Jumat, 14 Februari 2020

173 PERMASALAHAN SEPUTAR PUASA DAN I'TIKAF (80)


80.   Berapa Raka'at Shalat Tarawih?
Untuk masalah berapa jumlah rakaat shalat tarawih? maka para ulama berbeda pendapat dalam hal ini. ada yang mengatakan 11 rakaat, dan ada yang mengatakan 23 rakaat. dan ada juga yag selain itu.
Adapun Yang menjadi Sebab adanya perbedaan dalam masalah ini adalah, tidak adanya penjelasan batasan yang pasti dari Rasulullah Shollalllahu 'Alaihi Wasallam tentang jumlah rakaat sahalat tarawih.
Pertama: Shalat tarawih adalah 11 rakaat, ini berdasarkan
1. Hadits Aisyah radiyallahu anha:
حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ يَحْيَى، قَالَ: قَرَأْتُ عَلَى مَالِكٍ، عَنْ سَعِيدِ بْنِ أَبِي سَعِيدٍ الْمَقْبُرِيِّ، عَنْ أَبِي سَلَمَةَ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ، أَنَّهُ سَأَلَ عَائِشَةَ، كَيْفَ كَانَتْ صَلَاةُ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي رَمَضَانَ؟ قَالَتْ: مَا كَانَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَزِيدُ فِي رَمَضَانَ، وَلَا فِي غَيْرِهِ عَلَى إِحْدَى عَشْرَةَ رَكْعَةً، يُصَلِّي أَرْبَعًا، فَلَا تَسْأَلْ عَنْ حُسْنِهِنَّ وَطُولِهِنَّ، ثُمَّ يُصَلِّي أَرْبَعًا، فَلَا تَسْأَلْ عَنْ حُسْنِهِنَّ وَطُولِهِنَّ، ثُمَّ يُصَلِّي ثَلَاثًا، فَقَالَتْ عَائِشَةُ: فَقُلْتُ: يَا رَسُولَ اللهِ أَتَنَامُ قَبْلَ أَنْ تُوتِرَ، فَقَالَ: «يَا عَائِشَةُ إِنَّ عَيْنَيَّ تَنَامَانِ، وَلَا يَنَامُ قَلْبِي»
Artinya: “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mengerjakan shalat (lail) baik di dalam bulan ramadhan maupun di luar ramadhan tidak pernah lebih dari 11 rakaat." (HR. Al-Bukhari no. 1147 dan Muslim no. 738)
2. Dari Saaib bin Yazid beliau berkata:
أَخْبَرَنَا قُتَيْبَةُ بْنُ سَعِيدٍ، عَنْ مَالِكٍ، عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ يُوسُفَ، عَنِ السَّائِبِ بْنِ يَزِيدَ قَالَ: أَمَرَ عُمَرُ بْنُ الْخَطَّابِ أُبَيَّ بْنَ كَعْبٍ وَتَمِيمًا الدَّارِيَّ أَنْ «يَقُومَا، لِلنَّاسِ بِإِحْدَى عَشْرَةَ رَكْعَةً»
Artinya: “Umar bin Al-Khaththab memerintahkan pada Ubai bin Ka’b dan Tamim Ad-Dari untuk memimpin shalat berjamaah sebanyak 11 rakaat.” (HR. Al-Imam Malik, lihat Al-Muwaththa Ma’a Syarh Az-Zarqani, 1/361 no. 249, juga H.R An-nasa'I nomor 4670)

3.     Disebutkan dalam Muwaththo’ Imam Malik riwayat sebagai berikut:
وَحَدَّثَنِى عَنْ مَالِكٍ عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ يُوسُفَ عَنِ السَّائِبِ بْنِ يَزِيدَ أَنَّهُ قَالَ أَمَرَ عُمَرُ بْنُ الْخَطَّابِ أُبَىَّ بْنَ كَعْبٍ وَتَمِيمًا الدَّارِىَّ أَنْ يَقُومَا لِلنَّاسِ بِإِحْدَى عَشْرَةَ رَكْعَةً قَالَ وَقَدْ كَانَ الْقَارِئُ يَقْرَأُ بِالْمِئِينَ حَتَّى كُنَّا نَعْتَمِدُ عَلَى الْعِصِىِّ مِنْ طُولِ الْقِيَامِ وَمَا كُنَّا نَنْصَرِفُ إِلاَّ فِى فُرُوعِ الْفَجْرِ.
Artinya: Telah menceritakan kepadaku dari Malik dari Muhammad bin Yusuf dari As-Sa`ib bin Yazid dia berkata, “Umar bin Khatthab memerintahkan Ubay bin Ka’ab dan Tamim Ad Dari untuk mengimami orang-orang, dengan sebelas rakaat.” As Sa`ib berkata, “Imam membaca dua ratusan ayat, hingga kami bersandar di atas tongkat karena sangat lamanya berdiri. Dan kami tidak keluar melainkan di ambang fajar.” (HR. Malik dalam Al Muwaththo’ 1/115).
Syaikh Musthofa Al ‘Adawi mengatakan bahwa riwayat ini shahih.[1]
Inilah yang menjadi sunnah Rasulullah Shollallahu 'Alaihi wasallam. yaitu, melaksanakan shalat malam, baik itu shalat tahajjud ataupun shalat tarawih sebanyak 11 rakaat, 8 rakaat sahalat tarawihnya kemudian 3 rakaat shalat witir.
Dan ini merupakan paling utama dari yang lainya. karena inilah yang menjadi perbuatan Rasulullah Shollalllahu 'Alaihi Wasallam yang beliau lakukan secara dawaam (selalu)

Kedua: Shalat tarawih adalah 23 rakaat, ini berdasarkan
Mengenai shalat tarawih yang 23 rakaat ini, para ulama berbeda pendapat didalam status haditsnya, apakah shohih atau dhoif.
1.      Hadits tentang shalat tarawih 23 rakaat adalah dho'if. adapun hadits-hadits nya adalah sebagai berikut:
Hadits 1: Perkataan Yazid bin Ruman,
كَانَ النَّاسُ يَقُومُونَ فِي زَمَانِ عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ فِي رَمَضَانَ بِثَلَاثٍ وَعِشْرِينَ رَكْعَةً .
Artinya: “Pada zaman Umar bin Al Khathab dulu, orang orang qiyamullail pada bulan Ramadhan dengan 23 rakaat.”
Hadits ini diriwayatkan oleh Imam Malik (233), Al Baihaqi dalam Asy Syu’ab(3123), dan Al Firyabi dalam Ash Shiyam (160).
-          Tentang hadits Yazid bin Ruman ini, Ibnu Hajar berkata, “Dan sanadnya dha’if.”[ Ad Dirayah 1/203]
-          Imam An Nawawi dan Az Zaila’I menukil dari Al Baihaqi, “Dan Yazid bin Ruman tidak bertemu dengan Umar.”
-          Syaikh Muhammad Nashiruddin Al Albani juga mendha’ifkan hadits ini dalam Irwa` Al Ghalil (445). Al Albani berkata, “Hadits ini dha’if karena terputus (munqathi’).”

Hadits Kedua, Imam Ath Thabarani dan Ibnu Abi Syaibah meriwayatkan dari Ibnu Abbas Radhiyallahu ‘Anhuma,
كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُصَلِّي فِي رَمَضَانَ عِشْرِينَ رَكْعَةً وَالْوِتْرَ .
Artinya: “Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam shalat malam pada bulan Ramadhan dua puluh rakaat ditambah witir.”[ Al Mu’jam Al Kabir (11934), Al Mu’jam Al Wasith (810 & 5598), dan Al Mushannaf (227/13)]
-          Hadits ini didha’ifkan oleh Imam Al Haitsami dalam Majma’ Az Zawa`id (5018), Ibnu Hajar dalam Ad Dirayah fi Takhrij Ahadits Al Hidayah (257), Az Zaila’i dalamNashbu Ar Rayah, Al Albani dalam Irwa` Al Ghalil (445).

Hadits ketiga: Dalam Qiyam Ramadhan, Imam Al Marwazi meriwayatkan dari seorang tabi’in yang mulia, Muhammad bin Ka’ab Al Qurazhi
كَانَ النَّاسُ يُصَلُّوْنَ فِي زَمَانِ عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ فِي رَمَضَانَ عِشْرِيْنَ رَكْعَةً يُطِيْلُوْنَ فِيْهَا الْقِرَاءَةَ وَيُوْتِرُوْنَ بِثَلَاثٍ .
Artinya: “Orang orang pada zaman Umar bin Al Khathab Radhiyallahu ‘Anhu shalat malam pada bulan Ramadhan sebanyak 20 rakaat. Mereka memanjangkan bacaannya, dan witir dengan tiga rakaat.”[ Qiyam Ramadhan/21]
Tetapi, ini hadits munqathi’ alias lemah. Sebab, Muhammad bin Ka’ab tidak berjumpa dengan Umar bin Al Khathab. Dia dilahirkan pada masa kekhalifahan Ali bin Thalib.

Hadits Ke-Empat: diriwayatkan Imam Ibnu Abi Syaibah dari Abdul Aziz bin Rafi’,
كَانَ أُبَيُّ بْنُ كَعْبٍ يُصَلِّي بِالنَّاسِ فِي رَمَضَانَ بِالْمَدِيْنَةِ عِشْرِيْنَ رَكْعَةً وَيُوْتِرُ بِثَلَاثٍ .
Artinya: “Ubay bin Ka’ab shalat (tarawih) mengimami orang orang pada bulan Ramadhan di Madinah sebanyak 20 rakaat dan witir tiga rakaat.”[ Al Mushannaf 227/5]
Hadits ini juga lemah, karena Abdul Aziz bin Rafi’ yang meninggal pada tahun 130 H dalam usia 90 tahun ini tidak mengalami masa Ubay maupun Umar.

2.      Hadits tentang shalat tarawih 23 rakaat adalah Shohih. dan inilah yang rojih, berdasarkan hadits-hadits dibawah ini:
Hadits 1: Dalam Musnad ‘Ali bin Al Ja’d terdapat riwayat sebagai berikut.
حدثنا علي أنا بن أبي ذئب عن يزيد بن خصيفة عن السائب بن يزيد قال : كانوا يقومون على عهد عمر في شهر رمضان بعشرين ركعة وإن كانوا ليقرءون بالمئين من القرآن
Artinya: Telah menceritakan kepada kami ‘Ali, bahwa Ibnu Abi Dzi’b dari Yazid bin Khoshifah dari As Saib bin Yazid, ia berkata, “Mereka melaksanakan qiyam lail di masa ‘Umar di bulan Ramadhan sebanyak 20 raka’at. Ketika itu mereka membaca 200 ayat Al Qur’an.” (HR. ‘Ali bin Al Ja’d dalam musnadnya, 1/413)
Syaikh Musthofa Al ‘Adawi mengatakan bahwa riwayat ini shahih.[2]
Hadits  kedua:  Riwayat ‘Abdur Rozaq dalam Mushonnafnya (4/260).
عن داود بن قيس وغيره عن محمد بن يوسف عن السائب بن يزيد أن عمر جمع الناس في رمضان على أبي بن كعب وعلى تميم الداري على إحدى وعشرين ركعة يقرؤون بالمئين وينصرفون عند فروع الفجر
Artinya: Dari Daud bin Qois dan selainnya, dari Muhammad bin Yusuf, dari As Saib bin Yazid, ia berkata bahwa ‘Umar pernah mengumpulkan manusia di bulan Ramadhan, Ubay bin Ka’ab dan Tamim Ad Daari yang menjadi imam dengan mengerjakan shalat 21 raka’at. Ketika itu mereka membaca 200 ayat. Shalat tersebut baru bubar ketika menjelang fajar.
Syaikh Musthofa Al ‘Adawi mengatakan bahwa sanad hadits ini shahih.
Hadits ketiga: Riwayat Ibnu Abi Syaibah dalam Mushonnafnya (2/163).
حدثنا وكيع عن مالك بن أنس عن يحيى بن سعيد أن عمر بن الخطاب أمر رجلا يصلي بهم عشرين ركعة
Artinya: Telah menceritakan kepada kami Waki’, dari Malik bin Anas, dari Yahya bin Sa’id, ia berkata, “’Umar bin Al Khottob pernah memerintah seseorang shalat dengan mereka sebanyak 20 raka’at.”

Keempat:  Atsar Atho’ (seorang tabi’in) yang dikeluarkan dalam Mushonnaf Ibni Abi Syaibah (2/163).
حدثنا بن نمير عن عبد الملك عن عطاء قال أدركت الناس وهم يصلون ثلاثة وعشرين ركعة بالوتر
Artinya: Telah menceritakan kepada kami Ibnu Numair, dari ‘Abdul Malik, dari ‘Atho’, ia berkata, “Aku pernah menemukan manusia ketika itu melaksanakan shalat malam 23 raka’at dan sudah termasuk witir di dalamnya.”
Syaikh Musthofa Al ‘Adawi mengatakan bahwa riwayat ini shahih.[3]

Kelima: Atsar dari Ibnu Abi Mulaikah yang dikeluarkan dalam Mushonnaf Ibni Abi Syaibah (2/163).
حدثنا وكيع عن نافع بن عمر قال كان بن أبي مليكة يصلي بنا في رمضان عشرين ركعة
Artinya: Telah menceritakan kepada kami Waki’ dari Nafi’ bin ‘Umar, ia berkata, “Ibnu Abi Mulaikah shalat bersama kami di bulan Ramadhan sebanyak 20 raka’at”.
Syaikh Musthofa Al ‘Adawi mengatakan bahwa riwayat ini shahih.[4]
Ke-enam: Atsar dari ‘Ali bin Robi’ah yang dikeluarkan dalam Mushonnaf Ibni Abi Syaibah (2/163).
حدثنا الفضل بن دكين عن سعيد بن عبيد أن علي بن ربيعة كان يصلي بهم في رمضان خمس ترويحات ويوتر بثلاث
Artinya: Telah menceritakan kepada kami Al Fadhl bin Dakin, dari Sa’id bin ‘Ubaid, ia berkata bahwa ‘Ali bi Robi’ah pernah shalat bersama mereka di Ramadhan sebanyak 5 kali duduk istirahat (artinya: 5 x 4 = 20 raka’at), kemudian beliau berwitir dengan 3 raka’at.
Syaikh Musthofa Al ‘Adawi mengatakan bahwa riwayat ini shahih.[5]

Ke-tujuh: Atsar dari ‘Abdurrahman bin Al Aswad yang dikeluarkan dalam  Mushonnaf Ibni Abi Syaibah (2/163).
حدثنا حفص عن الحسن بن عبيد الله قال كان عبد الرحمن بن الأسود يصلي بنا في رمضان أربعين ركعة ويوتر بسبع
Artinya: Telah menceritakan kepada kami Hafsh, dari Al Hasan bin ‘Ubaidillah, ia berkata bahwa dulu ‘Abdurrahman bin Al Aswad shalat bersama kami di bulan Ramadhan sebanyak 40 raka’at, lalu beliau berwitir dengan 7 raka’at.
Syaikh Musthofa Al ‘Adawi mengatakan bahwa riwayat ini shahih.[6]

Kedelapan: Atsar tentang shalat tarawih di zaman ‘Umar bin ‘Abdil ‘Aziz yang dikeluarkan dalam  Mushonnaf Ibni Abi Syaibah (2/163).
حدثنا بن مهدي عن داود بن قيس قال أدركت الناس بالمدينة في زمن عمر بن عبد العزيز وأبان بن عثمان يصلون ستةة وثلاثين ركعة ويوترون بثلاث
Artinya: Telah menceritakan kepada kami Ibnu Mahdi, dari Daud bin Qois, ia berkata, “Aku mendapati orang-orang di Madinah di zaman ‘Umar bin ‘Abdul ‘Aziz dan Aban bin ‘Utsman melaksanakan shalat malam sebanyak 36 raka’at dan berwitir dengan 3 raka’at.
Syaikh Musthofa Al ‘Adawi mengatakan bahwa riwayat ini shahih.[7]
Kesembilan:
حدثنا علي أنا بن أبي ذئب عن يزيد بن خصيفة عن السائب بن يزيد قال : كانوا يقومون على عهد عمر في شهر رمضان بعشرين ركعة وإن كانوا ليقرءون بالمئين من القرآن
Artinya: Telah menceritakan kepada kami ‘Ali, bahwa Ibnu Abi Dzi’b dari Yazid bin Khoshifah dari As Saib bin Yazid, ia berkata, “Mereka melaksanakan qiyam lail di masa ‘Umar di bulan Ramadhan sebanyak 20 raka’at. Ketika itu mereka membaca 200 ayat Al Qur’an.” (HR. ‘Ali bin Al Ja’d dalam musnadnya, 1/413)
Syaikh Musthofa Al ‘Adawi mengatakan bahwa riwayat ini shahih.( Adadu Raka’at Qiyamil Lail, hal. 36.)
Istifadah:
As-Sarkhasi, beliau termasuk tokoh dalam mazhab Hanafi, berkata: “Sesungguhnya (shalat malam) dalam (mazhab) kami  adalah dua puluh rakaat selain witir.” (Al-Mabsuth, 2/145)
An-Nawawi berkata: “Shalat Tarawih adalah sunnah menurut ijma (konsensus) para ulama. Dalam mazhab kami (shalat Tarawih) adalah dua puluh rakaat dengan sepuluh kali salam dan dibolehkan (pelaksanaannya) sendiri atau berjama’ah.” (Al-Majmu, 4/31)
Tarjih:
Para sahabat di zaman ‘Umar bin Khottob radhiyallahu 'anhu kadangkala mereka melaksanakan 11 raka’at, dan kadangkala mereka melaksanakan 23 raka’at .
-          Al Baihaqi dalam Sunan Al Kubro mengatakan:  “Dan mungkin saja kita menggabungkan dua riwayat, kita katakan bahwa dulu para sahabat terkadang melakukan shalat tarawih sebanyak 11 raka’at. Di kesempatan lain, mereka lakukan 20 raka’at ditambah witir 3 raka’at.”[8]
-          Ibnu Hajar Al Asqolani rahimahullah  berkata didalam kitabnya Fathul Bari, 4/253 :  “Kompromi antara riwayat (yang menyebutkan 11 dan 23 raka’at) amat memungkinkan dengan kita katakan bahwa mereka melaksanakan shalat tarawih tersebut dilihat dari kondisinya. Kita bisa memahami bahwa perbedaan (jumlah raka’at tersebut) dikarenakan kadangkala bacaan tiap raka’atnya panjang dan kadangkala pendek. Ketika bacaan tersebut dipanjangkan, maka jumlah raka’atnya semakin sedikit. Demikian sebaliknya. Inilah yang ditegaskan oleh Ad Dawudi dan ulama lainnya.”
Ketiga: Shalat tarawih adalah 36 rakaat, ini berdasarkan
Ibnu Qudamah berkata: “Yang dipilih menurut Abu Abdullah (yakni Imam Ahmad) rahimahullah dalam (shalat malam) adalah dua puluh rakaat. Pendapat juga dipilih oleh Ats-Tsauri, Abu Hanifah dan Asy-Syafi’i. Sedangkan Imam Malik mengatakan: Tiga puluh enam (rakaat).” (Al-Mughni, 1/457)
Keempat: Shalat tarawih adalah 39 rakaat, ini berdasarkan
Imam Asy Syafi’i dalam Berkata: “Aku melihat orang orang shalat tarawih di Madinah sebanyak 39 rakaat. Tetapi aku lebih menyukai 20 rakaat (tidak termasuk witir). Demikianlah yang dilakukan orang orang di Makkah.” (Qiyam Ramadhan/Imam Al Marwazi/Hlm 21)
LALU MANA YANG ROJIH?
Setelah kami menjelaskan perbedaan pendapat para ulama didalam jumlah rakaat shalat tarawih beserta dalil mereka masing-masing,  maka yang rojih adalah boleh melaksanakan shalat tarawih 11 rakaat, atau 23 rakaat atau 36 rakaat atau lebih dari itu, berdasarkan dalil:
1.      Hadits Rasulullah Shollallahu 'Alaihi Wasallam:
وحَدَّثَنِي حَرْمَلَةُ بْنُ يَحْيَى، حَدَّثَنَا عَبْدُ اللهِ بْنُ وَهْبٍ، أَخْبَرَنِي عَمْرٌو، أَنَّ ابْنَ شِهَابٍ، حَدَّثَهُ أَنَّ سَالِمَ بْنَ عَبْدِ اللهِ بْنِ عُمَرَ، وَحُمَيْدَ بْنَ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ عَوْفٍ، حَدَّثَاهُ عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ، أَنَّهُ قَالَ: قَامَ رَجُلٌ، فَقَالَ: يَا رَسُولَ اللهِ ‍ كَيْفَ صَلَاةُ اللَّيْلِ؟ قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «صَلَاةُ اللَّيْلِ مَثْنَى مَثْنَى، فَإِذَا خِفْتَ الصُّبْحَ فَأَوْتِرْ بِوَاحِدَةٍ»
Artinya: “Shalat malam itu dua raka’at-dua raka’at, jika kamu takut masuk waktu shubuh maka witirlah satu raka’at.” (HR. Muslim no.749)
Didalam hadits ini tidak ditentukan berapa rakaat, hanya dijelaskan dilaksanakan dengan cara dua rakaat-dua rakaat.
2.      Perbuatan khalaifah umar bin khattab yang menyuruh Umar bin Al-Khaththab memerintahkan pada Ubai bin Ka’b dan Tamim Ad-Dari untuk memimpin shalat berjamaah sebanyak 11 rakaat.
Istifadah:
-          Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata, “Semua jumlah raka’at di atas boleh dilakukan. Melaksanakan shalat malam di bulan Ramadhan dengan berbagai macam cara tadi itu sangat bagus. Dan memang lebih utama adalah melaksanakan shalat malam sesuai dengan kondisi para jama’ah. Kalau jama’ah kemungkinan senang dengan raka’at-raka’at yang panjang, maka lebih bagus melakukan shalat malam dengan 10 raka’at ditambah dengan witir 3 raka’at, sebagaimana hal ini dipraktekkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sendiri di bulan Ramdhan dan bulan lainnya. Dalam kondisi seperti itu, demikianlah yang terbaik. Namun apabila para jama’ah tidak mampu melaksanakan raka’at-raka’at yang panjang, maka melaksanakan shalat malam dengan 20 raka’at itulah yang lebih utama. Seperti inilah yang banyak dipraktekkan oleh banyak ulama. Shalat malam dengan 20 raka’at adalah jalan pertengahan antara jumlah raka’at shalat malam yang sepuluh dan yang empat puluh. Kalaupun seseorang melaksanakan shalat malam dengan 40 raka’at atau lebih, itu juga diperbolehkan dan tidak dikatakan makruh sedikit pun. Bahkan para ulama juga telah menegaskan dibolehkannya hal ini semisal Imam Ahmad dan ulama lainnya. Oleh karena itu, barangsiapa yang menyangka bahwa shalat malam di bulan Ramadhan memiliki batasan bilangan tertentu dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sehingga tidak boleh lebih atau kurang dari 11 raka’at, maka sungguh dia telah keliru.” (Majmu’ Al Fatawa, 22/272)
-          Beliau juga (Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah ) berkata: “Ia boleh shalat 20 rakaat sebagaimana yang masyhur dalam mazhab Ahmad dan Syafi’i. Boleh shalat 36 rakaat sebagaimana yang ada dalam mazhab Malik. Boleh shalat 11 dan 13 rakaat. Semuanya baik, jadi banyak atau sedikitnya rakaat tergantung lamanya bacaan atau pendeknya.” (Majmu’ al-Fatawa 23/113)
-          Al Baaji rahimahullah mengatakan, “Boleh jadi ‘Umar memerintahkan para sahabat untuk melaksanakan shalat malam sebanyak 11 raka’at. Namun beliau memerintahkan seperti ini di mana bacaan tiap raka’at begitu panjang, yaitu imam sampai membaca 200 ayat dalam satu raka’at. Karena bacaan yang panjang dalam shalat adalah shalat yang lebih afdhol. Ketika manusia semakin lemah, ‘Umar kemudian memerintahkan para sahabat untuk melaksanakan shalat sebanyak 23 raka’at, yaitu dengan raka’at yang ringan-ringan. Dari sini mereka bisa mendapat sebagian keutamaan dengan menambah jumlah raka’at.” (Al Mawsu’ah Al Fiqhiyyah, 27/142)
Peringatan:
Dikarenakan ini adalah masalah khilaf, maka:
1.      Bagi yang memilih untuk melaksanakan shalat tarawih hanya 11 rakaat tidak boleh mengingkari orang  yang menambah (rakaat Tarawih) dari sebelas rakaat dan membid’ahkan prilakunya.
2.      Dan bagi yang memilih untuk melaksanakan shalat tarawih 23 rakaat tidak boleh  mengingkari orang yang hanya menunaikan sebelas rakaat dan mengatakan, 'Mereka  telah menyalahi ijma’ (konsensus para ulama’).”
Karena permasalahan ini semuanya berdasarkkan dalil hanya saja yang 11 rakaat adalah lebih utama karena itulah yang sering dilakukan oleh Rasulullah Shollallahu 'Alaihi Wasallam, seperti yang ada dalam Hadits 'Aisyah Radhiyallahu Anha:
مَا كَانَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَزِيدُ فِي رَمَضَانَ، وَلَا فِي غَيْرِهِ عَلَى إِحْدَى عَشْرَةَ رَكْعَةً، يُصَلِّي أَرْبَعًا، فَلَا تَسْأَلْ عَنْ حُسْنِهِنَّ وَطُولِهِنَّ، ثُمَّ يُصَلِّي أَرْبَعًا، فَلَا تَسْأَلْ عَنْ حُسْنِهِنَّ وَطُولِهِنَّ، ثُمَّ يُصَلِّي ثَلَاثًا، فَقَالَتْ عَائِشَةُ: فَقُلْتُ: يَا رَسُولَ اللهِ أَتَنَامُ قَبْلَ أَنْ تُوتِرَ، فَقَالَ: «يَا عَائِشَةُ إِنَّ عَيْنَيَّ تَنَامَانِ، وَلَا يَنَامُ قَلْبِي»
Artinya: “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mengerjakan shalat (lail) baik di dalam bulan ramadhan maupun di luar ramadhan tidak pernah lebih dari 11 rakaat." (HR. Al-Bukhari no. 1147 dan Muslim no. 738)
Jika yang melaksanakan shalat tarawih 11 rakaat bergabung dengan yang 23 rakaat sejak dari awal shalat, maka lebih utama baginya untuk menyelesaikan shalatnya beserta imam tersebut sampai 23 takaat. agar ia termasuk didalam Hadits Rasulullah Shollallahu 'Alaihi Wasallam:
يَا رَسُولَ اللهِ، لَوْ نَفَّلْتَنَا قِيَامَ هَذِهِ اللَّيْلَةِ. قَالَ: «إِنَّ الرَّجُلَ إِذَا صَلَّى مَعَ الْإِمَامِ حَتَّى يَنْصَرِفَ حُسِبَ لَهُ قِيَامُ لَيْلَةٍ»
Artinya: Abu Dzar berkata : kalau saja engkau menjadikan shalat malam ini sebagai sunnah untuk kami! Rasulullah Shollallahu 'Alalaihi Wasallam Bersabda:   “Sesungguhnya seseorang apabila shalat bersama imam sampai selesai maka terhitung baginya (makmum) qiyam satu malam penuh.” (H.R An-Nasa'i no 1289)


[1]  ‘Adadu Raka’at Qiyamil Lail, Musthofa Al ‘Adawi, Daar Majid ‘Asiri, hal. 36.
[2]   ‘Adadu Raka’at Qiyamil Lail, Musthofa Al ‘Adawi, Daar Majid ‘Asiri, hal. 36.
[3]  Adadu Raka’at Qiyamil Lail, hal. 46.
[4]  Adadu Raka’at Qiyamil Lail, hal. 47.
[5]  Adadu Raka’at Qiyamil Lail, hal. 47.
[6]  Adadu Raka’at Qiyamil Lail, hal. 48.
[7]  Adadu Raka’at Qiyamil Lail, hal. 48.
[8]  Sunan Al Baihaqi Al Kubro, Al Baihaqi, Maktabah Darul Baaz, 2/496.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar