153. Hukum Shalat 'Idul Fitri
Para ulama berbeda pendapat didalam hukum Sholat
‘Idain, yaitu ada tiga pendapat:
Pertama: Sunnah
Mu’akkadah. Ini adalah
pendapatnya Imam Malik dan Imam
Asy-syafi’i Rahimahumallah Ta’ala.
Shalat dua hari raya, yaitu Idul Fitri dan Idul
Adha hukumnya adalah sunnah muakkadah dikarenakan Rasulullah saw tidak pernah
meninggalkannya di setiap hari raya. Hal itu berdasarkan apa yang diriwayatkan
Imam Muslim dari Thalhah bin Ubaidullah berkata, "Seorang laki-laki dari
penduduk Nejd yang rambutnya berdiri datang kepada Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam, kami mendengar gumaman suaranya, namun kami tidak dapat
memahami sesuatu yang dia ucapkan hingga dia dekat dari Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam, ternyata dia bertanya tentang Islam. Maka Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam menjawab: ‘Islam adalah shalat lima waktu siang
dan malam.’ Dia bertanya lagi, ‘Apakah saya masih mempunyai kewajiban
selain-Nya? ‘ Beliau menjawab: ‘Tidak, kecuali kamu melakukan shalat sunnah dan
puasa Ramadlan.”.
Kedua: Fardhu Kifayah: Ini adalah pendapatnya Imam Ahmad Rahimahullahu
ta’ala
Ketiga: Wajib Terhadap
Semua Muslim, maka berdosa bagi
siapapun yang meninggalkannya. Ini adalah pendapatnya imam abu hanifah dan juga
riwayat dari imam ahmad. Dan ini juga adalah pendapat yang dipilih oleh syekh
islam ibnu taimiyah dan imam asy-syaukany rahuimahumullahu jami’an (silakan
lihat al-majmu’ 5/5, Al-mughni 3/253, al-inshof 5/316 dan al-ikhtiyaaraat
halaman 82)
Lalu Mana Yang Rojih?
Pendapat yang ketiga
inilah yang rojih, wallahu a’lam, hal ini berdasarkan beberapa dalil, dan
adapun dalilnya adalah sebagai berikut:
1. Firman Allah Subuhanahu Wata’ala Q.S Al-kautsar ayat 2
فَصَلِّ
لِرَبِّكَ وَانْحَرْ
Artinya:
Maka dirikanlah shalat karena Rabbmu; dan berkorbanlah (Q.S
Al-kautsar: 2)
Ibnu qudamah berkata: tafsir yang paling
masyhur bahwa yang dimaksud dengan sholat dalam ayat ini adalah sholat ‘iid (Al-mughni 3/253)
Begitulah yang dikatakan oleh qotadah, ‘Atho’
dan ‘Ikramah : فَصَلِّ لِرَبِّكَ yaitu sholat ‘id dan hari nahar, وَانْحَرْ
yaitu nusuknya.
Anas bin malik berkata : adalah Nabi Shollallahu ‘Alaihi Wasallam
menyembelih dulu kemudian sholat ‘id. Maka turunlah perintah ini untuk sholat
terlebih dahulu kemudian berkurban.
Sa’id bin jubair berkata: ayat ini diturunkan dihudaibiyah ketika
Rasulullah Shollallahu ‘Alaihi Wasallam dan kaum muslimin terhalang untuk
melakukan ibadah haji, maka diperintahkanlah oleh Alla untuk sholat dan
menyembelih hewan qurban yang mereka bawa, kemudian pulang kembali ke madinah”.
Inilah yang rojih wallahu a’lam. Sekalipun
sebagian ulama seperti ibnu jarir dalam tafsirnya (12/724), dan ibnu katsir
dalam tafsirnya (8/502) berkata : bahwa yang dimasud dengan sholat dan qurban
dalam ayat ini adalah sholat dan qurban
secara umum yaitu dalam semua sholat dan qurban, diperintahkan untuk
melakukannya hanya karena Allah semata. Sebagaimana firman Allah :
قُلْ
إِنَّ صَلاتِي وَنُسُكِي وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِي لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ
Artinya: Katakanlah:
sesungguhnya sembahyangku, ibadatku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah,
Tuhan semesta alam. (Q.S Al-an’am
: 162)
Akan
tetapi asbabu nuzul ayat ini adalah dalam hal sholat ‘id dan qurban.
2. Hadits Rasulullah Shollallahu ‘Alaihi Wasallam
عَنْ
أُمِّ عَطِيَّةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْها قَالَتْ : أَمَرَنَا رَسُولُ اللَّهِ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ نُخْرِجَهُنَّ فِي الْفِطْرِ وَالأَضْحَى
الْعَوَاتِقَ وَالْحُيَّضَ وَذَوَاتِ الْخُدُورِ ، فَأَمَّا الْحُيَّضُ
فَيَعْتَزِلْنَ الصَّلاةَ وَيَشْهَدْنَ الْخَيْرَ وَدَعْوَةَ الْمُسْلِمِينَ .
قُلْتُ : يَا رَسُولَ اللَّهِ ، إِحْدَانَا لا يَكُونُ لَهَا جِلْبَابٌ . قَالَ :
لِتُلْبِسْهَا أُخْتُهَا مِنْ جِلْبَابِهَا .
Artinya: Dari Ummu ‘Athiyah Radhiyallahu Anha
ia berkata: Kami diperintahkan oleh Rasulullah Shollallahu ‘Alaihi Wasallam
untuk keluar ikut sholat idul fitri dan idul adha. Baik wanita yang belum
baligh, Wanita yang sudah baligh atau wanita yang haid. Dan adapun wanita haid
maka mereka tidak ikut sholat ‘id nya dan mendengarkan khutbahnya saja. Aku
(ummu ahtiyah) berkata: wahai Rasulullah Shollallahu ‘Alaihi Wasallam! Salah
seorang diantara kami tidak memiliki jilbab, Rasulullah Shollallahu ‘Alaihi
Wasallam menjawab: hendaklah salah seorang diantara kalian meminjamkan jilbab
untuknya”. (H.R Bukhari Nomor 324, Muslim nomor 890 )
Hadits ini adalah dalil yang paling kuat untuk
dijadikan hujjah bahwa hukum sholat ‘id adalah fardhu ain. Alasanya adalah:
1.
Bahwa
Rasulullah Shollallahu ;Alaihi Wa Sallam memerintahkan bagi semua laki-laki
untuk keluar melaksanakan sholat ‘id. Dan tidak boleh meninggalkanya.
2.
Bahkan
beliau Shollallahu ‘Alaihi Wa Sallam memerintahkan para wanita dan anak-anak
untuk keluar ikut melaksanakan sholat ‘id atau wanita haid untuk ikut
menyaksikan khutbah sholat ‘id.
3.
Wanita
yang tidak memiliki jilbabpun disuruh oleh Rasulullah Shollallahu ‘Alaihi
Wasallam untuk dipinjamkan jilbab untuk dia pakai agar dia bisa ikut disholat
‘id. Lalu bagaimana dengan laki-laki??? Maka berarti jauh lebih wajib untuk
ikut. Inilah yang ungkapkan oleh Syekh ibnu utsaimin didalam maj’mu’ fatawa’
(16/214)
Syekh utsaimin juga berkata dalam maj’mu’
fatawa’ (16/217): dalil yang saya rojihkan dalam permasalah ini adalah yang
mengatakan fardhu ‘ain bagi laki-laki kecuali bagi yang memiliki udzur syar’I”.
Syekh bin baz juga berkata dalam majmu’ fatawa
(7/13): mengenai pendapat fardhu ‘ain “ inilah perkataan yang dzhohir terhadap
dalil dan yang lebih dekat dengan kebenaran”.
154. Kapan Shalat Idul Fitri Dilaksanakan
Pelaksanaan
shalat hari raya dimulai saat matahari terbit sampai dengFitran tergelincir, dan
yang paling utama adalah mengerjakannya ketika matahari sudah naik kira-kira
satu tombak dalam pandangan mata.
155. Tata Cara Sholat Idul Fitri
Adapun tata cara sholat idul fitri atau idul
adha adalah sebagai berikut
1.
Tidak
didahului oleh adzan atau iqomah, Rasulullah Shollallahu ‘Alaihi Wasallam
bersabda:
عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ قَالَ شَهِدْتُ
مَعَ رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- الصَّلاَةَ يَوْمَ الْعِيدِ فَبَدَأَ
بِالصَّلاَةِ قَبْلَ الْخُطْبَةِ بِغَيْرِ أَذَانٍ وَلاَ إِقَامَةٍ
Artinya: Dari Jabir Bin Abdullah Radhiyallahu
Anhu ia berkata: Saya menyaksikan (mendirikan) sholat ‘Id bersama Rasulullah
Shollallahu ‘Alaihi Wasallam, beliau Shollallahu ‘Alaihi Wasallam mendirikan
sholat sebelum khutbah, tanpa azan dan tanpa iqomah.” (H.R Muslim Nomor 885)
Imam Asy-Syafi’I Rahimahullahu ta'ala Berkata: “akhbaronaa tsiqoh dari Az Zuhri ia
berkata : “tidak dikumandangkan adzan untuk 2 sholat I’ed pada masa Nabi
Sholollahu alaihi wa Salam tidak juga Abu Bakar, Umar dan Utsman, sampai
Muawiyah membuat-buat hal itu di Syam dan juga Al Hajaaj di Madinah. Berkata Az
Zuhri : Nabi Sholollahu alaihi wa Salam memerintahkan Muadzin pada 2 sholat
I’ed untuk mengatakan : Ash-sholatul
jaamiah”.([1])
2.
Hendaknya
sholat didirikan sebelum khutbah ‘id, yaitu sholat dulu kemudian khutbah.
sebagaimana Rasulullah Shollallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda:
عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ شَهِدْتُ الْعِيدَ مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ وَأَبِي بَكْرٍ وَعُمَرَ وَعُثْمَانَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ
فَكُلُّهُمْ كَانُوا يُصَلُّونَ قَبْلَ الْخُطْبَةِ
Artinya: Dari Abdullah Bin Abbas Radhiyallahu
Anhuma ia berkata: Saya menyaksikan (mendirikan) sholat ‘Id bersama Rasulullah
Shollallahu ‘Alaihi Wasallam, Dan juga menyaksikan (mendirikan) bersama abu
Bakar, Umar Dan Utsman. Mereka semua mendirikan sholat sebelum khutbah”. (H.R
Bukari Nomor 962,964, 5881)
Rasulullah Shollallahu ‘Alaihi Wasallam juga
bersabda:
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ
يُصَلِّي فِي الْأَضْحَى وَالْفِطْرِ ثُمَّ يَخْطُبُ بَعْدَ الصَّلَاةِ
Artinya: Dari Abdullah Bin Umar Radhiyallahu
Anhuma ia berkata: Sesungguhnya Nabi Shollallahu ‘Alaihi Wasallam di waktu idul
adha dan idul fitri, mendirikan sholat terlebih dahulu kemudian khutbah setelah
sholat”. (H.R Bukari Nomor 957, 904)
3.
Shalat
Id dilakukan dua rakaat, pada prinsipnya sama dengan shalat-shalat yang lain. Nabi
Shallallahu ‘Alaihi Wasallam
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ -صلى
الله عليه وسلم- خَرَجَ يَوْمَ أَضْحَى أَوْ فِطْرٍ فَصَلَّى رَكْعَتَيْنِ لَمْ
يُصَلِّ قَبْلَهَا وَلاَ بَعْدَهَا
Artinya: Dari Ibnu Abbas
Radhiyallahu ‘anhu menuturkan bahwasannya Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam shalat pada hari ied
dua rakaat, tidak shalat pada sebelumnya dan tidak pula sesudahnya.” (H.R
Bukhari Nomor 945, 989,1449 Dan Muslim Nomor 1476)
Namun ada sedikit
perbedaan yaitu dengan ditambahnya takbir pada rakaat yang pertama 7 kali
dengan takbiratul ihram, dan pada rakaat yang kedua tambah 5 kali takbir selain
takbiratul intiqal. Nabi
Shallallahu ‘Alaihi Wasallam
حَدَّثَنَا
أَبُو مَسْعُودٍ مُحَمَّدُ بْنُ عَبْدِ اللهِ بْنِ عُبَيْدِ بْنِ عَقِيلٍ ،
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ خَالِدِ بْنِ عَثْمَةَ ، حَدَّثَنَا كَثِيرُ بْنُ
عَبْدِ اللهِ بْنِ عَمْرِو بْنِ عَوْفٍ ، عَنْ أَبِيهِ ، عَنْ جَدِّهِ ، أَنَّ
رَسُولَ اللهِ صَلَّى الله عَليْهِ وسَلَّمَ كَبَّرَ فِي الْعِيدَيْنِ سَبْعًا فِي
الأُولَى ، وَخَمْسًا فِي الآخِرَةِ.
Artinya: Dari Amr’ bin
Auf, dari bapaknya dari kakeknya radhiyallahu ‘anhu menuturkan : “Bahwa
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bertakbir pada shalat iedain
(idul fitri dan idul adha) tujuh kali pada rakaat pertama dan lima kali pada
rakaat terakhir (kedua –ed)” (HR.
Ibnu Majah Nomor
1279, Dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani)
4.
Disunnahkan membaca dirakat pertama Qur’an Surat Qaf dan
pada rakaat kedua Qur’an Surat Al-Qamar. Sebagaimana yang dijelaskan dalam
sabda Nabi Shollallahu ‘Alaihi Wasallam:
حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ يَحْيَى قَالَ
قَرَأْتُ عَلَى مَالِكٍ عَنْ ضَمْرَةَ بْنِ سَعِيدٍ الْمَازِنِيِّ عَنْ عُبَيْدِ
اللَّهِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ أَنَّ عُمَرَ بْنَ الْخَطَّابِ سَأَلَ أَبَا
وَاقِدٍ اللَّيْثِيَّ مَا كَانَ يَقْرَأُ بِهِ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي الْأَضْحَى وَالْفِطْرِ فَقَالَ كَانَ يَقْرَأُ فِيهِمَا
بِق وَالْقُرْآنِ الْمَجِيدِ وَاقْتَرَبَتْ السَّاعَةُ وَانْشَقَّ الْقَمَرُ
Artinya: Dari Abdullah Bin Umar Radhiyallahu
Anhuma ia berkata: Sesungguhnya Nabi Shollallahu ‘Alaihi Wasallam di waktu idul
adha dan idul fitri, mendirikan sholat terlebih dahulu kemudian khutbah setelah
sholat”. (H.R Muslim Nomor 891)
Atau pada rakaat pertama Q.S Al-A’la, dan pada
rakaat yang kedua Q.S Al-Ghasyiah
156. Tata Cara Khutbah
I’dain
Adapun tata cara khutbah ‘idain adalah sebagai
berikut:
1. Hendaknya khutbah dilakukan setelah sholat ‘idain, yaitu
sholat terlebih dahulu kemudian khutbah. Rasulullah
Shollallahu ‘Alaihi Wasallam juga bersabda:
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ
يُصَلِّي فِي الْأَضْحَى وَالْفِطْرِ ثُمَّ يَخْطُبُ بَعْدَ الصَّلَاةِ
Artinya: Dari Abdullah Bin Umar Radhiyallahu
Anhuma ia berkata: Sesungguhnya Nabi Shollallahu ‘Alaihi Wasallam di waktu idul
adha dan idul fitri, mendirikan sholat terlebih dahulu kemudian khutbah setelah
sholat”. (H.R Bukari Nomor 957, 904)
2. Khutbah hendaknya
dilakukan sekali, bukan dua kali. Ini pendapatnya Imam
Syaukani, Imam Shan’ani dan selainnya (lihat perkataan Imam Syaukani dalam kitab Nailul Authar, hlm.
695; Imam Shan’ani, dalam Subulus
Salam, II/679; Hasan Ayyub dalam Fiqh Al ‘Ibadah wa Adillatuha fi Al Islam, hlm.
324 dan Ali Hasan Atsari dalam Ahkamul
Iedain fi As Sunnah Al Muthahharah, hlm. 53).
3. Dibuka
dengan pujian dan sanjungan kepada Allah. Bukan dengan takbir.
Ibnul
Qoyyim Rahimahullah berkata: "Beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam biasa
membuka semua khutbahnya dengan pujian untuk Allah. Tidak ada satu hadits pun
yang dihafal (hadits shahih yang menyatakan) bahwa beliau membuka khutbah Idul
Fitri dan Adha dengan takbir. Adapaun yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah dalam
'Sunan'nya([2])
dari Sa'ad Al-Quradhi muadzin Nabi Shallallahu 'alaihi wa
sallam, bahwa beliau memperbanyak bacaan takbir dalam khutbah dua Id, hal itu tidaklah
menunjukkan bahwa beliau membuka khutbahnya dengan takbir". [Zadul Ma'ad
1/447-448]
4.Pada khutbah Idul Fitri memaparkan tentang
zakat fitrah dan pada Idul Adha tentang hukum – hukum Qurban.
5.Ditutup dengan do’a
157. Berapa Kali
Khutbah Sholat ‘Id, Satu Kali Atau Dua Kali?
Disini ada perbedaan pendapat para ulama, ada yang mengatakan satu kali([3]) dan ada yang mengatakan dua kali, dan inilah yang
rojih wallahu a’lam ([4]).
Pertama:
yang mengatakan satu kali, mereka berdalil dengan hadits:
وَحَدَّثَنَا إِسْحَاقُ
بْنُ إِبْرَاهِيمَ وَمُحَمَّدُ بْنُ رَافِعٍ قَالَ ابْنُ رَافِعٍ حَدَّثَنَا
عَبْدُ الرَّزَّاقِ أَخْبَرَنَا ابْنُ جُرَيْجٍ أَخْبَرَنِى عَطَاءٌ عَنْ جَابِرِ
بْنِ عَبْدِ اللَّهِ قَالَ سَمِعْتُهُ يَقُولُ إِنَّ النَّبِىَّ -صلى الله عليه
وسلم- قَامَ يَوْمَ الْفِطْرِ فَصَلَّى فَبَدَأَ بِالصَّلاَةِ قَبْلَ الْخُطْبَةِ
ثُمَّ خَطَبَ النَّاسَ فَلَمَّا فَرَغَ نَبِىُّ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم-
نَزَلَ وَأَتَى النِّسَاءَ فَذَكَّرَهُنَّ وَهُوَ يَتَوَكَّأُ عَلَى يَدِ بِلاَلٍ
Artinya:
“Sesungguhnya Rasulullah -shallallahu alaihi wasallam- berdiri pada hari idul
fithr lalu mengerjakan shalat, beliau memulai dengan shalat sebelum khutbah,
kemudian setelah itu baru beliau berkhutbah. Setelah Rasulullah -shallallahu
alaihi wasallam- selesai berkhutbah, beliau turun dan mendatangi para wanita,
lalu beliau memberikan peringatan kepada mereka sementara beliau bersandar pada
tangan Bilal.” (HR. Muslim no. 885)
Istifadah:
Hadits
ini menjelaskan bahwa sunnah hukumnya bagi khotib untuk memberikan tausiah
khusus untuk para ummahat dan akhwat. Dikarenakan hal inilah yang dicontohkan
oleh oleh Rasulullah Shollallahu ‘Alaihi Wasallam dalam hadis ini.
Dan
ini bukan berarti dinamakan khutbah yang kedua. Karena boleh langsung disampaikan
didepan jama’ah setelah selesai khutbah ‘id. Lebih-lebih lagi sekarang sudah
ada pengeras suara
Kedua: Khutbah
‘Id Dua Kali.
Kelompok
ini berdalil dengan:
1. Hadits-hadits
Rasulullah Shollallahu ‘Alaihi Wasllam.
2. Kiyas
(mengkiyaskan khutbah ‘id dengan khutbah jum’at) Karena:
- keduanya
adalah sama-sama hari raya,
- keduanya
dihadiri oleh banyak orang,
- dan
keduanya dipersyaratkan adanya jamaah.
Oleh
karena itulah imam An-Nasai -rahimahullah- no. 1415 memasukkan hadits Jabir bin
Samurah tentang dua kali khutbah jum’at ke dalam pembahasan khutbah id. Demikian
halnya Ibnu Khuzaimah (2/349) memasukkah hadits Ibnu Umar tentang khutbah
jum’at ke dalam bab tentang khutbah id.
3. Ijma’
ulama terhadap kiyas itu
Pendapat
Abu Hanifah, Malik, Asy-Syafi’i, Ahmad, serta para ulama dan fuqaha` di
berbagai negeri
Maka Kami
Jawab:
1. Tidak
ada hadits shahih lagi tegas yang menunjukkan adanya dua kali khutbah dalam
shalat id. Semua hadits yang menjelaskan khutbah ‘idain ada dua kali adalah
dho’if.
Dan
Adapun dalil mereka
dari hadits adalah:
Hadis Jabir Bin Abdullah Radhiyallahu
Anhu, dia berkata :
حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ حَكِيمٍ ، حَدَّثَنَا أَبُو
بَحْرٍ ، قَالَ : حَدَّثَنَا إِسْمَاعِيلُ بْنُ مُسْلِمٍ ، حَدَّثَنَا
أَبُو الزُّبَيْرِ ، عَنْ جَابِرٍ ، قَالَ : خَرَجَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى الله
عَليْهِ وسَلَّمَ يَوْمَ فِطْرٍ أَوْ أَضْحَى ، فَخَطَبَ قَائِمًا , ثُمَّ قَعَدَ
قَعْدَةً , ثُمَّ قَامَ.
Artinya: ”Rasulullah SAW keluar pada Iedul
Fitri atau Iedul Adha, lalu beliau berkhutbah seraya berdiri, lalu duduk, lalu
berdiri lagi.” (HR Ibnu Majah, no 1289).
Imam
Syaukani berkata: ”Dalam isnadnya ada
Ismail bin Muslim ([5]),
dia periwayat yang lemah.” (Nailul Authar, hlm. 694).
2. Kiyas : kiyas digunakan oleh mereka disini
adalah tidak tepat dikarenakan menyelisihi dalil yang shohih. Semua hadits yang
shohih yang berbicara tentang khutbah ‘idain Rasulullah Shollallahu ‘Alaihi
Wasallam, tidak ada satupun yang menunjukkan bahwa beliau khutbah dua kali.
Dengan alasan: jika ada maka sudah dijelaskan secara terang seperti
dijelaskannya cara khutbah jum’at. Silakan rujuk hadits yang berkaitan dengan
khutbah rasulullah dihaji wada’ dan juga hadits yang kami sebutkan diawal
pembahasan permasalahan ini.
3. Ijma’: ijma’ yang kita jadikan hujjah adalah yang
tidak menyelisihi dalil. Lebih-lebih dalil yang shohih. Disini, bukan berarti
kita mencacat para ulama yang memiliki
pendapat dua kali khutbah di hari ‘id. Sungguh mereka adalah ulama yang insya
Allah akan diberi ganjaran yang berlipat terhadap ilmu dan da’wah yang telah
mereka lakukan, akan tetapi dalam permasalahan ini yang rojih adalah khutbah
‘id hanya satu kali, dan bukan dua kali. Wallahu a’lam
Catatan:
Jika ada yang melakukan khutbah dua kali maka
bukan berarti khutbahnya batal. Karena mereka juga memiliki dalil.
([2]) Dengan nomor 1287, dan diriwayatkan juga oleh
Al-Hakim 3/607, Al-Baihaqi 3/299 dari Abdurrahman bin Sa'ad bin Ammar bin Sa'ad
muadzin. Abdurrahman berkata : "Telah menceritakan kepadaku bapakku dari
bapaknya dari kakeknya ..." lalu ia menyebutkannya. Riwayat ini isnadnya
lemah, karena Abdurrahman bin Sa'ad rawi yang dhaif, sedangkan bapak dan
kakeknya adalah rawi yang majhul (tidak dikenal)
([3]) Abdurrahman Jazairi, Al Fiqh ‘Ala Al
Mazahib Al Arba’ah, I/238; Wahbah Zuhaili, Al Fiqh Al Islami wa
Adillatuhu, II/528; Imam Sarakhsi, Al Mabsuth; II/37; Imam
Malik, Al Mudawwanah Al Kubra, I/150; Imam Syafi’i, Al Umm,
I/314; Imam Nawawi, Al Majmu’ Syarah Al Muhadzdzab, V/22; Ibnu
Hazm, Al Muhalla, II/108; Ahmad Musthofa Mutawalli, Al
Majmu’ Al Tsamin li Fatawa Al Iedain li Ibn Utsaimin, hlm. 42).
([4]) Tidak ada yang shahih dalam sunnah bahwa khutbah
Id dilakukan dua kali dengan dipisah antara keduanya dengan duduk. Riwayat yang ada tentang hal ini lemah sekali.
Al-Bazzar meriwayatkan dalam "Musnad"nya (no. 53-Musnad Sa'ad) dari
gurunya Abdullah bin Syabib dengan sanadnya dari Sa'ad Radhiyallahu 'anhu bahwa
Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam berkhutbah dengan dua khutbah dan beliau
memisahkan di antara keduanya dengan duduk.
Bukhari
berkata tentang Abdullah bin Syabib : "Haditsnya mungkar"
([5])
Al-buusiry berkata: hadits ini diriwayatkan juga oleh imam nasa’I
didalam sunan ash-sugro tapi tanpa lafadz يوم
فطر أو أضحى. Dan
diriwayatkan ibnu majah, akan tetapi didalam isnadnya ada ismail bin muslim,
para ulama telah sepakat tentang kedhoifanya, begitupun abu bahr adalah dhoif,
Intaha.
Dan
al-bazzar meriwayatkan dari jalur saad bin abi al-waqqash:
عن سعد بن
أبي وقاص أن النبي صلى الله عليه وسلم - صلى العيد بغير أذان
ولا إقامة، وكان يخطب خطبتين يفصل بينهما بجلسة.
Al-haitsimy
berkata dalam majmu’ az-zawa’id juz 2 hal 203 : riwayat al-bazzar ini adalah
wijadah. Didalam sanadnya terdapat rowi yang tidak diketahui.selesai.
Imam
nawawi berkata didalam khulashoh, diriwayatkan dari ibnu mas’ud:
عن ابن
مسعود أنه قال: من السنة أن يخطب في العيدين خطبتين، فيفصل بينهما بجلوس
Artinya: ”Merupakan sunnah, imam berkhutbah
dalam dua Ied dengan dua khutbah yang dipisahkan dengan duduk.” (HR Syafi’i,
Musnad Syafi’i, I/158).
Imam nawawi berkata: Ini adalah
hadits dho’if, tidak bersambung sanadnya. Dan tidak ada satu haditspun yang
tsabit yang menjelaskan khutbah ‘id dua kali.akan tetapi mereka mengqiyaskan
dengan shallot jum’at. Selesai’
(Lihat kitab
Mar’aatul Mafaatih Syarah Misykaatul mashobiih, juz 5, bab sholat ‘idain hal
27, karangan abu hasan ubaidillah bin Muhammad abdu salam bin khan Muhammad bin
amanullah bin hisamuddin arrahmany al-mubaarakfuri (w 1414).
Imam
Syaukani berkata: Hadis ini mursal, yakni hadis yang tidak diketahui siapa
periwayatnya pada generasi shahabat, sebab periwayat hadis (Ubaidullah
bin Abdullah bin Utbah) adalah tabi’in, bukan shahabat. Dan hadis mursal adalah
termasuk hadis dhaif. (Nailul Authar, hlm. 695).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar