3.
Sejarah
Turun Syari'at Puasa
Pertama kali
disyari'atkan Puasa Ramadhan adalah pada
tanggal 10 Sya’ban 2 H, yaitu setelah perintah penggantian kiblat dari masjidil
Al-Aqsha ke Masjid Al-Haramdan mulai saat itulah
Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wasallam menunaikan ibadah shaum Ramadhan dan mewajibkan kepada para sahabatnya
(ummatnya). Beliau berpuasa selama hidupnya sebanyak sembilan kali.
Syari'at Puasa Ramadhon
turun secara bertahap yaitu sebanyak tiga tahap. Ini seperti yang disebutkan
oleh Ibnul Qayyim Rahimahullahu ta'ala didalam kitabnya Zadul Ma’ad kitabus
shiyam jilid 2 halaman 20 :
Tahap Pertama : Bersifat takhyir
(pilihan(. Ini berdasarkan firman Allah 'Azza
Wajalla:
وَعَلَى الَّذِينَ يُطِيقُونَهُ فِدْيَةٌ طَعَامُ
مِسْكِينٍ فَمَنْ تَطَوَّعَ خَيْرًا فَهُوَ خَيْرٌ لَهُ وَأَنْ تَصُومُوا خَيْرٌ
لَكُمْ إِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ.
Artinya:
Dan wajib bagi orang yang
berat untuk menjalankan ash-shaum maka membayar fidyah yaitu dengan cara
memberi makan seorang miskin untuk setiap harinya. Barang siapa yang dengan
kerelaan memberi makan lebih dari itu maka itulah yang lebih baik baginya dan
jika kalian melakukan shaum maka hal itu
lebih baik bagi kalian jika kalian mengetahuinya.” (Q.S Al-Baqarah 184)
Berkata Al-Hafizh Ibnu
Katsir Rahimahullah : “Adapun orang yang sehat dan mukim (tidak musafir)
serta mampu menjalankan puasa, maka
diberikan pilihan antara menunaikan puasa atau membayar fidyah. Jika mau maka
dia bershaum dan bila tidak maka dia membayar fidyah yaitu dengan memberi makan
setiap hari kepada satu orang miskin. Kalau dia memberi lebih dari satu orang
maka ini adalah lebih baik baginya.”(([1])
Tahap
Kedua : Bersifat
Qath’i (mutlak), akan tetapi jika seorang yang melakukan puasa kemudian tertidur sebelum berbuka maka
diharamkan baginya makan dan minum sampai hari berikutnya (Lihat Hadits Bukhari
Nomor yang ada di tahap ketiga) .
Tahap Ketiga : yaitu
yang berlangsung sekarang dan berlaku sampai hari kiamat sebagai nasikh
(penghapus) hukum sebelumnya.
Inilah Berdasarkan Hadits Yang diriwayatkan Al Barra’ Ibnu 'Azib:
عَنِ الْبَرَاءِ ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ ، قَالَ كَانَ
أَصْحَابُ مُحَمَّدٍ صلى الله عليه وسلم إِذَا كَانَ الرَّجُلُ صَائِمًا فَحَضَرَ
الإِفْطَارُ فَنَامَ قَبْلَ أَنْ يُفْطِرَ لَمْ يَأْكُلْ لَيْلَتَهُ ، وَلاَ
يَوْمَهُ حَتَّى يُمْسِيَ وَإِنَّ قَيْسَ بْنَ صِرْمَةَ الأَنْصَارِيَّ كَانَ
صَائِمًا فَلَمَّا حَضَرَ الإِفْطَارُ أَتَى امْرَأَتَهُ فَقَالَ لَهَا أَعِنْدَكِ
طَعَامٌ قَالَتْ لاَ وَلَكِنْ أَنْطَلِقُ فَأَطْلُبُ لَكَ ، وَكَانَ يَوْمَهُ
يَعْمَلُ فَغَلَبَتْهُ عَيْنَاهُ فَجَاءَتْهُ امْرَأَتُهُ فَلَمَّا رَأَتْهُ
قَالَتْ خَيْبَةً لَكَ فَلَمَّا انْتَصَفَ النَّهَارُ غُشِيَ عَلَيْهِ فَذُكِرَ
ذَلِكَ لِلنَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم فَنَزَلَتْ هَذِهِ الآيَةُ {أُحِلَّ لَكُمْ
لَيْلَةَ الصِّيَامِ الرَّفَثُ إِلَى نِسَائِكُمْ} فَفَرِحُوا بِهَا فَرَحًا
شَدِيدًا وَنَزَلَتْ {وَكُلُوا وَاشْرَبُوا حَتَّى يَتَبَيَّنَ لَكُمُ الْخَيْطُ
الأَبْيَضُ مِنَ الْخَيْطِ الأَسْوَدِ}.
Artinya
: “Dari Al-bara'
Radhiyallahu 'Anhu, Ia berkata: "Dahulu Shahabat Rasulullah Shalallahu
‘Alaihi Wasallam jika salah seorang di
antara mereka shaum kemudian tertidur sebelum dia berifthar (berbuka) maka dia
tidak boleh makan dan minum di malam itu dan juga siang harinya sampai datang
waktu berbuka lagi. Dan (salah seorang shahabat yaitu), Qois bin Shirmah Al
Anshory dalam keadaan shaum, tatkala tiba waktu berbuka, datang kepada istrinya
dan berkata : apakah kamu punya makanan ? Istrinya menjawab : “Tidak, tapi akan
kucarikan untukmu (makanan).” – dan Qois pada siang harinya bekerja berat
sehingga tertidur (karena kepayahan)-
Ketika istrinya datang dan melihatnya (tertidur) ia berkata : ” Rugilah
Engkau (yakni tidak bisa makan dan minum dikarenakan tidur sebelum berbuka-
pen) !” Maka ia pingsan di tengah harinya. Dan ketika dikabarkan tentang
kejadian tersebut kepada Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam, maka turunlah
ayat :
أُحِلَّ لَكُمْ لَيْلَةَ الصِّيَامِ الرَّفَثُ إِلَى
نِسَائِكُمْ
Artinya: "Telah
dihalalkan bagi kalian pada malam hari bulan shaum (Ramadhan) untuk berjima’
(menggauli) istri-istri kalian.”
dan para shahabat pun
berbahagia sampai turunnya ayat yang berikutnya yaitu
:
وَكُلُوا وَاشْرَبُوا حَتَّى يَتَبَيَّنَ لَكُمُ
الْخَيْطُ الْأَبْيَضُ مِنَ الْخَيْطِ الْأَسْوَدِ مِنَ الْفَجْرِ
Artinya: "Dan makan serta minumlah sampai jelas
bagi kalian benang putih dari benang hitam, yaitu fajar.”([2])
4.
Rukun Puasa
Para ulama berbeda pendapat dalam hal ini:
Pertama: Hanafiyah dan Hanabilah.
Menurut kedua madzhab ini puasa hanya memiliki satu rukun saja,
yaitu: Menahan makan, minum, jima’ dengan isteri pada
siang hari sejak terbit fajar sampai terbenam matahari.
Kedua: Malikiyah. Adapun
paasa memiliki dua rukun yaitu:
1. Menahan makan, minum, jima’ dengan isteri pada
siang hari sejak terbit fajar sampai terbenam matahari.
وَكُلُوا
وَاشْرَبُوا حَتَّى يَتَبَيَّنَ لَكُمُ الْخَيْطُ الْأَبْيَضُ مِنَ الْخَيْطِ
الْأَسْوَدِ مِنَ الْفَجْرِ ثُمَّ أَتِمُّوا الصِّيَامَ إِلَى اللَّيْل
Artinya: “Dan makan dan minumlah hingga jelas
bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar, lalu sempurnakanlah puasa
itu sampai malam” (QS. Al-Baqarah:187).
2. Niat,
عَنْ
حَفْصَةَ زَوْجِ النَّبِىِّ -صلى الله عليه وسلم- أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله
عليه وسلم- قَالَ « مَنْ لَمْ يُجْمِعِ الصِّيَامَ قَبْلَ الْفَجْرِ فَلاَ صِيَامَ
لَهُ »
Artinya: “Barangsiapa yang tidak beniat (puasa
Ramadhan) sejak malam, maka tidak ada puasa baginya” (HR. Abu Dawud Nomor
2456).
Ketiga:
Syafi’iyyah: Adapun
paasa memiliki Tiga rukun yaitu:
1.
Menahan
makan, minum, jima’ dengan isteri pada siang hari sejak terbit fajar sampai
terbenam matahari.
2.
Niat
3.
Faham
tentang maksud puasa yang dilakukan.
Lalu
Mana Yang Rojih?
Yang
rojih adalah pendapatnya Hanafiyah dan Hanabilah. bahwa
puasa hanya memiliki satu rukun saja, yaitu: Menahan
makan, minum, jima’ dengan isteri pada siang hari sejak terbit fajar sampai
terbenam matahari. Adapun Niat dan Faham tentang maksud puasa yang dilakukan
adalah termasuk syarat wajib bukan rukun puasa. Wallahu A’lam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar