81. Adab Sebelum Shalat Lail (Tarawih)
Adapun adab sebelum
shalat tarawih adalah seperti adab didalam shalat wajib atau sunnah lainya:
1. Mempersiapkan diri untuk menghadap Allah 'Azza
Wajalla, seperti berpakaian yang rapi, bersih dan suci.
2. Mengikhlaskan niat untuk mencari keridhoan Allah
3. Melaksanakan shalat dua rakaan yang ringan.
Dari
Aisyah radhiallahu anha dia berkata:
حَدَّثَنَا يَحْيَى
بْنُ يَحْيَى، وَأَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ، جَمِيعًا عَنْ هُشَيْمٍ، قَالَ
أَبُو بَكْرٍ: حَدَّثَنَا هُشَيْمٌ، أَخْبَرَنَا أَبُو حُرَّةَ، عَنِ الْحَسَنِ،
عَنْ سَعْدِ بْنِ هِشَامٍ، عَنْ عَائِشَةَ، قَالَتْ: «كَانَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى
اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا قَامَ مِنَ اللَّيْلِ لِيُصَلِّيَ، افْتَتَحَ
صَلَاتَهُ بِرَكْعَتَيْنِ خَفِيفَتَيْنِ»
Artinya: “Jika
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bangun di malam hari untuk menunaikan
shalat malam, biasanya beliau memulai shalatnya dengan dua rakaat ringan.” (HR. Muslim no. 767)
82. Kapan Shalat Tarawih (Shalat Lail)?
Shalat tarawih dilakukan setelah salat isya' sampai
sebelum fajar shodiq berdasarkan hadits ‘Aisyah Radhiallahu 'Anha:
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ خَرَجَ لَيْلَةً مِنْ جَوْفِ اللَّيْلِ فَصَلَّى فِي الْمَسْجِدِ
وَصَلَّى رِجَالٌ بِصَلاَتِهِ. فَأَصْبَحَ النَّاسُ فَتَحَدَّثُوا. فَاجْتَمَعَ
أَكْثَرُ مِنْهُمْ فَصَلَّى فَصَلَّوْا مَعَهُ. فَأَصْبَحَ
النَّاسُ فَتَحَدَّثُوا. فَكَثُرَ أَهْلُ الْمَسْجِدِ مِنَ اللَّيْلَةِ
الثَّالِثَةِ فَخَرَجَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَصَلَّى
فَصَلَّوْا بِصَلاَتِهِ. فَلَمَّا كَانَتِ اللَّيْلَةُ الرَّابِعَةُ عَجَزَ
الْمَسْجِدُ عَنْ أَهْلِهِ حَتَّى خَرَجَ لِصَلاَةِ الصُّبْحِ. فَلَمَّا قَضَى
الْفَجْرَ أَقْبَلَ عَلَى النَّاسِ فَتَشَهَّدَ ثُمَّ قَالَ: أَمَّا بَعْدُ
فَإِنَّهُ لَمْ يَخْفَ عَلَيَّ مَكَانُكُمْ وَلَكِنِّي خَشِيتُ أَنْ تُفْتَرَضَ
عَلَيْكُمْ فَتَعْجِزُوا عَنْهَا فَتُوُفِّيَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّه
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَالأَمْرُ عَلَى ذَلِكَ
Artinya: Sesungguhnya Rasulullah Shallallahu
'Alaihi Wasallam keluar pada suatu pertengahan malam. Baginda sholat di masjid
(Masjid Nabi). Beberapa orang mengikuti sholat baginda (menjadi makmum). Pada
pagi (esoknya) orang ramai bercerita mengenai hal itu . Maka berkumpullah
manusia lebih banyak lagi (pada malam kedua). Baginda sholat dan mereka ikut
sholat bersama. Pada pagi (esoknya) orang ramai bercerita mengenai hal tersebut
. Maka bertambah ramai ahli masjid pada malam ketiga. Rasulullah shallallahu
'alaihi wasallam keluar sholat dan mereka ikut sholat bersama. maka ketika
malam keempat, masjid menjadi tidak muat dengan ahlinya (makmum) . (Baginda
tidak keluar) hingga waktu sholat subuh tiba . Selesai sholat subuh, beliau menghadap
orang banyak ( makmum ) , bersyahadah seraya bersabda: “Amma ba’du,
sesungguhnya bukan aku tidak tahu penantian kalian (di masjid pada tadi malam )
tetapi aku takut jika difardukan / diwajibkan (Solat Tarawih) ke pada kalian
lalu kalian tidak mampu Hal ini berlaku terus menerus hingga Rasulullah
shallallahu 'alaihi wasallam wafat (H.R Muslim
hadits no: 761
Istifadah:
Syekh Muhammad bin Saleh Al-Utsaimin
rahimahullah berkata, "Tarawih di luar Ramadan merupakan bid'ah. Jika ada
orang-orang yang berkumpul untuk tujuan qiyamullail di masjid secara berjamaah
di luar Ramadan, maka ini termasuk perkara bid'ah. Namun tidak mengapa jika
kadang-kadang seseorang shalat berjamaah qiyamullail di rumahnya. Berdasarkan
perbuatan Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bahwa suatu kali beliau
shalat menjadi imam bagi Ibnu Abbas, dan di waktu lain bersama Ibnu Mas'ud dan
lain kali bersama Huzaifah bin Al-Yaman. Akan tetapi hal tersebut tidak
dijadikan sebagia sunah ratibah (rutin dan baku) Juga tidak terdapat riwayat bahwa
beliau melakukannya di dalam masjid. (Asyyarhul Mumti', 4/60-61).
83. Bolehkah Melaksanakan Shalat Tarawih
Lebih Dari 11 Raka'at?
Seperti yang telah kita jelaskan dalam permasalahan 64,
bahwa Yang rojih adalah boleh melaksanakan shalat tarawih 11 rakaat, atau 23
rakaat atau 36 rakaat atau lebih dari itu.
Adapun pendapat yang menyatakan bahwa shalat tarawih itu
jumlahnya 23 rakaat dan tidak boleh melaksanakan yang selain itu adalah
pendapat yang lemah karena dalil yang dipakai oleh mereka ini hadits-hadits
yang lemah (Dho'if).
84. Baca'an Didalam Shalat Tarawih
Adapun
bacaan didalam shalat tarawih adalah mengkhatam Al-qur'an selama ramadhon
tersebut. Imam membaca secara berurutan dari malam pertama sampai malam
terakhir ramadhon mulai Q.S al-baqarah sampai Q.S an-nas. dan ini adalah
termasuk sunnah Rasulullah Shollallahu 'Alaihi Wasallam.
Syaikhul
Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata: Membaca
al-Qur`an dalam shalat Tarawih disunnahkan dengan kesepakatan para imam kaum
muslimin, bahkan termasuk tujuan utama shalat Tarawih adalah membaca al-Qur`an
padanya, agar kaum muslimin mendengarkan firman Allah subhanahu
wa ta’ala (al-Qur`an). Sesungguhnya di bulan Ramadhan itulah
diturunkan al-Qur`an. Pada bulan itulah Jibril ‘alaihissalam tadarus al-Qur`an
dengan Nabi shallallahu ‘alahi wa sallam. Nabi shallallahu
‘alahi wa sallam adalah yang paling pemurah di bulan Ramadhan, dan
beliau shallallahu
‘alahi wa sallam lebih pemurah lagi di bulan Ramadhan saat bertemu
Jibril ‘alaihissalam
lalu tadarus al-Qur`an kepadanya.[1]
Bahkan
Imam Ahmad rahimahullah
ditanya tentang imam shalat di bulan Ramadhan yang meninggalkan beberapa ayat
dari satu surat, apakah engkau berpendapat bahwa bagi yang di belakangnya agar
membacanya? Ia menjawab: Benar, semestinya ia melakukan. Sungguh mereka di
Mekkah mewakilkan kepada seseorang yang menulis apa yang ditinggalkan imam dari
beberapa huruf, apabila di malam khataman (penutup) ia mengulanginya.
Ibnu
Qudamah rahimahullah
memberi komentar terhadap hal ini: Sesungguhnya disunnahkan hal itu agar
sempurna khataman dan pahala.[2]
Syaikhul
Islam rahimahullah
berkata: Sungguh penduduk Mekkah, imam Ahmad rahimahullah, dan pengikutnya
menjadikan mengulangi ayat-ayat yang dilupakan secara tersendiri menyempurnakan
khataman dan pahala, sekalipun menyalahi susunan (tartib) surah di sini, karena
ia tidak membaca surah secara sempurna. Hal ini diriwayatkan dari Ali radhiyallahu
‘anhu bahwa ia lupa satu ayat dalam satu surah, kemudian di
pertengahan bacaan ia membacanya dan kembali ke tempat bacaannya, dan tidak ada
seorang pun yang menyadari bahwa ia lupa kecuali orang yang hapal al-Qur`an. (lihat Al-Fatawa 21/411)
Al-Qadhi
Abu Ya’la rahimahullah
berkata: Tidak disunnahkan kurang dari satu kali khatam dalam satu bulan untuk
memperdengarkan kepada manusia semua al-Qur`an.( lihat Al-Mughni 2/606)
Syaikh Abdullah bin Muhammad bin Abdul Wahab rahimahullah
berkata: Adapun membaca, para ulama menganjurkan bagi imam agar tidak kurang
dari membaca satu juz (dalam satu malam) agar manusia bisa mendengarkan semua
al-Qur`an dalam shalat tarawih (Ad-Durarus saniyah 4/375 dan
Majmu’ah rasail wa masail 1/95. )
85. Hukum Orang Yang Batal Wudhu'nya Ketika
Shalat Tarawih
Orang yang batal wudhu'nya ditengah-tengah
shalat tarawih maka ia harus segera keluar dari shalatnya, kemudian ia pergi
whudhu' dan masuk lagi kedalam jama'ah untuk melanjutkan shalatnya.
Jika ketika ia kembali mendapatkan imam sedang
rukuk maka hendaknya ia rukuk dan terhitung 1 rakaat baginya, tapi jika posisi
imam sedang I'tidal, sujud atau duduk diantara dua sujud maka hendaknya ia
mengikuti gerapakan imam saat itu dan tidak terhitung rakaat baginya. dalam
arti ia harus mengulangi rakaat itu.
86. Hukum Membaca Ayat-Ayat Pendek Didalam
Shalat Taraweh
Hukum orang yang membaca surat-surat pendek
didalam shalat tarawihnya adalah shalatnya tetap sah, akan tetapi ia tidak
mendapatkan nilai sunnah dari Rasulullah Shollallahu 'Alaihi Wasallam,
sekalipun disana ada hadits:
عَنْ أَنَسِ
بْنِ مَالِكٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، كَانَ رَجُلٌ مِنَ الأَنْصَارِ يَؤُمُّهُمْ
فِي مَسْجِدِ قُبَاءٍ، وَكَانَ كُلَّمَا افْتَتَحَ سُورَةً يَقْرَأُ بِهَا لَهُمْ
فِي الصَّلاَةِ مِمَّا يَقْرَأُ بِهِ افْتَتَحَ: بِقُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ
حَتَّى يَفْرُغَ مِنْهَا، ثُمَّ يَقْرَأُ سُورَةً أُخْرَى مَعَهَا، وَكَانَ
يَصْنَعُ ذَلِكَ فِي كُلِّ رَكْعَةٍ، فَكَلَّمَهُ أَصْحَابُهُ، فَقَالُوا: إِنَّكَ
تَفْتَتِحُ بِهَذِهِ السُّورَةِ، ثُمَّ لاَ تَرَى أَنَّهَا تُجْزِئُكَ حَتَّى
تَقْرَأَ بِأُخْرَى، فَإِمَّا تَقْرَأُ بِهَا وَإِمَّا أَنْ تَدَعَهَا، وَتَقْرَأَ
بِأُخْرَى فَقَالَ: مَا أَنَا بِتَارِكِهَا، إِنْ أَحْبَبْتُمْ أَنْ أَؤُمَّكُمْ
بِذَلِكَ فَعَلْتُ، وَإِنْ كَرِهْتُمْ تَرَكْتُكُمْ، وَكَانُوا يَرَوْنَ أَنَّهُ
مِنْ أَفْضَلِهِمْ، وَكَرِهُوا أَنْ يَؤُمَّهُمْ غَيْرُهُ، فَلَمَّا أَتَاهُمُ
النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَخْبَرُوهُ الخَبَرَ، فَقَالَ: «يَا
فُلاَنُ، مَا يَمْنَعُكَ أَنْ تَفْعَلَ مَا يَأْمُرُكَ بِهِ أَصْحَابُكَ، وَمَا
يَحْمِلُكَ عَلَى لُزُومِ هَذِهِ السُّورَةِ فِي كُلِّ رَكْعَةٍ» فَقَالَ: إِنِّي
أُحِبُّهَا، فَقَالَ: «حُبُّكَ إِيَّاهَا أَدْخَلَكَ الجَنَّةَ»
Artinya: Dari Anas bahwa ada seorang laki-laki
(Kaltsum bin Hadam) dari Anshor yang menjadi imam di masjid Quba'. Setiap ia
membaca surat selalu didahului dengan membaca Surat al-Ikhlas sampai selesai,
baru kemudian membaca dengan surat lainnya, dan ia lakukan dalam setiap
rakaatnya. Para sahabat yang lain merasa kurang senang dengan hal ini, lalu
dihaturkan kepada Rasulullah Saw. Beliau bertanya: "Apa yang menyebabkan
kamu membaca surat ini terus-menerus di setiap rakaat?". Ia menjawab:
"Saya senang dengan surat al-Ikhlas". Nabi menjawab:
"Kesenanganmu pada surat itu memasukkanmu ke dalam surga" (HR al-Bukhari
No 774)
Al-Hafidz
Ibnu Hajar berkata: "Hadis ini adalah dalil diperbolehkannya menentukan
(membaca) sebagian al-Quran berdasarkan kemauannya sendiri dan memperbanyak
membacanya, dan hal ini tidak dianggap sebagai pembiaran terhadap surat yang
lain" (Fathul Bari 3/150)
Akan tetapi
membaca secara berurut dari Surat Al-baqarah sampai Surat An-nas itu lebih
utama. sehingga selama Bulan Ramadhan bisa mengkhatamkan satu Al-qur'an penuh,
itulah yang dilakukan oleh Rasulullah Shollallahu 'Alaihi Wasallam Dan Para
Sahabatnya Serta Para Ulama Salafussholeh.
Syaikh
al-Azhar, Sulaiman al-Jamal (1204 H) berkata: "Mengerjakan Tarawih dengan
mengkhatamkan al-Quran selama 1 bulan lebih utama daripada mengulang-ulang
surat al-Ikhlas 3 kali di setiap rakaat, atau mengulang-ulang surat ar-Rahman,
atau mengulang surat al-Ikhlas setelah surat at-Takatsur sampai al-Lahab,
sebagaimana yang biasa dilakukan kebanyakan imam di Mesir (Hasyiah al-Jamal
4/325)
87.
Bolehkan
Shalat Tarawih Dilaksanakan Dengan
Cara Empat Raka'at-Empat Raka'at
Shalat tarawih boleh dilaksanakan dengan cara empat rakaat- empat
rakaat. Hal ini berdasarkan sabda
Rasulullah Shollallahu 'Alaihi Wasallam:
حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ مَسْلَمَةَ عَنْ مَالِكٍ
عَنْ سَعِيدٍ الْمَقْبُرِيِّ عَنْ أَبِي سَلَمَةَ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ أَنَّهُ
سَأَلَ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا كَيْفَ كَانَتْ صَلَاةُ رَسُولِ اللَّهِ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي رَمَضَانَ قَالَتْ مَا كَانَ يَزِيدُ فِي
رَمَضَانَ وَلَا فِي غَيْرِهِ عَلَى إِحْدَى عَشْرَةَ رَكْعَةً يُصَلِّي أَرْبَعَ
رَكَعَاتٍ فَلَا تَسْأَلْ عَنْ حُسْنِهِنَّ وَطُولِهِنَّ ثُمَّ يُصَلِّي أَرْبَعًا
فَلَا تَسْأَلْ عَنْ حُسْنِهِنَّ وَطُولِهِنَّ ثُمَّ يُصَلِّي ثَلَاثًا فَقُلْتُ
يَا رَسُولَ اللَّهِ تَنَامُ قَبْلَ أَنْ تُوتِرَ قَالَ تَنَامُ عَيْنِي وَلَا
يَنَامُ قَلْبِي
Artinya: Telah bercerita kepada kami Abdullah bin Maslamah dari Malik
dari Sa'id Al Maqburiy dari Abu Salamah bin 'Abdur Rahman bahwa dia bertanya
kepada 'Aisyah radliallahu 'anhu; "Bagaimana tata cara shalat Nabi
shallallahu 'alaihi wasallam pada bulan Ramadlan?".. 'Aisyah radliallahu
'anhu menjawab; "Beliau shalat (sunnah qiyamul lail) pada bulan Ramadlan
dan bulan-bulan lainnya tidak lebih dari sebelas rakaat. Beliau shalat
empat raka'at, maka jangan kamu tanya tentang kualitas bagus dan panjangnya,
kemudian beliau shalat lagi empat raka'at, maka jangan kamu tanya tentang
kualitas bagus dan panjangnya kemudian beliau shalat tiga raka'at. Aku pernah
bertanya; "Wahai Rasulullah, apakah baginda tidur sebelum melaksakan
shalat witir? '. Beliau menjawab: "Mataku memang tidur tapi hatiku
tidaklah tidur". (H.R Bukhari – 3304, Muslim 1219)
Istifadah:
Manakah yang paling afdhol antara melaksanakan shalat tarawih dengan cara
empat rakaat-empat rakaat atau dengan cara dua rakaat-dua rakaat?
Jawab:
1.
Yang paling afdhol adalah melaksanakannya dengan cara dua rakaat-dua
rakaat. inilah yang dikatakan oleh jumhur, juga imam malik. imam syafi'I, imam
ahmad, abu yusuf, Muhammad.
Dan ini juga yang diriwayatkan oleh ibnu abi syaibah
dari abu hurairah, hasan al-basri, said bin jubair, ikrimah mula ibnu abbas,
salim bin Abdullah bin umar bin khattab, Muhammad bin sirin dan Ibrahim
an-nakha'iy serta dari yang lainya.
Dan ini juga yang diceritakan oleh ibnu munzdir dari
laits bin saad. Dan juga yang diceritakan Ibnu Abdul Bar Dari Ibnu Abi Laily,
Abi Tsaur, Dan Daud.
Imam Tirmidzi berkata didalam kitab jami' nya: para
ahli ilmu mengamalkan yang ini, yaitu mereka shalat malam dua rakaat-dua
rakaat, dan ini perkataan Sufiyan Ats-saury, Abdullah Bin Mubarak, Syafi'i,
Ahmad dan Ishaq.
kelompok ini berlandaskan
hadits Rasulullah Shollallahu 'Alaihi Wasallam:
صَلاَةُ اللَّيْلِ
مَثْنَى مَثْنَى فَإِذَا خِفْتَ الصُّبْحَ فَأَوْتِرْ بِوَاحِدَةٍ
Artinya: “Shalat malam itu dua raka’at-dua raka’at,
jika kamu takut masuk waktu shubuh maka witirlah satu raka’at.” (HR. Muslim
no.749)
2.
Abu Hanifah mengatakan: yang paling utama adalah melaksanakannya dengan
cara empat rakaat-empat rakaat, dan jika ia mau dua rakaat atau enam
rakaat atau bisa juga 8 rakaat, dan
lebih dari itu adalah makruh.
88. Hukum
Melaksanakan Sholat Tarawih Dengan Cepat-Cepat (Tanpa Tuma’ninah)
Rasulullah
shallallah ‘alaihi wasallam pernah melihat seseorang yang shalatnya tidak
tuma’ninah, belum sempurna dari satu gerakakn sudah pindah pada gerakan shalat
yang lainnya. Lalu Rasulullah shallallah ‘alaihi wasallam menyuruh untuk
mengulang shalatnya. Orang yang shalat wajib untuk menyempurnakan gerakan
shalatnya, tuma’ninah dalam ruku, sujud dan gerkan shalat lainnya. Rasulullah
shallallah ‘alaihi wasallam bersabda :
يَا مَعْشَرَ الْمُسْلِمِينَ , لاَ صَلاَةَ
لِمَنْ لاَ يُقِيمُ صُلْبَهُ فِي الرُّكُوعِ وَالسُّجُودِ
Artinya: “Wahai
sekalian muslim, tidak ada shalat bagi orang yang tidak meluruskan tulang
punggunya ketika ruku dan sujud.” (HR. Ibnu Abi Syaibah 2974 dan Ibnu Majah 871 dengan sanad yang shahih. Silahkan lihat As-Shahihah
: 2536)
89. Bolehkan Sholat Lail Dibulan Ramadhon
Dilaksanakan Terpisah-pisah
sMelaksanakan shalat lail secara terpisah
dibulan ramadhan hukumnya adalah Boleh, contohnya: seseorang melaksanakan shalat tarawih/shalat lail 2 raka'at setelah
isya' kemudian ia tidur, kemudian bangun lagi untuk melanjutkan shalatnya. dan
terus seperti itu sampai genap 11 atau 13 rakaat . atau seberapa kemampuanya sampai
terbit fajar shodiq.
Rasulullah Shollallahu
'Alaihi Wasallam Bersabda:
حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ قَالَ:
حَدَّثَنَا شَبَابَةُ، عَنِ ابْنِ أَبِي ذِئْبٍ، عَنِ الزُّهْرِيِّ، عَنْ
عُرْوَةَ، عَنْ عَائِشَةَ، ح وَحَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ إِبْرَاهِيمَ
الدِّمَشْقِيُّ قَالَ: حَدَّثَنَا الْوَلِيدُ قَالَ: حَدَّثَنَا الْأَوْزَاعِيُّ،
عَنِ الزُّهْرِيِّ، عَنْ عُرْوَةَ، عَنْ عَائِشَةَ - وَهَذَا حَدِيثُ أَبِي بَكْرٍ
- قَالَتْ: «كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُصَلِّي، مَا
بَيْنَ أَنْ يَفْرُغَ مِنْ صَلَاةِ الْعِشَاءِ إِلَى الْفَجْرِ، إِحْدَى عَشْرَةَ
رَكْعَةً، يُسَلِّمُ فِي كُلِّ اثْنَتَيْنِ، وَيُوتِرُ بِوَاحِدَةٍ، وَيَسْجُدُ
فِيهِنَّ سَجْدَةً، بِقَدْرِ مَا يَقْرَأُ أَحَدُكُمْ خَمْسِينَ آيَةً، قَبْلَ
أَنْ يَرْفَعَ رَأْسَهُ، فَإِذَا سَكَتَ الْمُؤَذِّنُ مِنَ الْأَذَانِ الْأَوَّلِ
مِنْ صَلَاةِ الصُّبْحِ، قَامَ فَرَكَعَ رَكْعَتَيْنِ خَفِيفَتَيْنِ»
Artinya: Dari Aisyah,
sungguh Rasulullah saw. dahulu biasa shalat antara sesudah shalat ‘Isya’ sampai
datangnya waktu Shubuh sebelas raka’at dan setiap dua raka’at beliau salam.
(H.R Ibnu
Majah didalam sunannya, hadits no 1358,
dishohihkan oleh syekh Al-bani rahimahullah ta'ala)
Didalam hadits ini dijelaskan bahwa Rasulullah
Shollallahu 'Alaihi Wasallam melaksanakan shalat lail (tahajud atau tarawih)
dari sejak habis melaksnakan shalat isya' sampai fajar shodiq. disini
terkandung makna bahwa beliau Shollallahu 'Alaihi Wasallam melaksanakanya
terpisah-pisah. dan dipisahkan oleh tidur.
Ha ini di kuatkan lagi oleh hadits Rasulullah Shollallahu
'Alaihi Wasallam dibawah ini:
أَخْبَرَنَا أَحْمَدُ بْنُ سُلَيْمَانَ، قَالَ:
حَدَّثَنَا حُسَيْنٌ، عَنْ زَائِدَةَ، عَنْ حُصَيْنِ، عَنْ حَبِيبِ بْنِ أَبِي
ثَابِتٍ، عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ عَلِيِّ بْنِ عَبْدِ اللهِ بْنِ عَبَّاسٍ، عَنْ
أَبِيهِ، عَنْ جَدِّهِ، قَالَ: كُنْتُ عِنْدَ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ، «فَقَامَ فَتَوَضَّأَ فَاسْتَاكَ، وَهُوَ يُقْرَأُ هَذِهِ الْآيَةَ،
حَتَّى فَرَغَ مِنْهَا {إِنَّ فِي خَلَقِ السَّمَوَاتِ وَالْأَرْضَ وَاخْتِلَافِ
اللَّيْلِ وَالنَّهَارَ لَآيَاتٍ لِأُولِي الْأَلْبَابِ} حَتَّى قَرَأَ هَؤُلَاءِ
الْآيَاتِ أَوِ انْتَهَى إِلَى آخِرِ السُّورَةِ، ثُمَّ صَلَّى رَكْعَتَيْنِ،
ثُمَّ عَادَ فَنَامَ، حَتَّى سَمِعْتُ نَفْخَهُ ثُمَّ قَامَ فَتَوَضَّأَ،
وَاسْتَاكَ، ثُمَّ صَلَّى رَكْعَتَيْنِ، ثُمَّ نَامَ، ثُمَّ قَامَ فَتَوَضَّأَ،
وَاسْتَاكَ، وَصَلَّى رَكْعَتَيْنِ، وَأَوْتَرَ بِثَلَاثٍ».
Artinya: “Saya dulu
pernah bermalam di rumah Nabi saw. lalu beliau bangun malam, lalu wudhu’ dan
bersiwak, lalu baca ayat “inna fi khalqissamaawaati … (Ali ‘Imran:190),
kemudian beliau shalat 2 raka’at, kemudian kembali ke tempatnya lalu tidur
sampai aku dengar suara dengkurannya. Kemudian beliau bangun, lalu wudhu’ dan
bersiwak kemudian shalat 2 raka’at, kemudian tidur, kemudian bangun, lalu
wudhu’ dan bersiwak dan shalat 2 raka’at dan witir 3 raka’at.” (H.R Baihaqi didalam sunan kubro, hadits no
402)
Rasulullah shollallahu 'alaihi wasallam bersabda:
حَدَّثَنَا وَاصِلُ بْنُ
عَبْدِ الْأَعْلَى، حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ فُضَيْلٍ، عَنْ حُصَيْنِ بْنِ
عَبْدِ الرَّحْمَنِ، عَنْ حَبِيبِ بْنِ أَبِي ثَابِتٍ، عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ
عَلِيِّ بْنِ عَبْدِ اللهِ بْنِ عَبَّاسٍ، عَنْ أَبِيهِ، عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ
عَبَّاسٍ، أَنَّهُ رَقَدَ عِنْدَ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ،
فَاسْتَيْقَظَ فَتَسَوَّكَ وَتَوَضَّأَ وَهُوَ يَقُولُ: {إِنَّ فِي خَلْقِ
السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَاخْتِلَافِ اللَّيْلِ وَالنَّهَارِ لَآيَاتٍ لِأُولِي
الْأَلْبَابِ} [آل عمران: 190] فَقَرَأَ هَؤُلَاءِ الْآيَاتِ حَتَّى خَتَمَ
السُّورَةَ، ثُمَّ قَامَ فَصَلَّى رَكْعَتَيْنِ، فَأَطَالَ فِيهِمَا الْقِيَامَ
وَالرُّكُوعَ وَالسُّجُودَ، ثُمَّ انْصَرَفَ فَنَامَ حَتَّى نَفَخَ، ثُمَّ فَعَلَ
ذَلِكَ ثَلَاثَ مَرَّاتٍ سِتَّ رَكَعَاتٍ، كُلَّ ذَلِكَ يَسْتَاكُ وَيَتَوَضَّأُ
وَيَقْرَأُ هَؤُلَاءِ الْآيَاتِ، ثُمَّ أَوْتَرَ بِثَلَاثٍ، فَأَذَّنَ
الْمُؤَذِّنُ فَخَرَجَ إِلَى الصَّلَاةِ، وَهُوَ يَقُولُ: «اللهُمَّ اجْعَلْ فِي
قَلْبِي نُورًا، وَفِي لِسَانِي نُورًا، وَاجْعَلْ فِي سَمْعِي نُورًا، وَاجْعَلْ
فِي بَصَرِي نُورًا، وَاجْعَلْ مِنْ خَلْفِي نُورًا، وَمِنْ أَمَامِي نُورًا،
وَاجْعَلْ مِنْ فَوْقِي نُورًا، وَمِنْ تَحْتِي نُورًا، اللهُمَّ أَعْطِنِي
نُورًا»
Artinya: “…Kemudian
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berdiri melakukan shalat 2 rakaat maka
beliau memanjangkan berdiri, rukuk dan sujudnya dalam 2 rakaat tersebut,
kemudian setelah selesai Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berbaring
sampai mendengkur. Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengulangi
hal tersebut sampai 3 kali sehingga semuanya berjumlah 6 rakaat. Dan setiap
kali hendak melakukan shalat, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersiwak
kemudian berwudhu terus membaca ayat (Inna fii kholqis samawati wal ardhi
wakhtilafil laili… sampai akhir surat) kemudian berwitir 3 rakaat.”(H.R
Muslim no (763
90. Hukum Tasyhaddu Ketika Melaksanakan
Shalat
Tarawih (Lail) Empat Raka'at-Empat
Raka'at
Jika melaksanakan shalat
tarawih dengan cara empat rakaat- empat rakaat, maka attahiyatnya dilakukan di setiap
akhir raka'at ke empat. adapun tahiyat awwal maka tidak ada. hal ini
berdasarkan Sabda Rasulullallah Shollallahu 'Alaihi Wasallam:
حَدَّثَنَا
عَبْدُ اللَّهِ بْنُ يُوسُفَ، قَالَ: أَخْبَرَنَا مَالِكٌ، عَنْ سَعِيدِ بْنِ
أَبِي سَعِيدٍ المَقْبُرِيِّ، عَنْ أَبِي سَلَمَةَ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ،
أَنَّهُ أَخْبَرَهُ: أَنَّهُ سَأَلَ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا، كَيْفَ
كَانَتْ صَلاَةُ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي رَمَضَانَ؟
فَقَالَتْ: «مَا كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَزِيدُ
فِي رَمَضَانَ وَلاَ فِي غَيْرِهِ عَلَى إِحْدَى عَشْرَةَ رَكْعَةً يُصَلِّي
أَرْبَعًا، فَلاَ تَسَلْ عَنْ حُسْنِهِنَّ وَطُولِهِنَّ، ثُمَّ يُصَلِّي
أَرْبَعًا، فَلاَ تَسَلْ عَنْ حُسْنِهِنَّ وَطُولِهِنَّ، ثُمَّ يُصَلِّي ثَلاَثًا»
قَالَتْ عَائِشَةُ: فَقُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ: أَتَنَامُ قَبْلَ أَنْ تُوتِرَ؟
فَقَالَ: «يَا عَائِشَةُ إِنَّ عَيْنَيَّ تَنَامَانِ وَلاَ يَنَامُ قَلْبِي»
Artinya:
Dari Abi Salamah bin Abdirrahman bahwa dia
bertanya kepada ‘Aisyah ra bagaimana shalatnya Rasulullah saw di Bulan
Ramadlan, maka dia berkata : beliau tidak menambahi dari sebelas rakaat baik di
Bulan Ramadlan maupun di selain Ramadlan. Beliau shalat empat rakaat maka
janganlah kamu bertanya tentang bagus dan panjangnya, kemudian beliau shalat
lagi empat rakaat maka janganlah kamu bertanya tentang bagus dan panjangnya,
kemudian beliau shalat tiga rakaat. Lalu saya (‘Aisyah) bertanya : wahai
Rasulullah, apakah engkau tertidur sebelum melakukan witir? Beliau menjawab :
wahai ‘Aisyah, memang kedua mataku itu tertidur namun kesadaran tidak pernah
tertidur (HR
Bukhari no 1147, muslim no 738)
Didalam
hadits tersebut ibunda kita ‘Aisyah Radhiyallahu 'Anha tidak memberikan
informasi tentang tahiyyat awal, padahal untuk hal lain beliau sangat rinci
menggambarkannya. Hal ini menunjukkan
bahwa pada dua kali shalat empat rakaat tersebut Rasulullah Shollallahu 'Alaihi Wasallam tidak
melakukan tahiyyat awal, melainkan langsung saja empat rakaat.
Jadi,
jika ada yang beranggapan bahwa shalat Rasulullah saw yang dua kali empat
rakaat itu disertai dengan tahiyyat awal adalah keliru.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar