14. Kapan Waktu Berakhirnya Sahur?
Sebelumnya, kita akan
mengenal dulu apa makna sahur?, Sahur berasal dari bahasa arab.
“Sahur dengan huruf sin difathah (سَحُوْرٌ)
artinya sesuatu yang digunakan untuk makan sahur. Sedangkan jika dengan huruf
sin didommah (سُحُوْرٌ)
artinya perbuatan makan sahur.[1]
Disunnahkan
mengakhirkan waktu makan sahur, itulah yang dilakukan oleh Rasulullah
Shallallahu ‘Alaihi Was Sallam seperti
yang diriwayatkan bukhari melalui jalan Sahabat Anas Bin Malik Rodhiyallahu
‘Anhu,
حَدَّثَنَا مُسْلِمُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ ، حَدَّثَنَا
هِشَامٌ ، حَدَّثَنَا قَتَادَةُ، عَنْ أَنَسٍ ،عَنْ زَيْدِ بْنِ ثَابِتٍ ، رَضِيَ
اللَّهُ عَنْهُ ، قَالَ تَسَحَّرْنَا مَعَ النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم ثُمَّ
قَامَ إِلَى الصَّلاَةِ قُلْتُ كَمْ كَانَ بَيْنَ الأَذَانِ وَالسَّحُورِ قَالَ
قَدْرُ خَمْسِينَ آيَةً.
Artinya: dari Zaid bin
Tsabit ia mengatakan: “Kami
makan sahur bersama Nabi shallallahu ‘alaihi was sallam kemudian Beliau
berdiri untuk mengerjakan sholat” Aku (Anas bin Malik) bertanya, “Berapa jarak
waktu antara iqomah dan sahur?” Lalu Zaid menjawab, “Sekadar waktu untuk
membaca lima puluh ayat”[[2]]
Batas akhir sahur
adalah sebelum fajar terbit, sebagaimana Allah Subuhanahu Wata'ala berfirman:
وَكُلُوا وَاشْرَبُوا حَتَّى يَتَبَيَّنَ لَكُمُ
الْخَيْطُ الْأَبْيَضُ مِنَ الْخَيْطِ الْأَسْوَدِ مِنَ الْفَجْرِ ثُمَّ أَتِمُّوا
الصِّيَامَ إِلَى اللَّيْلِ
Artinya: “makan minumlah
hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar. Kemudian sempurnakanlah
puasa itu sampai (datang) malam” (QS.
Al-Baqarah: 187)
Rasulullah
Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam Bersabda:
كُلُوا وَاشْرَبُوا حَتَّى يُؤَذِّنَ ابْنُ أُمِّ
مَكْتُومٍ ، فَإِنَّهُ لَا يُؤَذِّنُ حَتَّى يَطْلُعَ الْفَجْرُ
Artinya: “Makan dan minumlah
sampai Ibn Umi maktum adzan. Karena dia tidak adzan, kecuali sampai terbit
fajar.” (HR. Bukhari no. 1919)
Rasulullah
Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam Bersabda:
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ
عَنْهُمَا قَالَ قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّ
بِلَالًا يُؤَذِّنُ بِلَيْلٍ فَكُلُوا وَاشْرَبُوا حَتَّى يُؤَذِّنَ أَوْ قَالَ
حَتَّى تَسْمَعُوا أَذَانَ ابْنِ أُمِّ مَكْتُومٍ وَكَانَ ابْنُ أُمِّ مَكْتُومٍ
رَجُلًا أَعْمَى لَا يُؤَذِّنُ حَتَّى يَقُولَ لَهُ النَّاسُ أَصْبَحْتَ
Artinya: Dari Abdullah Bin Umar Radhiyallahu Anhuma Ia
Berkata, Nabi Shollallahu 'Alaihi Wasallam Bersabda: Sesungguhnya bilal azan
dimalam hari, maka makan minumlah kalian
sampai kalian mendengar azan Ibnu Ummi Maktum, karena dia adalah
laki-laki buta dan tidaklah ia azan sampai orang-orang mengatakan, sekarang
saatnya anda azan. (HR. Bukhari no. 2513)
Rasulullah
Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam Bersabda:
عَنْ
عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا أَنَّ بِلَالًا كَانَ يُؤَذِّنُ بِلَيْلٍ
فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كُلُوا وَاشْرَبُوا
حَتَّى يُؤَذِّنَ ابْنُ أُمِّ مَكْتُومٍ فَإِنَّهُ لَا يُؤَذِّنُ حَتَّى يَطْلُعَ
الْفَجْرُ قَالَ الْقَاسِمُ وَلَمْ يَكُنْ بَيْنَ أَذَانِهِمَا إِلَّا أَنْ
يَرْقَى ذَا وَيَنْزِلَ ذَا
Artinya: Dari 'Aisya Radhiyallahu Anha Ia Berkata,
Sesungguhnya bilal azan dimalam hari maka Rasulullah Shollallahu 'Alaihi
Wasallam Bersabda: maka makan minumlah kalian
sampai kalian mendengar azan Ibnu Ummi Maktum, karena dia tidak azan
sampai terbitnya fajar. (HR.
Bukhari no. 1819)
Jadi,
apabila fajar telah terbit maka tidak boleh lagi sahur, kecuali jika makanan
masih ada dimulut, seperti yang dikatakah Al-Imaam Abu Daawud rahimahullah berkata :
حَدَّثَنَا عَبْدُ الْأَعْلَى بْنُ حَمَّادٍ، حَدَّثَنَا
حَمَّادٌ، عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ عَمْرٍو، عَنْ أَبِي سَلَمَةَ، عَنْ أَبِي
هُرَيْرَةَ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ:
" إِذَا سَمِعَ أَحَدُكُمُ النِّدَاءَ وَالْإِنَاءُ عَلَى يَدِهِ، فَلَا
يَضَعْهُ حَتَّى يَقْضِيَ حَاجَتَهُ مِنْهُ "
Artinya: Telah
menceritakan kepada kami ‘Abdul-A’laa bin Hammaad, dari Hammaad, dari Muhammad
bin ‘Amru, dari Abu Salamah, dari Abu Hurairah, ia berkata : Telah bersabda
Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam : “Apabila salah seorang
dari kalian mendengar panggilan (adzan) sedangkan bejana (minumnya) masih ada
di tangannya, maka janganlah ia meletakkannya hingga menunaikan keinginannya
dari bejana (tersebut)” [Diriwayatkan oleh Abu Dawud no. 2350]. [[3]]
Berikut keterangan para
perawinya :
a.
‘Abdul-A’laa bin Hammaad bin Nashr Al-Baahiliy,
Abu Yahyaa Al-Bashriy; seorang yang dikatakan Ibnu Hajar : ‘Tidak mengapa
dengannya (laa ba’sa bih)’. Termasuk thaqabah ke-10, dan wafat
tahun 236 H/237 H. Dipakai oleh Al-Bukhaariy, Muslim, Abu Daawud, dan
An-Nasaa’iy [Taqriibut-Tahdziib, hal. 561 no. 3754].
b.
Ghassaan bin Ar-Rabii’. Ad-Daaruquthniy telah mendla’ifkannya. Di tempat lain
ia berkata : “Shaalih”. Al-Khathiib berkata : “Ia seorang yang
mulia, mempunyai keutamaan, dan wara’”. Ibnu Hibbaan memasukkannya dalam
Ats-Tsiqaat. Wafat tahun 226 H [lihat : Taariikh Baghdaad,
14/285-286 no. 6723 dan Mu’jamu Syuyuukh Al-Imaam Ahmad, hal. 285 no.
175].
c.
Rauh bin ‘Ubaadah bin Al-‘Alaa’ bin Hassaan bin
‘Amr bin Martsad Al-Qaisiy, Abu Muhammad Al-Bashriy; seorang yang tsiqah.
Termasuk thabaqah ke-9, dan wafat tahun 205 H/207 H. Dipakai oleh
Al-Bukhaariy, Muslim, Abu Daawud, At-Tirmidziy, An-Nasaa’iy, dan Ibnu Maajah [lihat :
Al-Mu’jamush-Shaghiir li-Ruwaati Al-Imam Ibni
Jariir Ath-Thabariy no. 1167 dan Taqriibut-Tahdziib,
hal. 329 no. 1973].
d.
‘Affaan bin Muslim bin ‘Abdillah Al-Baahiliy, Abu ‘Utsmaan Ash-Shaffaar
Al-Bashriy; seorang yang tsiqah lagi tsabat, namun kadang ragu. Termasuk thabaqah ke-10, wafat setelah tahun
219 H di Baghdaad. Dipakai oleh Al-Bukhaariy, Muslim, Abu Daawud, At-Tirmidziy,
An-Nasaa’iy, dan Ibnu Maajah [Taqriibut-Tahdziib,
hal. 681 no. 4659].
e.
‘Abdul-Waahid bin Ghiyaats Al-Mariidiy Al-Bashriy, Abu Bahr Ash-Shairafiy;
seorang yang shaduuq. Termasuk thabaqah ke-9, dan wafat tahun 240
H. Dipakai oleh Abu Daawud [Taqriibut-Tahdziib, hal. 631 no. 4275].
f.
Hammaad bin Salamah bin Diinaar Al-Bashriy, Abu Salamah; seorang yang tsiqah,
lagi ‘aabid, orang yang paling tsabt dalam
periwayatan hadits Tsaabit (Al-Bunaaniy). Berubah hapalannya di akhir usianya.
Termasuk thabaqah ke-8, wafat tahun 167 H. Dipakai oleh
Al-Bukhaariy secara muallaq, Muslim, Abu Daawud, Ar-Tirmidziy,
An-Nasaa’iy, dan Ibnu Maajah [Taqriibut-Tahdziib, hal. 268-269 no.
1507].
g.
Muhammad bin ‘Amru bin ‘Alqamah bin Waqqaash Al-Laitsiy Abu ‘Abdillah/Abul-Hasan
Al-Madaniy; seorang yang shaduuq, namun mempunyai beberapa keraguan.
Termasuk thabaqah ke-6, dan wafat tahun 144 H/145 H. Dipakai
Al-Bukhaariy, Muslim, Abu Daawud, At-Tirmidziy, An-Nasaa’iy, dan Ibnu Maajah [Taqriibut-Tahdziib, hal. 884 no. 6228].
Basyar ‘Awwaad dan Al-Arna’uth : shaduuq [Tahriirut-Taqriib, 3/299 no. 6188].
h.
Abu Salamah bin ‘Abdirrahmaan bin ‘Auf Al-Qurasyiy Az-Zuhriy; seorang yang tsiqah lagi banyak haditsnya. Termasuk
thabaqah ke-3, dan wafat tahun 94 H dalam usia 72 tahun. Dipakai
Al-Bukhaariy, Muslim, Abu Daawud, At-Tirmidziy, An-Nasaa’iy, dan Ibnu Maajah [Taqriibut-Tahdziib, hal. 1155 no. 8203].
i.
Abu Hurairah Ad-Dausiy Al-Yamaaniy; salah seorang shahabat Nabi shallallaahu
‘alaihi wa sallam yang masyhuur dan mulia. Termasuk thabaqah ke-1,
dan wafat tahun 57 H/58 H/59 H. Dipakai oleh Al-Bukhaariy, Muslim, Abu Daawud,
At-Tirmidziy, An-Nasaa’iy, dan Ibnu Maajah [Taqriibut-Tahdziib, hal.
1218 no. 8493].
Catatan:
Apabila seseorang terlambat makan sahur dikarenakan
udzur syar'I, kemudian adzar subuh dikomandangkan sedangkan dia masih makan
maka boleh baginya untuk menyelesaikan makananya, dan puasanya tidak batal.
Rasulullah Shollallahu 'Alaihi Wasallam Bersabda:
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ
صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «إِذَا سَمِعَ أَحَدُكُمُ النِّدَاءَ
وَالْإِنَاءُ عَلَى يَدِهِ، فَلَا يَضَعْهُ حَتَّى يَقْضِيَ حَاجَتَهُ مِنْهُ»
Artinya: “Jika
salah seorang dari kalian mendengar adzan dan terdapat wadah (makanan atau
minuman) di tangannya maka janganlah ia menahannya sampai ia menunaikan
hajatnya (memakan apa yang ada di genggaman tangannya) [[4]]
Udzur Syar'I yang dimaksud disini adalah
seperti: ketiduran, terlambat mendapatkan sahur dan sebagainya. Adapun jika
keterlambatanya dikarenakan yang lain maka hukum itu tidak berlaku ntuknya,
seperti: mengundur-ngundur waktu sahur, bermain-main terlebih dahulu dan yang
lainya. maka jika ia mendengarkan azan sedangkan ia dalam keadaan sahur maka ia
harus segera menghetikan sahurnya, karena keterlambatanya bukan karena udzur
syar'i. wallahu a'lam.
([3]) Diriwayatkan juga oleh
Ahmad dalam Al-Musnad 2/423 no. 9473 & 2/510 no. 10629, Ath-Thabariy
dalam Jaami’ul-Bayaan 3/526 no. 3015, Ad-Daaruquthniy no. 2182, Ibnu Abi
Shaabir dalam Al-Fawaaid no. 2, Al-Haakim dalam Al-Mustadrak
1/203 & 1/205 & 1/426, dan Al-Baihaqiy dalam Al-Kubraa 4/218 no.
8018; dari 5 jalan (Ghassaan bin Ar-Rabii’, Rauh bin ‘Ubaadah, ‘Abdul-A’laa bin
Hammaad, ‘Affaan, dan ‘Abdul-Waahid bin Ghiyaats); semuanya dari Hammaad bin
Salamah, dari Muhammad bin ‘Amru, dari Abu Salamah, dari Nabi shallallaahu
‘alaihi wa sallam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar