33. Hukum Wanita Haid Dalam Puasa
Wanita haid diharamkan berpuasa secara mutlak, berdasarkan hadits
Aisyah radhiallahu anha dia berkata:
وَحَدَّثَنَا عَبْدُ
بْنُ حُمَيْدٍ أَخْبَرَنَا عَبْدُ الرَّزَّاقِ أَخْبَرَنَا مَعْمَرٌ عَنْ عَاصِمٍ
عَنْ مُعَاذَةَ قَالَتْ سَأَلْتُ عَائِشَةَ فَقُلْتُ مَا بَالُ الْحَائِضِ تَقْضِى
الصَّوْمَ وَلاَ تَقْضِى الصَّلاَةَ فَقَالَتْ أَحَرُورِيَّةٌ أَنْتِ قُلْتُ
لَسْتُ بِحَرُورِيَّةٍ وَلَكِنِّى أَسْأَلُ. قَالَتْ كَانَ يُصِيبُنَا ذَلِكَ
فَنُؤْمَرُ بِقَضَاءِ الصَّوْمِ وَلاَ نُؤْمَرُ بِقَضَاءِ الصَّلاَةِ.
Artinya: “Kami dahulu juga mengalami haid, maka kami
diperintahkan untuk mengqadha’ puasa dan tidak diperintahkan untuk mengqadha’
shalat.” (HR.
Muslim no. 508)
Adapun
wanita yang mengalami istihadhah, maka dia tetap wajib berpuasa. Hal itu karena
istihadhah berbeda dengan haid dari sisi sifat dan hukum.
wanita haid tidak boleh dijimak oleh suaminyam,
baik dibulan puasa ataupun diluar puasa.
Rasulullah Shollallahu 'Alaihi Wasallam
Bersabda::
حَدَّثَنَا إِسْمَاعِيلُ بْنُ خَلِيلٍ قَالَ أَخْبَرَنَا
عَلِيُّ بْنُ مُسْهِرٍ قَالَ أَخْبَرَنَا أَبُو إِسْحَاقَ هُوَ الشَّيْبَانِيُّ
عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ الْأَسْوَدِ عَنْ أَبِيهِ عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ
كَانَتْ إِحْدَانَا إِذَا كَانَتْ حَائِضًا فَأَرَادَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ يُبَاشِرَهَا أَمَرَهَا أَنْ تَتَّزِرَ فِي فَوْرِ
حَيْضَتِهَا ثُمَّ يُبَاشِرُهَا قَالَتْ وَأَيُّكُمْ يَمْلِكُ إِرْبَهُ كَمَا
كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَمْلِكُ إِرْبَهُ
Artinya:
Dari ‘Aisyah, ia berkata bahwa di antara istri-istri Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam ada yang mengalami haid. Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam ingin bercumbu dengannya. Lantas beliau
memerintahkannya untuk memakai sarung agar menutupi tempat memancarnya darah
haid, kemudian beliau tetap mencumbunya (di atas sarung). Aisyah berkata, “Adakah
di antara kalian yang bisa menahan hasratnya (untuk berjima’) sebagaimana Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam menahannya?” (HR. Bukhari
no. 302 dan Muslim no. 293).
Imam
Nawawi menyebutkan judul bab dari hadits di
atas, “Bab mencumbu wanita haid di
atas sarungnya”. Artinya di selain tempat keluarnya darah haid atau selain
kemaluannya.
34. Hukum Wanita Nifas
Hukum wanita nifas
didalam semua ibadah sama dengan hukum wanita haid. Maka oleh karena itu wanita
yang sedang nifas tidak boleh baginya untuk berpuasa.
35. Hukum Wanita Haid Dan Nifas Yang Suci
Sebelum Terbit Fajar Shodiq
Wanita haid atau nifas
tidak boleh melaksanakan shalat, juga puasa. Rasulullah Shollallahu 'Alaihi
Wasallam Bersabda:
حَدَّثَنَا
أَحْمَدُ بْنُ أَبِي رَجَاءٍ قَالَ : حَدَّثَنَا أَبُو أُسَامَةَ قَالَ : سَمِعْتُ
هِشَامَ بْنَ عُرْوَةَ قَالَ : أَخْبَرَنِي أَبِي ، عَنْ عَائِشَةَ أَنَّ
فَاطِمَةَ بِنْتَ أَبِي حُبَيْشٍ سَأَلَتِ النَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم قَالَتْ
إِنِّي أُسْتَحَاضُ فَلاَ أَطْهُرُ أَفَأَدَعُ الصَّلاَةَ فَقَالَ : لاَ, إِنَّ
ذَلِكِ عِرْقٌ وَلَكِنْ دَعِي الصَّلاَةَ قَدْرَ الأَيَّامِ الَّتِي كُنْتِ
تَحِيضِينَ فِيهَا ثُمَّ اغْتَسِلِي وَصَلِّي.
Artinya: “ Dari Aisyah Radhiyallahu Anha,
sesungguhnya Fatimah Binti Abi Hubaisy bertanya kepada rasulullah shollallahu
alaihi wasallam: sesungguhnya saya istihadhoh, maka saya tidak suci, apakah
saya harus meninggalkan shalat? maka rasulullah shollallahu 'alaihi wasallam
menjawab: Tidak, sesungguhnya itu hanyalah urat (pada rahim) yang terbuka, akan
tetapi tinggalkan shalat seukuran engkau biasa mengalami haid kemudian mandilah
(haid) dan shalatlah (HR. Al Bukhari no 306, 320, 331, 228).
Apabila ia telah
selesai haid atau nifasnya maka ia sudah harus melaksanakan
kewajiban-keawajiban yang dilarang selama ia haid atau nifas seperti puasa dan
shalat. karena sebab dilarangnya kewajiban-kewajiban tadi telah hilang. dalam
kaedah usul fiqih dikatakan:
إذا زال المانع عاد
الممنوع
Artinya: apabila sesuatu (yang melarang) hilang maka
orang yang dilarang itu kembali kesemula.([1])
dalam kaedah lain juga dikatakan:
"ما جاز
لعذر بطل بزواله
"
Artinya: apa yang diperbolehkan karena udzur maka akan
batal jika udzur itu hilang. ([2])
oleh karena itu, wanita haid atau nifas apabila ia
mengalami suci sebelum terbitnya fajar shodiq (fajar yang ke dua) maka ia harus
segera mandi, kemudian sahur (jika ia masih ada kesempatan untuk sahur). jika
sudah tidak ada kesempatan untuk sahur maka sialakan langsung berpuasa.
caranya, jika waktunya tinggal lima menit, maka
hendaknya sahur dulu, kemudia mandi bisa setelah fajar shodiq atau setelah
selesai waktu sahur, agar sahur dan shalat subuh bisa dilakukan semuanya.
jika waktunya masih panjang, memungkinkan untuk mandi
maka lebih baik mandi dulu kemudian sahur. wallahu a'lam
Tidak ada komentar:
Posting Komentar