Jumat, 14 Februari 2020

173 PERMASALAHAN SEPUTAR PUASA DAN I'TIKAF (66-73)


66.   Bolehkah Menyelam Dalam Air Ketika Berpuasa?
Permasalahan ini hampir sama dengan orang yang mandi terus atau mandi yang lama disiang hari ramadhan. Yaitu ada tiga keadaan:
Pertama: Mandi atau Menyelam dalam air dengan tujuan hanya untuk sekedar menghilangkan gerah  dan menyegarkan badan agar tidak risih dalam melaksanakan ibadah-ibadah ramadhon maka hal ini tidak apa-apa.
Kedua: Mandi atau Menyelam dalam air dengan niat tamatta’ (menikmati) kesegaran air. dengan itu ia akan mendapatkan kekuatan dalam puasa dan menghilangkan keletihannya, maka ini hukumnya makruh karena sudah menjadi konsekuensi orang yang berpuasa harus bisa menahan kondisi yang timbul akibat puasa seperti lapar, haus, lemas, panas, letih dan lain-lain.
Ketiga: Mandi atau menyelam dalam air yang sampai menyebabkan ia menelan air atau air masuk kedalam tenggorokan. Hal ini adalah haram karena bisa membatalkan puasa lantaran air tertelan baik melalui mulut ataupun hidung.
Oleh karena itu, dalam segala hal hendaknya kita menjadi orang yang biasa-biasa saja, jangan terlalu berlebih-lebihan. Termasuk dalam mandi. Jika mandi atau menyelam, maka:
-     Jangan sambil masukkan air ke mulut, dikhawatirkan sengaja atau tanpa sengaja air itu akan tertelan.
-     Apabila ingin menyelam maka tutuplah mulut dan telinga, dan dilakukan dengan hati-hati agar air juga tidak masuk lewat hidung.




67.   Hukum Memakai Obat Tetes Mata Disiang Hari Bulan Ramadhan
Jika ada seseorang yang sedang melaksanakan ibadah puasa kemudian mengobati matanya dengan Visin atau yang lainya, baik obat tersebut sangat terasa di tenggorokan atau tidak. Maka tidak menyebabkan batalnya puasa, hal ini dikarenakan:
1.      Tidak ada satu dalil pun yang menyatakan bahwa obat tetes mata adalah salah satu yang menjadikan puasa batal
2.      Mata bukanlah saluran tempat masuknya zat makanan dan minuman. 
3.      Obat mata yang terasa di tenggorokan itu masuk melalui pori-pori, bukan lubang yang tembus ke tenggorokan, seperti hidung.
4.       Tetes mata ketika masuk pada lubang mata hanyalah sedikit, sehingga kalaupun terasa di tenggorokan  maka tidak mengalir terus hingga kerongkongan.
Ulama yang berpendapat seperti ini yaitu Syaikh ‘Abdul ‘Aziz bin ‘Abdillah bin Baz, syekh Muhammad bin Shalih Al ‘Utsaimin, dan Dr. Wahbah Az Zuhaili.

 

68.   Hukum Memakai Obat Tetes Telinga Disiang Hari Bulan Ramadhan
Memakai obat tetes telinga disinag hari ramdhan tidak membatalkan puasa. Ini adalah salah satu pendapat ulama Syafi’iyah dan merupakan pendapat Ibnu Hazm. Alasan mereka yaitu:
1.      Tidak ada satu dalil pun yang menyatakan bahwa obat tetes mata adalah salah satu yang menjadikan puasa batal
2.      Mata bukanlah saluran tempat masuknya zat makanan dan minuman. 
3.      tetes telinga tidak sampai pada kerongkongan dan otak dan hanya sampai ke pori-pori saja.
4.      Karena tidak ada saluran yang menghubungkan antara telinga menuju kerongkongan atau antara telinga dan otak Sehingga dari pembuktian ini, tetes telinga tidaklah membatalkan puasa.




69.   Hukum Donor Darah Ketika Puasa
Apakah donor darah membatalkan puasa? Maka jawabanya adalah hukumnya sama dengan hukum membekam. Karena sama-sama mengeluarkan darah dari tubuh. Hanya saja bekam yaitu mengeluarkan darah kotor sedangkan donor darah mengeluarkan darah yang bersih.
Inilah yang disebut dengan kiyas:
Al-ashlu                       = Bekam
Al-far'u                        = Donor darah
Hukum                        = Boleh
Illat                             = Menjadikan tubuh lemah




70.   Hukum Infus Ketika Puasa
Model suntikan yang diberikan kepada pasien yang sedang sakit ada dua macam yaitu:
Pertama: suntikan yang mengandung obat, baik itu untuk mengilangkan sakit atau meringankanya. Ini tidak membatalkan puasa.
Kedua: suntikan yang mengandung nutrisi. Ini membatalkan puasa.
Dan infuse termasuk kelompok yang kedua ini. Karena fungsi dari infuse adalah menambah nutrisi, dan itu sama dengan makanan sekalipun tidak masuk melalui kerongkongan. Oleh karena itu hokum infuse bagi orang yang sedang berpuasa adalah bias membatalkan puasanya. Maka ia harus mengganti puasanya itu dihari yang lain.
Infus mengandung cairan steril dengan sedikit natrium klorida (garam), dekstrosa (gula) yang disimpan dalam paket kaca atau kantong plastik yang dapat digantung di tempat tidur pasien. Larutan gula dan garam dapat mencukupi cairan dan kalori yang dibutuhkan orang sakit untuk jangka waktu yang pendek. Setiap 50mg gula setara dengan 200kalori.
Telah disahkan dalam keputusan Majma’ Al Fiqh Al Islami (divisi OKI) dalam rapat ke-sepuluh no.93 menyebutkan hal-hal yang tidak membatalkan puasa : (8. Menyuntikkan obat di kulit atau otot atau pembuluh darah, yang bukan cairan nutrisi.)
 
71.   " Operasi" Ketika Sakit, Apakah Membatalkan Puasa?
Operasi ada dua macam:
Pertama: operasi sebagian anggota badan. Yang dimaksud disini adalah menggunakan obat tertentu untuk mematikan rasa sakit bagian badan tertentu yang ingin di operasi. Maka hal ini tidak membatalkan puasa. Karena ia pada hakekatnya tidak sampai hilang kesadaranya dan obat itu tidak masuk keseluruh badanya. Hanya sampai kepada bagian tertentu dari badan yang ingin di operasi tadi.
Kedua: operasi seluruh badan. Yang dimaksud disini adalah menggunakan obat tertentu untuk mematikan rasa seluruh badan baik itu dengan suntikan atau dengan obat luar. Sehingga efeknya menjadikan seseorang yang sedang dioperasi tidak menyadarkan dirinya. Atau zaman sekarang disebut dengan bius. Inilah yang membatalkan puasa, karena obat tersebut mempengaruhi seluruh anggota badanya, dan ia sampai tidak sadarkan diri.




72.   Hukum Melakukan Pijat Pengobatan Di Bulan Ramadhan
Hukum melakukan pijat pengobatan, baik dibulan Ramadhan atau di luar Ramadhan adalah boleh. Karena tidak ada dalil yang melarang akan hal itu. bahkan pijat pengobatan adalah termasuk salah satu usaha untuk menuju kesembuhan dari sakit yang dialami.
Permasalahannya adalah, bagaimana jika pijat pengobatan itu dilakukan pada siang hari bulan Ramadhan ? Maka untuk menjawab ini, sesungguhnya hal tersebut tidak membatalkan puasa.  Akan tetapi  perlu diperhatikan beberap hal bagi orang yang melakukan pijit pengobatan disiang hari ramadhan:
1.      Utamakan yang memijat adalah mahram sendiri. Seperti suami dipijit oleh istrinya atau sebaliknya. Hal ini untuk lebih menjaga kehormatan dan fitnah yang akan timbul.
2.      Hendaknya dilakukan dirumah sendiri. Jika yang memijit adalah orang lain maka sebisa mungkin dipanggil kerumah. Tidak ditempat umum atau yang lainya.  Khususnya bagi wanita, tidak dibolehkan bagi mereka untuk mendatangi tempat-tempat pijat umum jika ia bisa mendapatkannya di rumah. Karena terlarang baginya membuka baju di luar rumahnya, dan karena tidak ada jaminan baginya selamat dari perbuatan orang jahil yang mengintip atau memotretnya di tempat-tempat tersebut.
3.      Yang  memijat adalah bukan lawan jenis. Jika yang berprofesi sebagai tukang pijat itu laki-laki maka ia tidak boleh memijat perempuan. Demikian sebaliknya. Karena menyentuh tubuh yang bukan mahramnya adalah haram. Selain itu, ini akan menjadi pintu fitnah bagi keduanya.
4.      Tidak boleh memijat bagian aurat. Yaitu, bagian tubuh yang terletak di antara pusar dan lutut, bagi laki-laki. Bagian tubuh yang terletak di antara payudara dan lutut, bagi wanita. Kecuali, jika pada bagian tersebut perlu sekali mendapat perawatan berupa pijatan. Maka hal ini dibolehkan karena darurat.
5.      Tidak boleh telanjang atau memperlihatkan aurat di hadapan orang yang memijat. Yang diperlihatkan hanya bagian tubuh yang akan dipijat. 




73.   Apa itu Fajar Shodiq Dan Fajar Kaadzib
1. Fajar shadiq, yaitu fajar yang cahayanya memanjang (mendatar). Rasulullah Shollallahu 'Alaihi Wasallam Bersabda:
لاَ يَغُرَّنكمْ أحَدَكمْ نِدَاءُ بِلاَلٍ مِنَ السَّحُوْرِ وَلاَ هذا البَيَاضُ حَتَّى يَسْتطِيْرَ. وفي رواية : هُوَ المُعْتـَرِضُ وَليْسَ بالمُسْتَطِيلِ
Artinya: “Janganlah adzannya Bilal mencegah kalian dari sahur dan tidak pula cahaya putih ini sampai mendatar (horisontal). Dalam riwayat yang lain : yaitu cahaya yang mendatar bukan yang menjulang ke atas.” (H.R Muslim hadits no. 1093)

2. Fajar kadzib, yaitu fajar yang cahayanya naik (vertikal) seperti ekor serigala. Dengan fajar ini belum masuk waktu shalat Subuh, dan masih diperbolehkan makan dan minum. Sebagaimana diterangkan dalam hadits Jabir bin ‘Abdillah dan Ibnu Abbas radhiallahu ‘anhum bahwa Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
حَدَّثَنَاهُ أَبُو بَكْرٍ مُحَمَّدُ بْنُ أَحْمَدَ بْنِ حَاتِمٍ الدَّارَبَرْدِيِّ، بِمَرْوَ، حَدَّثَنَا عَبْدُ اللهِ بْنُ رَوْحٍ الْمَدَائِنِيُّ، حَدَّثَنَا يَزِيدُ بْنُ هَارُونَ، أَنْبَأَ ابْنُ أَبِي ذِئْبٍ، عَنِ الْحَارِثِ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ، عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ ثَوْبَانَ، عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللهِ ، قَالَ : قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : الْفَجْرُ فَجْرَانِ : فَأَمَّا الْفَجْرُ الَّذِي يَكُونُ كَذَنَبِ السَّرْحَانِ فَلاَ تَحِلُّ الصَّلاَةُ فِيهِ وَلاَ يَحْرُمُ الطَّعَامُ ، وَأَمَّا الَّذِي يَذْهَبُ مُسْتَطِيلاً فِي الْأُفُقِ فَإِنَّهُ يُحِلُّ الصَّلاَةَ ، وَيُحَرِّمُ الطَّعَامَ.
Artinya: “Fajar ada dua macam (pertama), fajar yang bentuknya seperti ekor serigala maka belum dibolehkan dengannya shalat (subuh) dan masih dibolehkan makan. Dan (kedua) fajar yang membentang di ufuk timur adalah fajar yang dibolehkan di dalamnya shalat (subuh) dan diharamkan makan (sahur).” (HR. Al-Hakim no 687)
Ibnu Katsir rahimahullah berkata, “Abdurrazzaq berkata, kami diberitahu oleh Juraij bin Atha, dia berkata, “Aku mendengar Ibnu Abbas berkata, ‘Ada dua fajar. Fajar yang cahayanya membentang di langit, tidak mengakibatkan penhalalan dan pengharaman apapun (baik makan maupun minum). Akan tetapi fajar yang terlihat terang di puncak gunung, itu yang mengharamkan minuman (bagi yang berpuasa).’ Atha berkata, ‘Fajar yang membentang di langit –dan bentangannya itu akan hilang- maka itu tidak diharamkan minuman bagi yang berpuasa tidak juga shalat, tidak terlewatkan haji (masih sah wukuf). Akan tetapi kalau yang menyebar di puncak gunung, diharamkan minuman bagi yang berpuasa dan terlewatkan haji.’ Sanadnya shahih sampai ke Ibnu Abbas dan Atha. Begitu juga yang diriwayatkan bukan hanya satu dari kalangan ulama salaf rahimahumullah.” (Tafsir Ibnu Katsir, 1/516)
Ibnu Qudamah Rahimahullah Berkata, “Secara umum, waktu subuh masuk dengan terbitnya fajar kedua berdasarkan ijma (konsensus para ulama’). Hal itu telah ditunjukkan kabar penentuan waktu. Yaitu (cahaya) putih meluas dan menyebar di ufuk dinamakan dengan fajar sadiq. Dikatakan demikian karena membenarkan anda dan menjelaskan kepada anda tentang subuh. Shubuh itu artinya gabungan antara putih dan kemerah-merahan. Oleh karena itu kalau seseorang warna kulitnya itu putih dan kemerah-merahan dinamakan ‘Asbaha’.”
Adapun fajar pertama, (cahaya) putih yang tipis memanjang bukan membentang dan tidak terkait dengan hukum, dinamakan fajar kadzib. Kemudian waktu pilihan terus sampai terlihat siang.” (Al-Mughni, 1/232)
Syekh Ibnu Utsaimin Rahimahullahu ta'ala berkata didalam As-Syarhu Al-Mumti’, 2/107, 108:  “Para ulama menyebutkan bahwa antara fajar sadiq dan  fajar kadzib- terdapat tiga perbedaan;
Pertama : Fajar pertama (kadzib) memanjang, tidak membentang yakni memanjang dari timur ke barat.
Kedua    : Bahwa fajar awal gelap, maksudnya muncul cahaya dalam waktu singkat namun kemudian gelap. Sedangkan fajar kedua (sadiq) tidak gelap, bahkan bertambah cahayanya dan semakin terang.
Ketiga   : Fajar kedua (sadiq) menyatu dengan ufuk, antara dia dengan ufuk tidak ada kegelapan. Sementara fajar pertama terputus dari ufuk. Antara ia dengan ufuk ada kegelapan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar