setelah kita mencermati dalil-dali diatas maka Pendapat yang terkuat adalah yang mengatakan bahwa lailatul qadar terdapat di sepuluh hari terakhir dari bulan Ramadhan. Inilah pendapat yang paling mendekati kebenaran .
            Tidak ada batasan tertentu dalam permasalahan ini akan tetapi Allah Subuhanahu Wata'ala menyembunyikannya. untuk menjadi hikmah bagi hambaNya.
-     Abu Qilabah dan segolongan ulama berpendapat bahwa lailatul qadar itu berpindah-pindah setiap tahunnnya.
Maka oleh karena itu, marilah kita kembali kepada hadits Rasulullah Shollallahu 'Alaihi Wasallam:
وحَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ الْمُثَنَّى حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ جَعْفَرٍ حَدَّثَنَا شُعْبَةُ عَنْ جَبَلَةَ قَالَ سَمِعْتُ ابْنَ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا يُحَدِّثُ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ قَالَ مَنْ كَانَ مُلْتَمِسَهَا فَلْيَلْتَمِسْهَا فِي الْعَشْرِ الْأَوَاخِرِ
Artinya: Siapa yang ingin mencari (Lailatul Qadr), maka hendaklah ia mencarinya pada sepuluh akhir Ramadlan. . (H.R Muslim No 1990).
Dan Rasulullah Shollallahu 'Alaihi Wasallam bersabda:
وحَدَّثَنَا أَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ حَدَّثَنَا عَلِيُّ بْنُ مُسْهِرٍ عَنْ الشَّيْبَانِيِّ عَنْ جَبَلَةَ وَمُحَارِبٍ عَنْ ابْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ تَحَيَّنُوا لَيْلَةَ الْقَدْرِ فِي الْعَشْرِ الْأَوَاخِرِ أَوْ قَالَ فِي التِّسْعِ الْأَوَاخِرِ
Artinya: Carilah Lailatul Qadr pada sepuluh hari terakhir -atau beliau berkata- pada sembilan hari terakhir (dari bulan Ramadlan). . (H.R Muslim No 1991).
Catatan:  Tidak ada pertentangan didalam kedua hadits diatas, semuanya menunjukkan bahwa lalilatul qadar itu terletak dihari terakhir ramadhan. dan bulan ramadhan kadang-kadang berjumlah 30 hari, dan kadang-kadang berjumlah 29 hari. wallahu a'lam.
Istifadah:
Tanda-Tanda Lailatul Qadar
1.    Cuaca malam itu sedang dan anginnya tenang. Diriwayatkan dari Ibnu Abbas, ia berkata, Rasulullah bersabda:
حَدَّثَنَا بُنْدَارٌ، حَدَّثَنِي أَبُو عَامِرٍ، حَدَّثَنَا زَمْعَةُ، عَنْ سَلَمَةَ -هُوَ ابْنُ وَهْرَامَ- عَنْ عِكْرِمَةَ، عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ، عَنِ النَبِيّ - صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ - فِي لَيْلَةِ الْقَدْرِ: "لَيْلَةٌ طَلْقَةٌ لَا حَارَّةٌ، وَلَا بَارِدَةٌ، تُصْبِحُ الشَّمْسُ يَوْمَهَا حَمْرَاءَ ضَعِيفَةً".
Artinya: "Lailatul Qadar adalam malam yang tenang, cerah, tidak panas, dan tidak pula dingin. Pada pagi harinya matahari terbit dengan cahaya yang lemah dan berwarna kemerahan." ( HR. ath-Thayalisi, Ibnu Khuzaiman (2912), al-Bazzar dan Al Baihaqi dalam Syu’abul Iman, lihat Jaami’ul Ahadits 18: 361. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih. Lihat Shahihul Jaami’ no. 5475.)
2.    Ada ketrentaman dan ketenangan pada malam itu yang dibawa turun oleh para malaikat, sehingga manusia merasakan ketrentaman hati, lapang dada dan kelezatan beribadah pada malam itu yang tidak pernah dirasakannya pada malam-malam lainnya.
Al Qurthubi mengatakan bahwa pada malam itu pula para malaikat turun dari setiap langit dan dari sidrotul muntaha ke bumi dan mengaminkan doa-doa yang diucapkan manusia hingga terbit fajar. Para malaikat dan jibril as turun dengan membawa rahmat atas perintah Allah swt juga membawa setiap urusan yang telah ditentukan dan ditetapkan Allah di tahun itu hingga yang akan datang. Lailatul Qodr adalah malam kesejahteraan dan kebaikan seluruhnya tanpa ada keburukan hingga terbit fajar, sebagaimana firman-Nya :
تَنَزَّلُ الْمَلَائِكَةُ وَالرُّوحُ فِيهَا بِإِذْنِ رَبِّهِم مِّن كُلِّ أَمْرٍ ﴿٤﴾ سَلَامٌ هِيَ حَتَّى مَطْلَعِ الْفَجْرِ ﴿٥﴾
Artinya : "Pada malam itu turun malaikat-malaikat dan malaikat Jibril dengan izin Tuhannya untuk mengatur segala urusan. Malam itu (penuh) kesejahteraan sampai terbit fajar." (QS. Al Qodr : 4 – 5)
3.    Sebagian orang melihatnya dalam mimpi, sebagaimana pernah dialami oleh sebagian Shahabat Nabi Shollallahu alaihi wasallam.
حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ يُوسُفَ، أَخْبَرَنَا مَالِكٌ، عَنْ نَافِعٍ، عَنِ ابْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا: أَنَّ رِجَالاً مِنْ أَصْحَابِ النَّبِىِّ - صلى الله عليه وسلم - أُرُوا لَيْلَةَ الْقَدْرِ فِى الْمَنَامِ فِى السَّبْعِ الأَوَاخِرِ ، فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ - صلى الله عليه وسلم - أَرَى رُؤْيَاكُمْ قَدْ تَوَاطَأَتْ فِى السَّبْعِ الأَوَاخِرِ ، فَمَنْ كَانَ مُتَحَرِّيَهَا فَلْيَتَحَرَّهَا فِى السَّبْعِ الأَوَاخِرِ
Artinya: Sesungguhnya sebagian sahabat Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam    bermimpi lailatul qadar terjadi pada tujuh hari terakhir (Ramadhan). Maka Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam    bersabda, "Aku melihat mimpi kalian bertemu pada tujuh malam terakhir, maka barangsiapa yang ingin mencarinya, hendaklah ia mencari pada tujuh malam terakhir." (HR. Bukhari no 2015, Muslim no1165)
4. Pada pagi harinya matahari terbit dengan jernih tanpa memancarkan sinarnya. Diriwayatkan dari Ubay bin Ka'ab, Rasulullah Shollallahu 'Alaihi Wasallam bersabda::
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ مِهْرَانَ الرَّازِيُّ، حَدَّثَنَا الْوَلِيدُ بْنُ مُسْلِمٍ، حَدَّثَنَا الْأَوْزَاعِيُّ، حَدَّثَنِي عَبْدَةُ، عَنْ زِرٍّ، قَالَ: سَمِعْتُ أُبَيَّ بْنَ كَعْبٍ، يَقُولُ: وَقِيلَ لَهُ إِنَّ عَبْدَ اللهِ بْنَ مَسْعُودٍ، يَقُولُ: «مَنْ قَامَ السَّنَةَ أَصَابَ لَيْلَةَ الْقَدْرِ»، فَقَالَ أُبَيٌّ: «وَاللهِ الَّذِي لَا إِلَهَ إِلَّا هُوَ، إِنَّهَا لَفِي رَمَضَانَ، يَحْلِفُ مَا يَسْتَثْنِي، وَوَاللهِ إِنِّي لَأَعْلَمُ أَيُّ لَيْلَةٍ هِيَ، هِيَ اللَّيْلَةُ الَّتِي أَمَرَنَا بِهَا رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِقِيَامِهَا، هِيَ لَيْلَةُ صَبِيحَةِ سَبْعٍ وَعِشْرِينَ، وَأَمَارَتُهَا أَنْ تَطْلُعَ الشَّمْسُ فِي صَبِيحَةِ يَوْمِهَا بَيْضَاءَ لَا شُعَاعَ لَهَا»
Artinya: Ubay (bin Ka'ab) berkata, "Demi Allah yang tiada tuhan melainkan Dia. Sesungguhnya ia terjadi di bulan Ramadhan. Dan demi Allah sesungguhnya aku mengetahui malam itu. Ia adalah malam yang Rasulullah memerintahkan kami untuk qiyamullail, yaitu malam kedua puluh tujuh. Dan sebagai tandanya adalah pada pagi harinya matahari terbit dengan cahaya putih yang tidak bersinar-sinar menyilaukan." (HR. Muslim no 762)

Dzikir yang dibaca ketika datangnya lailatul qadar:
عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَرَأَيْتَ إِنْ عَلِمْتُ أَىُّ لَيْلَةٍ لَيْلَةُ الْقَدْرِ مَا أَقُولُ فِيهَا قَالَ قُولِى اللَّهُمَّ إِنَّكَ عَفُوٌّ كَرِيمٌ تُحِبُّ الْعَفْوَ فَاعْفُ عَنِّى
Artinya: Dari Aisyah ia berkata, "Aku bertanya, 'Ya Rasulullah jika aku mengetahui bahwa malam itu adalah lailatul qadar, apa yang harus aku ucapkan waktu itu?' Rasulullah bersabda, 'Ucapkanlah: Allaahumma innaka 'afuwwun kariim tuhibbul 'afwa fa'fu 'annii (Ya Allah sesungguhnya Engkau Maha Pemaaf lagi Maha Mulia, Engkau Mencintai Pemaafan, maka maafkanlah aku).' (HR. Tirmidzi (3513), Ibnu Majah (3850  ) dishohihkan oleh syekh Al-Albani rahimahullahu ta'ala)
Kenapa dinamakan lailatul qadar?[1]
Pendapat pertama:
 Dinamakan lailatul qadar  karena didalamnya para malaikat menulis taqdir semua hamba allah selama setahun itu, hal ini berdasarkan firman Allah azza wajalla:
ﻓِﻴﻬَﺎ ﻳُﻔْﺮَﻕُ ﻛُﻞُّ ﺃَﻣْﺮٍ ﺣَﻜِﻴﻢ
Artinya: Pada malam itu, dijelaskan segala urusan yang penuh hikmah (Q.S Ad-Dukhân: 4)
Ini adalah pendapat Ibnu Abbas radhiyallâhu ‘anhu dan qotadah.  Sebagian ulama menganggap itu sebagai pendapat kebanyakan ahli tafsir. ini juga adalah pendapatnya Imam Nawawi.
Pendapat kedua:
 Dinamakan lailatul qadr karena keagungan dan kemuliaannya. Dalam bahasa Arab, bila dikatakan bahwa si fulan memiliki qadr, berarti dia memiliki kedudukan dan kemuliaan. ini adalah pendapat Imam Az-Zuhry rahimahullâh dan selainnya. hal ini berdasarkan firman Allah Subhânahu wa Ta'ala:
ﻟَﻴْﻠَﺔُ ﺍﻟْﻘَﺪْﺭِ ﺧَﻴْﺮٌ ﻣِﻦْ ﺃَﻟْﻒِ ﺷَﻬْﺮٍ
Artinya: “Malam kemuliaan itu lebih baik daripada seribu bulan.” (Q.S Al-Qadr: 3)

Pendapat ketiga:
Dinamakan lailatul qadr karena, pada malam itu, bumi menjadi sempit dan sesak oleh para malaikat. Oleh karena itu, kata qadr dalam hal ini bermakna penyempitan. Pendapat ini bisa dikuatkan oleh sabda Nabi shallallâhu ‘alaihi wa sallam tentang lailatul qadr,
ﺇِﻧَّﻬَﺎ ﻟَﻴْﻠَﺔُ ﺳَﺎﺑِﻌَﺔٍ ﺃَﻭْ ﺗَﺎﺳِﻌَﺔٍ ﻭَﻋِﺸْﺮِﻳﻦَ‏‎ ‎ﺇﻥَّ ﺍﻟْﻤَﻼَﺋِﻜَﺔَ ﺗِﻠْﻚَ ﺍﻟﻠَّﻴْﻠَﺔَ ﻓِﻲ ﺍﻟْﺄَﺭْﺽِ‏‎ ‎ﺃَﻛْﺜَﺮُ ﻣِﻦ ﻋَﺪَﺩِ ﺍﻟْﺤَﺼَﻰ
Artinya: “Sesungguhnya (lailatul qadr) itu (berada pada) malam kedua puluh tujuh atau kedua puluh sembilan, dan sesungguhnya para malaikat di muka bumi pada malam itu lebih banyak daripada jumlah batu-batu kerikil.” [Dikeluarkan oleh Ath-Thayâlisy, Ahmad, Ibnu Khuzaimah, dan Abu Ya’la dari hadits Abu Hurairah radhiyallâhu ‘anhu. Dihasankan oleh Syaikh Al-Albany rahimahullâh dalam Silsilah Al-Ahâdits Ash-Shahîhah no. 2205]
Al-Hâfizh Ibnu Hajar menyebutkan sisi lain dari keterkaitan lailatul qadr dengan makna penyempitan, yaitu lailatul qadr terkesan sempit karena penentuannya adalah hal yang tersembunyi, tidak dipastikan.
Pendapat keempat:
Dinamakan lailatul qadr karena, pada malam itu, Allah menurunkan Al-Qur`an yang merupakan kitab yang penuh dengan keagungan dan kemuliaan.
Demikian beberapa pendapat ulama yang, jika diperhatikan secara saksama, tidaklah saling bertentangan, bahkan seluruh kandungan pendapat itu menunjukkan keagungan dan kemuliaan lailatul qadr.


99.   Hikmah disembunyikanya Waktu Lailatul Qodar
1.      Agar hambaNya berlomba-lomba didalam beribadah dan meraih pahala yang terkandung dalam malam lailatul qadar,
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، قَالَ: «مَنْ قَامَ لَيْلَةَ القَدْرِ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا، غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ
Artinya: Barangsiapa qiyamullail pada lailatul qadar karena iman dan mengharapkan perhitungan (pahala), diampuni dosa-dosanya yang telah lalu. (HR. Bukhari no 1768)
2.      Agar hambaNya selalu semangat didalam menghidupkan 10 hari terakhir ramadhan
عن أَبي سَعِيدٍ الْخُدْرِيَّ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ، قال :......فَخَطَبَنَا رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَقَالَ: «إِنِّي أُرِيتُ لَيْلَةَ الْقَدْرِ، وَإِنِّي نَسِيتُهَا - أَوْ أُنْسِيتُهَا -، فَالْتَمِسُوهَا فِي الْعَشْرِ الْأَوَاخِرِ مِنْ كُلِّ وِتْرٍ
Artinya: Sungguh aku diperlihatkan lailatul qadar, kemudian aku dilupakan –atau lupa- maka carilah ia di sepuluh malam terakhir, pada malam-malam yang ganjil. (H.R Bukari no 2036, Muslim no 1167)
3.      Agar hambaNya selalu berharap dan menunggu-nunggu lailatul qodar dengan ibadah dan amal yang baik, Rasulullah Shollallahu 'Alaihi Wasallam Bersabda:
حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ حَدَّثَنَا ابْنُ نُمَيْرٍ وَوَكِيعٌ عَنْ هِشَامٍ عَنْ أَبِيهِ عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا قَالَتْ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ ابْنُ نُمَيْرٍ الْتَمِسُوا وَقَالَ وَكِيعٌ تَحَرَّوْا لَيْلَةَ الْقَدْرِ فِي الْعَشْرِ الْأَوَاخِرِ مِنْ رَمَضَانَ
Artinya: Cari dan tunggulah malam lailatul Qadr dalam sepuluh hari terakhir bulan Ramadlan. Ibnu Numair mengatakan dgn redaksi; ILTAMISUU sementara Waki' mengatakan dgn redaksi; TAHARRAW. Dan maknanya adl satu, yakni mencari-cari & menunggu. . (H.R Muslim No 1998).

Istifadah:
Para ulama mengatakan bahwa hikmah Allah menyembunyikan pengetahuan tanggal pasti terjadinya lailatul qadar adalah agar orang bersemangat untuk mencarinya. Hal ini berbeda jika lailatul qadar sudah ditentukan tanggal pastinya, justru nanti malah orang-orang akan bermalas-malasan (lihat Fathul Bari, 4: 266).
 


[1]  Ibnu Al-Jauzi pula mengatakan dalam kitab Zad Al-Muyassar,jilid 9,halaman 182,sebagai berikut:
 Dalam hal menamakan malama tersebut dengan malam lailatul qadar terdapat 5 pendapat
1. Al-Qadar beerti keagungan,di tamsilakan kepada ucapan engkau kepada seseorang dengan ucapan"si polan itu memiliki
     qadar" sebagai mana pendapat yang dikemukakan az-zuhri
2-Kalimat itu bermakna sempit,maksudnya bumi pada malam itu menjadi sempit kerana para malaikat turun.Inilah pendapat
    Al-Khalil bin Ahmad.beliau menyandarkan pendapatnya kepada firman Allah dalam surah At-Talaq ayat 7 yg bermaksud
    "Dan orang-orang yang disempitkan rezekinya"
3-Ibnu Qutaibah pula berpendapat bahawa qadar itu beerti hukum atau ketentuan yg segala sesutunya ditentukan pada
    malama itu.
4-Abu Bakar Al-Warraq mengatakan bahawa Al-Qadar itu beerti kedudukan.Ini kerana sesiapa yang tidak mmpunyai
    kedudukan maka jadilah ia sebagai penjaga orang yang memiliki kedudukan.
5-Kerana pada malam itu diturukn Al-Quran yang mempunyai kedudukan dan kemuliaan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar