21. Kapan Berbuka Puasa
Ifthor
atau berbuka puasa dilakukan dijika matahari telah terbenam, sebagaimana Sabda
Rasulullah Shollallahu 'alaihi wasallam bersabda:
حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ يُوسُفَ أَخْبَرَنَا
مَالِكٌ عَنْ أَبِي حَازِمٍ عَنْ سَهْلِ بْنِ سَعْدٍ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَا يَزَالُ النَّاسُ بِخَيْرٍ مَا عَجَّلُوا
الْفِطْر
Artinya: Dari Sahl Ibnu Sa'ad Sesungguhnya Rasulullah
Shollallahu 'Alaihi Wasallam Bersabda: "Tidak akan hilang kebaikan manusia
selama ia menyegerakan buka puasanya". (HR Bukhari no 1856,4746 dan Muslim
no 1098)
Dan Sabda
Rasulullah Shollallahu 'alaihi wasallam:
حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ يُونُسَ حَدَّثَنَا أَبُو
بَكْرٍ عَنْ سُلَيْمَانَ عَنْ ابْنِ أَبِي أَوْفَى رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ
كُنْتُ مَعَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي سَفَرٍ فَصَامَ
حَتَّى أَمْسَى قَالَ لِرَجُلٍ انْزِلْ فَاجْدَحْ لِي قَالَ لَوْ انْتَظَرْتَ
حَتَّى تُمْسِيَ قَالَ انْزِلْ فَاجْدَحْ لِي إِذَا رَأَيْتَ اللَّيْلَ قَدْ
أَقْبَلَ مِنْ هَا هُنَا فَقَدْ أَفْطَرَ الصَّائِمُ
Artinya: Dari Ibnu Abi Aufa Radhiyallahu Anhu ia
Berkata, saya bersama Nabi Shollallahu 'Alaihi Wasallam didalam perjalanan
kemudian beliau berpuasa sampai sore ia Bersabda kepada seseorang: turunlah dan temani saya
(temani untuk berbuka), laki-laki itu berkata: kalau saja engkau tunggu sampai
betul-betul malam. kemudian Rasulullah Shollallahu 'Alaihi Wasallam Bersabda:
turunlah dan berbukalah bersama saya, apabila kamu telah melihat matahari telah
sampai disini (menunjukkan sudah terbenam)maka seorang yang berpuasa sudah
boleh berbuka(HR Bukhari no 1857,1956 Bab Ta'jilul Ifthor dan Muslim no 1101)
Dan Rasulullah
Shollallahu 'Alaihi wasallam juga bersabda:
حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ يَحْيَى وَأَبُو كُرَيْبٍ
مُحَمَّدُ بْنُ الْعَلاَءِ قَالاَ أَخْبَرَنَا أَبُو مُعَاوِيَةَ عَنِ الأَعْمَشِ
عَنْ عُمَارَةَ بْنِ عُمَيْرٍ عَنْ أَبِى عَطِيَّةَ قَالَ دَخَلْتُ أَنَا
وَمَسْرُوقٌ عَلَى عَائِشَةَ فَقُلْنَا يَا أُمَّ الْمُؤْمِنِينَ رَجُلاَنِ مِنْ
أَصْحَابِ مُحَمَّدٍ -صلى الله عليه وسلم- أَحَدُهُمَا يُعَجِّلُ الإِفْطَارَ
وَيُعَجِّلُ الصَّلاَةَ وَالآخَرُ يُؤَخِّرُ الإِفْطَارَ وَيُؤَخِّرُ الصَّلاَةَ.
قَالَتْ أَيُّهُمَا الَّذِى يُعَجِّلُ الإِفْطَارَ وَيُعَجِّلُ الصَّلاَةَ قَالَ
قُلْنَا عَبْدُ اللَّهِ يَعْنِى ابْنَ مَسْعُودٍ. قَالَتْ كَذَلِكَ كَانَ يَصْنَعُ
رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم-. زَادَ أَبُو كُرَيْبٍ وَالآخَرُ أَبُو
مُوسَى.
Artinya: masruk mengadukan tentang dua orang sahabat
Rasulullah Shollallahu 'Alaihi Wasallam
kepada 'aisya radhiyallahu anha yaitu laki-laki yang meyegerakan berbuka
dan menyegerakan shalat, sedang yang satu mengakhirkan berbuka dan
menghakhirkan shalat. kemudian aisyah rahdiyallahu anha berkata: siapa
laki-laki yang menyegerakan berbuka dan menyegerakan shalat itu? masruk
menjawab: Abdullah yaitu Abdullah bin mas'ud, kemudian aisyah radhiyallahu anha
menjawab: begitulah yang dilakukan oleh Rasulullah Shollallahu 'Alaihi Wasallam
(HR Muslim no 1099)
22. Hukum Masyaqqah Dalam Puasa
Masyaqqah didalam semua
ibadah adalah sebuah keniscayaan, termasuk didalam maslah puasa. Masyaqqhnya
puasa yaitu, merakan lapar dan dahaga sepanjang hari, tidak bolehnya jimak
dengan istri disiang hari ramadhon, itu semua untuk menjadi cobaan bagi hamba
didalam menerima syari'at Allah 'Azza wajall.
Akan tetapi Allah 'Azza
wajallah tidak pernah membebani hambaNya diluar kemampuan hamba, Allah
Subuhanahu Wata'ala Berfirman:
لاَ يُكَلِّفُ اللَّهُ نَفْسًا إِلاَّ وُسْعَهَا
Artinya: Allah tidak membebani seseorang melainkan
sesuai dengan kesanggupannya. (Q.S Al-Baqarah 286)
Rasulullah shollallahu
'alaihi wasallam bersabda:
حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ وَأَبُو
كُرَيْبٍ وَإِسْحَقُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ وَاللَّفْظُ لِأَبِي بَكْرٍ قَالَ إِسْحَقُ
أَخْبَرَنَا وَقَالَ الْآخَرَانِ حَدَّثَنَا وَكِيعٌ عَنْ سُفْيَانَ عَنْ آدَمَ بْنِ
سُلَيْمَانَ مَوْلَى خَالِدٍ قَالَ سَمِعْتُ سَعِيدَ بْنَ جُبَيْرٍ يُحَدِّثُ عَنْ
ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ: لَمَّا نَزَلَتْ هَذِهِ الْآيَةُ { وَإِنْ تُبْدُوا مَا فِي
أَنْفُسِكُمْ أَوْ تُخْفُوهُ يُحَاسِبْكُمْ بِهِ اللَّهُ }قَالَ دَخَلَ
قُلُوبَهُمْ مِنْهَا شَيْءٌ لَمْ يَدْخُلْ قُلُوبَهُمْ مِنْ شَيْءٍ فَقَالَ
النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قُولُوا سَمِعْنَا وَأَطَعْنَا
وَسَلَّمْنَا قَالَ فَأَلْقَى اللَّهُ الْإِيمَانَ فِي قُلُوبِهِمْ فَأَنْزَلَ
اللَّهُ تَعَالَى:{ لَا يُكَلِّفُ اللَّهُ نَفْسًا إِلَّا وُسْعَهَا لَهَا مَا
كَسَبَتْ وَعَلَيْهَا مَا اكْتَسَبَتْ رَبَّنَا لَا تُؤَاخِذْنَا إِنْ نَسِينَا
أَوْ أَخْطَأْنَا } قَالَ قَدْ فَعَلْتُ { رَبَّنَا وَلَا تَحْمِلْ عَلَيْنَا
إِصْرًا كَمَا حَمَلْتَهُ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِنَا }قَالَ قَدْ فَعَلْتُ {
وَاغْفِرْ لَنَا وَارْحَمْنَا أَنْتَ مَوْلَانَا }قَالَ قَدْ فَعَلْتُ
Artinya:
Dari Ibnu Abbas Radhiyallahu 'Anhu, Beliau berkata: ketika diturunkan (Qs. Al
Baqarah: 284) Rasulullah shollallahu 'alaihi wasallam
bersabda: Hati mereka dimasuki sesuatu perasaan kurang terima/kurang enak,
kemuadian Rasulullah shollallahu 'alaihi wasallam bersabda: Katakanlah, Saya mendengar & saya menaati
serta saya menyerahkan diri'. Ibnu Abbas berkata, Lalu Allah meletakkan iman
pada hati mereka, yg kemudian menurunkan ayat: '(Allah tak membebani seseorang
melainkan sesuai dgn kesanggupannya. Ia mendapat pahala (dari kebajikan) yg
diusahakannya & mendapat siksa (dari kejahatan) yg dikerjakannya. (Mereka
berdoa), 'Ya Rabb kami, janganlah Engkau hukum kami jika kami lupa atau kami bersalah)
' (Qs. Al Baqarah: 286), Allah berfirman: Sungguh aku telah melakukannya.
'(Wahai Rabb kami, dan janganlah Engkau bebankan kepada kami beban yg berat
sebagaimana Engkau bebankan kepada orang-orang yg sebelum kami) ' (Qs. Al
baqarah: 286), Allah berfirman: Aku telah melakukanya. '(Wahai Rabb kami, Beri
maaflah kami; ampunilah kami; & rahmatilah kami. Engkaulah Penolong kami) '
Allah berfiraman: Aku telah lakukan. (H.R Muslim no 180)
Maka oleh karena itu, kita hendaknya sabar didalam
menjalankan semua perintah Allah 'Azza wajalla. Selama kita bias dan tidak
memiliki udzur syar'I seperti sakit parah, perjalanan dan sebagaina..karena
orang yang udzur seperti diatas maka allahpun memberika keringanan untuk
berbuka dan menggantinya dihari yang lain.
Begitulah hikmah
syari'at Allah 'azza wajall, tidak mengharuskan orang-orang yang memiliki udzur
syar'I untuk melaksanakan sya'riatnya secara utuh atau tepat waktunya.. allah
memberikan keringanan kepada mereka yg memiliki udzur untuk mengganti dihari lain,
ataupun membayar fidiyah dan sebagainya. Allah Subuhanahu Wata'ala Berfirman:
مَا يُرِيدُ اللَّهُ لِيَجْعَلَ عَلَيْكُمْ مِنْ حَرَجٍ
وَلَكِنْ يُرِيدُ لِيُطَهِّرَكُمْ وَلِيُتِمَّ نِعْمَتَهُ عَلَيْكُمْ لَعَلَّكُمْ
تَشْكُرُونَ
Artinya: Allah
tidak hendak menyulitkan kamu, tetapi Dia hendak membersihkan kamu dan
menyempurnakan nikmat-Nya bagimu, supaya kamu bersyukur. (Q.S Al-maidah : 6)
Allah Subuhanahu
Wata'ala Berfirman:
يُرِيدُ اللَّهُ بِكُمُ الْيُسْرَ ، وَلاَ يُرِيدُ
بِكُمُ الْعُسْرَ
Artinya: Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak
menghendaki kesukaran bagimu. (Q.S Al-baqarah: 185)
Dan Allah Subuhanahu
Wata'ala Berfirman:
فَاتَّقُوا اللَّهَ مَا اسْتَطَعْتُمْ
Artinya: Maka bertakwalah kamu kepada Allah menurut
kesanggupanmu. (Q.S At Taghaabun: 16)
Rasulullah Shollallahu
'Alahi Wasallam Bersabda:
حَدَّثَنَا إِسْمَاعِيلُ ، حَدَّثَنِي مَالِكٌ ، عَنْ
أَبِي الزِّنَادِ ، عَنِ الأَعْرَجِ ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ ، عَنِ النَّبِيِّ
صلى الله عليه وسلم قَالَ : .....وَإِذَا أَمَرْتُكُمْ بِأَمْرٍ فَأْتُوا مِنْهُ
مَا اسْتَطَعْتُمْ.
Artinya: dari abu hurairah radhiyallahu 'anhu dari nabi
Shollallahu 'Alahi Wasallam beliau Bersabda:
….“Dan jika Aku perintahkan kalian dengan sebuah
perkara maka kerjakanlah darinya sesuai dengan kemampuan kalian.” (H.R Bukhari no 6858, muslim no 1337)
3. Hukum Niat Dalam Puasa
Niat merupakan rukun bagi
seluruh ibadah, begitupun dalam hal puasa. Tidak akan sah amal seseorang tanpa
didahului dengan niat sebagaimana sabda Rasulullah -Shallallahu alaihi
wasallam:
حَدَّثَنَا
الحُمَيْدِيُّ عَبْدُ اللَّهِ بْنُ الزُّبَيْرِ، قَالَ: حَدَّثَنَا سُفْيَانُ،
قَالَ: حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ سَعِيدٍ الأَنْصَارِيُّ، قَالَ: أَخْبَرَنِي
مُحَمَّدُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ التَّيْمِيُّ، أَنَّهُ سَمِعَ عَلْقَمَةَ بْنَ
وَقَّاصٍ اللَّيْثِيَّ، يَقُولُ: سَمِعْتُ عُمَرَ بْنَ الخَطَّابِ رَضِيَ اللَّهُ
عَنْهُ عَلَى المِنْبَرِ قَالَ: سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ يَقُولُ: "إِنَّمَا الأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ، وَإِنَّمَا لِكُلِّ
امْرِئٍ مَا نَوَى
Artinya: “Sesungguhnya setiap
amalan itu (syah atau tidaknya) tergantung dengan niatnya dan setiap orang akan
mendapatkan apa yang dia niatkan.” (HR.Al-Bukhari no 53,
5070 dan Muslim hadits no1907)
Allah subuhanahu wata'ala berfirman:
لَنْ
يَنَالَ اللَّهَ لُحُومُهَا وَلا دِمَاؤُهَا وَلَكِنْ يَنَالُهُ التَّقْوَى
مِنْكُمْ
Artinya: Daging-daging unta dan darahnya itu sekali-kali
tidak dapat mencapai (keridhaan) Allah, tetapi ketakwaan dari kamulah yang
dapat mencapainya. (Q.S
Al-haj ayat 37)
Allah subuhanahu wata'ala berfirman:
{
وَمَا أُمِرُوا إلَّا لِيَعْبُدُوا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ }
Artinya: Padahal mereka tidak
disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya
dalam (menjalankan) agama". (Q.S Al-bayyinah ayat 5)
Tujuan segala amal adalah untuk mendapatkan
ketaqwaan, dan itu tidak akan bias dicapai kecuali dengan niat, maka niat
termasuk syarat sahnya amal.
Akan tetapi yang perlu
diketahui bahwa Niat dalam semua ibadah, baik wudhu, shalat, puasa, zakat, haji
dan selainnya tidak perlu dilafazhkan.
-
Ibnu
Taimiyah Rahimahullah Berkata,
“Mengucapkan niat secara jahr tidak diwajibkan dan tidak pula disunnahkan
berdasarkan kesepakatan kaum muslimin.” (Majmu’ Al-Fatawa: 22/218-219).
- Dan dalam beliau berkata juga berkata: “Niat
adalah maksud dan kehendak, sedangkan maksud dan kehendak tempatnya adalah di
hati, bukan di lidah, berdasarkan kesepakatan orang-orang yang berakal.
Walaupun dia berniat dengan hatinya, Maka niatnya syah menurut Imam Empat dan
menurut seluruh imam kaum muslimin baik yang terdahulu maupun yang belakangan.”
(Majmu’ Al-Fatawa : 22/236-237)
Hanya saja permasalahanya adalah kapan niat
dilakukan? Apakah setelah magrib, dipertengahan malam atau ketika mau sahur,
atau setelah fajar?
Dalam masalah ini perbedaan pendapat para
ulama:
Petama: niat
bisa dilaksanakan mulai terbenamnya matahari sampai siang hari, maka boleh
puasa kemudian niatnya siang hari. Inilah pendapat abu hanifah rahimahullah.
Al-kaassa'I berkata: sekalipun puasa ramadhon,
atau puasa sunnah lainya, atau puasa nadzar. Yaitu boleh mengucapkan niat
setelah terbitnya fajar. ([1])
Kelompok ini berdalil dengan hadits Rasulullah
Shollalahu 'Alaihi Wasallam:
حَدَّثَنَا أَبُو عَاصِمٍ عَنْ يَزِيدَ بْنِ أَبِي
عُبَيْدٍ عَنْ سَلَمَةَ بْنِ الْأَكْوَعِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بَعَثَ رَجُلًا يُنَادِي فِي النَّاسِ يَوْمَ
عَاشُورَاءَ إِنَّ مَنْ أَكَلَ فَلْيُتِمَّ أَوْ فَلْيَصُمْ وَمَنْ لَمْ يَأْكُلْ
فَلَا يَأْكُل
Artinya : nabi shollallahu 'alaihi wasallam mengutus
seorang laki-laki dari sahabatnya untuk menyeru manusia ketika hari 'asyura'
"Sesungguhnya siapa yang telah makan maka silakan sempurnakan atau
berpuasalah, dan barang siapa yang belum makan maka janganlah makan ([2])
Dilihat dari dalil yang mereka ajukan disini, dapatlah
kita ketahui bahwa puasa as-yura' menurut mereka adalah hukumnya wajib.
Imam nawawi membantah pendapat kelompok ini. Beliau
berkata bahwa puasa asyura' hukumnya sunnah. Inilah yang kuat yaitu bukan
wajib, dan inilah pendapat syafi'iyyah yang shohih" (al-majmu' 6/301)
Imam Nawawi berdalil dengan hadits Rasulullah
Shollallahu 'Alaihi Wasallam:
حَدَّثَنَا
عَبْدُ اللَّهِ بْنُ مَسْلَمَةَ عَنْ مَالِكٍ عَنِ ابْنِ شِهَابٍ عَنْ حُمَيْدِ
بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ أَنَّهُ سَمِعَ مُعَاوِيَةَ بْنَ أَبِى سُفْيَانَ رضى
الله عنهما - يَوْمَ عَاشُورَاءَ عَامَ حَجَّ عَلَى الْمِنْبَرِ يَقُولُ يَا
أَهْلَ الْمَدِينَةِ ، أَيْنَ عُلَمَاؤُكُمْ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم - يَقُولُ « هَذَا يَوْمُ
عَاشُورَاءَ ، وَلَمْ يُكْتَبْ عَلَيْكُمْ صِيَامُهُ ، وَأَنَا صَائِمٌ ، فَمَنْ
شَاءَ فَلْيَصُمْ وَمَنْ شَاءَ فَلْيُفْطِرْ »
Artinya: Sekarang adalah hari asyura', dan
kalian tidak diwajibkan puasa didalanya, dan saya berpuasa, maka barang siapa
yang ingin puasa silakan, dan yang ingin berbuka juga silakan. (H.R Bukhari no
2003, Muslim No 1129)
Imam nawawi berkata: Hadits di atas menunjukkan
bahwa puasa asyura' adalah sunnah.
Akan tetapi yang benar adalah bahwa puasa
asyura' hukumnya wajib kemudian dinasakh oleh wajibnya Puasa Ramadhon,
berdasarkan Hadits Rasulullah Sholllallahu 'Alaihi Wasallam:
حَدَّثَنَا
أَبُو الْيَمَانِ، أَخْبَرَنَا شُعَيْبٌ، عَنِ الزُّهْرِيِّ، قَالَ: أَخْبَرَنِي
عُرْوَةُ بْنُ الزُّبَيْرِأَنَّ عَائِشَةَ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا، قَالَتْ كَانَ
رَسُولُ اللهِ صلى الله عليه وسلم أَمَرَ بِصِيَامِ يَوْمِ عَاشُورَاءَ فَلَمَّا
فُرِضَ رَمَضَانُ كَانَ مَنْ شَاءَ صَامَ، وَمَنْ شَاءَ أَفْطَر
Artinya: Rasulullah Shollalahu Alaihi Wasallam
memerintahkan untuk puasa asyura', maka ketika diwajibkan puasa ramadhan maka
barang siapa yang ingin puasa asyura' silakan, dan yang ingin berbuka juga
silakan. (H.R Bukhari no 2001, Muslim No 1125)
Ibnu
hajar berkata: setelah dikumpulkan semua dalil maka puasa asyura' pertama
kalinya adalah wajib dikarenakan kuatnya dalil untuk puasa didalamnya, kemudian
dita'kidkan dengan kalimat perintah, kemudian dikuatkan lagi dengan himbauan
secara umum, kemudian dikuatkan lagi dengan tidak boleh makan disiang harinya,
kemudian dikuatkan lagi oleh perintah untuk para ummahat untuk tidak menyususi
anak2 didalamnya, dan dikuatkan lagi perkataan ibnu mas'ud didalam shohih
bukhari : tatkala diwajibkan puasa ramadhon, maka ditinggalkan puasa 'asyura',
maklum bahwa ditinggalkan adalah wajibnya, bukan mustahabbunnya". (lihat
fathul bari 4/247, zadul ma'ad 2/67-77)
Kedua: imam ahmad, imam malik, imam syafi'I, ishaq,
daud adz-zohiry dan
jumhur
ulama salaf berkata: tidak sah puasa seseorang yang dimalam harinya yang tidak
berniat. ([3])
Kelompok ini berdalil dengan hadits Rasulullah
Shollallahu 'Alaihi Wasallam:
أَخْبَرَنَا
أَحْمَدُ بْنُ الأَزْهَرِ ، قَالَ : حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّزَّاقِ ، عَنِ ابْنِ
جُرَيْجٍ ، عَنِ ابْنِ شِهَابٍ ، عَنْ سَالِمٍ ، عَنِ ابْنِ عُمَرَ ، عَنْ
حَفْصَةَ ، أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ : مَنْ لَمْ
يُبَيِّتِ الصِّيَامَ مِنَ اللَّيْلِ فَلاَ صِيَامَ لَهُ.
Artinya: dari ibnu umar dari hafsah
sesuangghunya Rasulullah Shollallahu 'Alaihi Wasallam bersabda: barang siap yang berniat puasa
dimalam harinya maka tidak ada puasa baginya([4])
Hadits ini berlaku untuk puasa wajib, adapun
puasa sunnah maka boleh niat disiang hari atau setelah fajar([5]),
sebagaimana sabda Rasulullah Shollallahu 'Alaihi Wasallam
Ibnu qudamah berkata: tidak sah puasa seseorang
tanpa niat, ini adalah ijma'. Baik itu puasa sunnah ataupun puasa wajib karena
yang akan membedakan antara ibadah yang satu dengan yang lainya adalah niat
seprti shalat kemudian puasa, apakah itu puasa sunnah atau ramadhan atau
nadzar? Dan nadzar disyaratkan niat dimalam hari. Ini menurut imamuna (imam ahmad),
imam malik dan imam syafi'I (lihat al-mughni 4/ 333)
Ibnu hajar berkata
dalam fathul barri 4/142: perbedaan ulama apakah hadits ini mauquf atau
marfu'?. Imam tirmidzi dan nasa'I merojihkan bahwa hadits ini adalah mauquf.
Ibnu Huzaimah, Ibnu
Hibban dan Ibnu Hazm Berkata: Hadits ini adalah shohih
Imam Ahmad didalam Musnadnya 6/287, meriwayatkan dengan
lafadz ((من لم يجمع...))
Tidak ada komentar:
Posting Komentar