PERTANYAAN
Bismillahirrahmanirrahim
Afwan Ustadz, minta penjelasan tentang asuransi. Barakallahu fiikum.
JAWABAN
و عليكم السلام ورحمة الله وبركاته
Bismillahirrahmanirrahim
HUKUM ASURANSI
Asuransi adalah sebuah kesepakatan perlindungan risiko yang dilakukan oleh dua pihak, yaitu perusahaan asuransi dan pemegang polis. pemegang polis membayarkan premi dengan tujuan untuk mendapatkan timbal balik berupa penggantian rugi atas risiko finansial yang tak terduga.
Ciri khas asuransi:
1. Anggota wajib bayar sebesar rupiah pada setiap waktu yang telah disepakati. Kalau tidak bayar, atau telat maka akan ada resiko tertentu. ( disini letak Dhoror dan Ghorornya )
عَنْ أَبِـيْ سَعِيْدٍ سَعْدِ بْنِ مَالِكِ بْنِ سِنَانٍ الْـخُدْرِيِّ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّـى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ : لَا ضَرَرَ وَلَا ضِرَارَ
Artinya: Dari Abû Sa’îd Sa’d bin Mâlik bin Sinân al-Khudri Radhyallahu anhu, Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Tidak boleh ada bahaya dan tidak boleh membahayakan orang lain.”
2. Hak asuransi bisa di nikmati di waktu tertentu sesuai ketentuan perusahaan. Tidak bisa diambil kapan saja. ( disini letak Penganiayaan dan Dzholim Serta judi nya). Kalau tidak pernah terkena musibah maka uang itu hangus atau di anggap ikhlas utk tdk kembali.
3. Uang asuransi yang dikumpulkan sering digunakan utk hal haram atau maksiat seperti di gunakan transaksi yang berbunga (riba)
Atau anggota akan diberi asuransi ketika mengalami musibah. Dan itu dengan angka yg kadang lebih besar dari uang yang pernah dia kumpulkan. Atau lebih kecil/lebih sedikit dari uang yg pernah dia bayar. Disinilah unsur riba fadhal dan riba nasi'ahnya.
Allah Azza Wajalla berfirman:
وَمَا آتَيْتُمْ مِنْ رِبًا لِيَرْبُوَ فِي أَمْوَالِ النَّاسِ فَلَا يَرْبُو عِنْدَ اللَّهِ
Artinya: “Dan sesuatu riba (tambahan) yang kamu berikan agar dia menambah pada harta manusia, maka riba itu tidak menambah pada sisi Allah” (QS. Ar-Ruum: 39)
Catatan: akad jual beli uang dengan uang secara tempo, adalah riba.
4. Pencairan asuransi kerap dibuat sulit utk Anggota2 tertentu dan di permudah utk Anggota lainya. (Disinilah yg akan menimbulkan suap menyuap)
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرٍو قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَعْنَةُ اللَّهِ عَلَى الرَّاشِي وَالْمُرْتَشِي
Artinya: Dari Abdullah bin ‘Amr, dia berkata: Rasûlullâh n bersabda, “Laknat Allâh kepada pemberi suap dan penerima suap”.
[HR. Ahmad, no. 6984; Ibnu Majah, no. 2313. Hadits ini dinilai sebagai hadits shahih oleh syaikh al-Albani dan syaikh Syu’aib al-Arnauth]
Maka Hukum asuransi adalah haram dikarenakan didalamnya terdapat unsur-unsur dibawah ini:
1. Terdapat Unsur gharar (penipuan),
2. Terdapat unsur maysir (perjudian),
3. Terdapat unsur riba,
4. Terdapat unsur zhulm (penganiayaan),
5. Terdapat unsur risywah (suap),
6. Kerap digunakan utk hal yang haram dan maksiat.
adanya unsur untung-untungan pada saat penyerahan kompensasi klaim tersebut membuat asuransi menjadi haram.
Orang-orang kerap memaksakan dalil2 tertentu utk membolehkan asuransi seperti firman Allah :
Artinya: “Hai orang yang beriman! Bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah dibuat untuk hari esok (masa depan). Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan” (Q.S. al-Hasyr ayat 18).
Dan Firman Allah Azza wajalla:
Artinya: “Dan tolong menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran” (Q.S. al-Maidah ayat 2).
Catatan:
Dalam islam sudah diatur semua oleh Allah Azza Wajalla, termasuk dalam saling tolong menolong dan persiapan untuk hari esok.
1. Jika ada saudara yang terkena musibah maka wajib ditolong, dengan cara sedekah, infak dan Wakaf.
2. Jika ingin mempersiapkan utk masa depan maka Islam menyuruh utk berdagang, usaha, infestasi berupa tanah, emas, dagang perserikatan yg tidak ada unsur haram dan lain2.
Beberapa ulama yang mengharamkan asuransi adalah Ibnu Abidin, Sayyid Sabiq, Sheikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz, Shadiq Abdurrahman al Gharyani, Yusuf Qardhawi, Abdullah al-Qalqili, Muhammad Bakhit al-Muth’I, serta majelis ulama fikih.
Wallahu A'lam
Tidak ada komentar:
Posting Komentar