Jumat, 14 Februari 2020

173 PERMASALAHAN SEPUTAR PUASA DAN I'TIKAF (158-161)


158.   Hukum Mendengarkan Khutbah ‘Idain
Telah kita jelaskan hukum sholat idul fitri (idul adha) yaitu fardhu ‘ain, itulah yang rojih. Dan dalam pembahasan ini kita akan jelaskan hukum menghadiri/mendengarkan khutbah ‘idain. Maka hukumnya adalah tidak wajib seperti menghadiri shalat ‘id. Dalilnya yaitu Hadits riwayat Abdullah bin Saib, ia berkata :
أَخْبَرَنَا مُحَمَّدُ بْنُ يَحْيَى بْنِ أَيُّوبَ بْنِ إِبْرَاهِيمَ ، قَالَ : حَدَّثَنَا الْفَضْلُ بْنُ مُوسَى ، قَالَ : أَخْبَرَنَا ابْنُ جُرَيْجٍ ، عَنْ عَطَاءٍ ، عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ السَّائِبِ : أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ صَلَّى الْعِيدَ وَقَالَ : مَنْ أَحَبَّ أَنْ يَنْصَرِفَ فَلْيَنْصَرِفْ وَمَنْ أَحَبَّ أَنْ يُقِيمَ لِلْخُطْبَةِ فَلْيَقُمُ.
Artinya : Aku menghadiri Ied bersama Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam. Ketika selesai shalat, beliau bersabda : 'Sesungguhnya kami akan berkhutbah, barangsiapa yang ingin tetap duduk untuk mendengarkan maka duduklah dan siapa yang hendak pergi maka pergilah" [Diriwayatkan Abu Daud 1155, An-Nasa'i 1571, Ibnu Majah 1290, dan Al-Hakim 1/295, dan isnadnya Shahih. Lihat Irwaul Ghalil 3.96-98]
Ibnul Qoyyim Rahimahullah Berkata didalam kitab Zadul Ma'ad 1/448 : "Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam memberi keringanan bagi yang meghadiri shala Id untuk duduk mendengarkan khutbah atau pergi" [Lihat Majmu Fatawa Syaikhul Islam 24/214]


 
159.   Sunnah-Sunnah Yang Berkaitan Dengan Idul Fitri
Adapun sunnah-sunnah yang berkaitan dengan idul fitri adalah sebagai berikut:
1.      Mengerjakan shalat di tanah lapang
2.      Mengakhirkan shalat Idul Fitri, agar seseorang lebih mempunyai waktu untuk menyerahkan zakat kepada orang miskin. Dan Menyegerakan  shalat Idul Adha, agar kaum muslim bisa dengan segera menyembelih hewan sesembelihan
3.      Makan sebelum mengerjakan shalat idul fitri dengan kurma. Dianjurkan dengan kurma yang dimakan dengan jumlah ganjil.
4.      Mandi dan memakai wewangian
5.      Memakai pakaian yang paling bagus
6.      Berangkat dengan melewati sebuah jalan dan kembali dengan lewat jalan yang lain.
7.      Dilaksanakan secara berjama'ah, sebagaimana yang terkandung dalam hadits Nabi Shollallahu ‘Alaihi Wasallam:
عَنْ أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ قَالَ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَخْرُجُ يَوْمَ الْفِطْرِ وَالْأَضْحَى إِلَى الْمُصَلَّى فَأَوَّلُ شَيْءٍ يَبْدَأُ بِهِ الصَّلَاةُ ثُمَّ يَنْصَرِفُ فَيَقُومُ مُقَابِلَ النَّاسِ وَالنَّاسُ جُلُوسٌ عَلَى صُفُوفِهِمْ
Artinya : Dari Abu sa’id Al-khudri Radhiyallahu ‘Anhu, ia berkata: Adalah Rasulullah Shollallahu ‘Alaihi Wasallam keluar dihari ‘idain menuju tempat sholat ‘id, maka yang pertama kali Beliau Shollallahu ‘Alaihi Wasallam  lakukan adalah sholat ‘id kemudian bangun dari tempat sholatnya dan berdiri menghadap para jama’ah , sedangkan manusia (jama’ah) duduk di shof-shof mereka sholat tadi”. (H.R Bukhari Nomor 956)
Disini menunjukkan bahwa sholat ‘idain dilaksanakan oleh Nabi Shollallahu ‘Alaihi Wasallam dan para sahabatnya secara berjamaah. Bukan sendiri-sendiri.
8.      Takbir tujuh kali pada rakaat pertama, dan lima kali pada rakat kedua. Sebagaimana yg telah kita jelaskan sebelumnya (lihat pembahasan tata cara melaksanakan sholat idul fitri poin ke 3)
9.      Mengangkat tangan setinggi bahu pada setiap takbir.
10.  Setelah takbir yang kedua sampai takbir yang terakhir membaca tasbih.
11.  Membaca surat Qaf dirakaat pertama dan surat Al Qomar di rakaat kedua. Atau surat A’la dirakat pertama dan surat Al Ghasiyah pada rakaat kedua. Sebagaimana yg telah kita jelaskan sebelumnya (lihat pembahasan tata cara melaksanakan sholat idul fitri poin ke 4)
12.  Imam menyaringkan bacaannya.
13.  Pada khutbah Idul Fitri memaparkan tentang zakat fitrah dan pada Idul Adha tentang hukum – hukum Qurban.
Catatan: disunnahkan banyak bertakbir:
اَللهُ أَكْبَرُ، اَللهُ أَكْبَرُ، اَللهُ أَكْبَرُ، لاَ اِلٰهَ اِلاَّ اللهُ، وَاللهُ اَكْبَرُ، اَللهُ اَكْبَرُ وَ ِللهِ الْحَمْدُ، اللهُ أَكْبَرُ كبيراً وَالْحَمْدُ ِللهِ كَثِيْراً، وَسُبْحَانَ اللهِ بُكْرَةً وَأَصِيْلاً، لاَ إِلٰهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهْ، صَدَقَ وَعْدَهُ، وَنَصَرَ عَبْدَهُ، وَأَعَزَّ جُنْدَهُ، وَهَزَمَ اْلأَحْزَابَ وَحْدَهُ، لاَ إِلٰهَ إِلاَّ اللهُ وَاللهُ أَكْبَرُ، اللهُ أَكْبَرُ وَللهِ الْحَمْدُ.




160.   Hukum Shalat Jum'at Dihari Idul Fitri
Para  ulama berbeda pendapat dalam hal ini:
Pertama: Al-Hanabilah: Apabila hari 'id bertepatan dengan hari jum'at maka boleh untuk tidak shalat jum'at, yaitu diganti dengan shalat dzuhur. tapi kalau mau melaksanakan shalat jum'at maka itu mustahabbun.
inilah yang dirojihkan oleh syekh islam ibnu taimiyah.  Dan inilah yang dipilih oleh syekh bin baz dan syekh utsaimin. Kelompok ini berdalil dengan hadits-hadits Rasulullah Shollallahu 'Alaihi Wasallam:
 حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ كَثِيرٍ أَخْبَرَنَا إِسْرَائِيلُ حَدَّثَنَا عُثْمَانُ بْنُ الْمُغِيرَةِ عَنْ إِيَاسِ بْنِ أَبِى رَمْلَةَ الشَّامِىِّ قَالَ شَهِدْتُ مُعَاوِيَةَ بْنَ أَبِى سُفْيَانَ وَهُوَ يَسْأَلُ زَيْدَ بْنَ أَرْقَمَ قَالَ أَشَهِدْتَ مَعَ رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- عِيدَيْنِ اجْتَمَعَا فِى يَوْمٍ قَالَ نَعَمْ. قَالَ فَكَيْفَ صَنَعَ قَالَ صَلَّى الْعِيدَ ثُمَّ رَخَّصَ فِى الْجُمُعَةِ فَقَالَ «مَنْ شَاءَ أَنْ يُصَلِّىَ فَلْيُصَلِّ». )[1](
Artinya: Dari ‘Iyas Bin Abi Ramlah Asy-Syamy ia berkata: suatu hari saya pernah menyaksikan Muawiyah Bin Abi Sofiyan sedang bertanya Zaid Bin Arqom, Abu Sofiyan bertanya: apakah kamu pernah menyaksikan bersama Rasulullah Shollallahu ‘Alaihi Wasallam dua hari ‘id (idul adha/idul fitri dan hari jum’at) berkumpul dalam hari yang sama?, Zaid Bin Arqom menjawab: iya, pernah. Kemudian Mu’awiyah bertanya lagi, lalu apa yang dilakukan oleh Beliau Shollallahu ‘Alaihi Wasallam? Zaid Bin Arqom menjawab: Beliau Shollallahu ‘Alaihi Wasallam melaksanakan sholat ‘id dan memberikan keringanan pada sholat jum’at : “ Barang siapa yang ingin sholat jum’at maka sholatlah)”. (H.R Abu Daud Nomor 1072, Ibnu Majah 1/393, Nasa’i 1/235, Hakim 1/288, Baihaqi 3/317, Ahmad 4/372. Dan syekh Al-bani berkata: Hadits ini shohih, juga dishohihkan oleh Imam Hakim dan Yahya Ibnu Al-madiiny serta Adz-dzahabi).
Akan tetapi yang dimaksud dengan rukhsoh dalam hadits ini adalah yaitu untuk orang-orang yang datang jauh dari pedesaan, yang mereka kesulitan untuk datang jum’at lagi dikarekan jauh dan untuk member kesempatan pada mereka untuk menikmati hari ‘id. Hal ini adalah seperti yang ditafsirkan oleh hadits abu ubaidah yang diriwayatkan oleh imam bukhari Nomor 5251 tentang kisah utsman bin affan yang member keringanan pada orang-orang yang datang jauh dari pedesaan untuk tidak apa-apa tidak datang sholat jum’at.
Dan kita tau bahwa para sahabat tidak mungkin menyelisihi apa yang dilakukan atau ditetapkan oleh Rasulullah Shollallahu ‘Alahi Wa Sallam, bahkan apa yang menjadi ketetapan para sahabat adalah yang mereka dapatkan dan pahami dari  Rasulullah Shollallahu ‘Alahi Wa Sallam.Wallahu a’lam
Kelompok pertama ini  juga berdalil dengan hadits Rasulullah Shollallahu ‘Alaihi Wasallam:
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ طَرِيفٍ الْبَجَلِىُّ حَدَّثَنَا أَسْبَاطٌ عَنِ الأَعْمَشِ عَنْ عَطَاءِ بْنِ أَبِى رَبَاحٍ قَالَ صَلَّى بِنَا ابْنُ الزُّبَيْرِ فِى يَوْمِ عِيدٍ فِى يَوْمِ جُمُعَةٍ أَوَّلَ النَّهَارِ ثُمَّ رُحْنَا إِلَى الْجُمُعَةِ فَلَمْ يَخْرُجْ إِلَيْنَا فَصَلَّيْنَا وُحْدَانًا وَكَانَ ابْنُ عَبَّاسٍ بِالطَّائِفِ فَلَمَّا قَدِمَ ذَكَرْنَا ذَلِكَ لَهُ فَقَالَ أَصَابَ السُّنَّةَ.
Artinya: Dari Atho’ Bin Abi Rabah ia berkata: Abdullah Bin Zubair pernah melaksanakan sholat ‘id bersama kami pada hari jum’at di waktu permulaan siang, kemudian ketika kami keluar untuk melaksanakan sholat jum’at beliau tidak keluar lalu kami sholat sendiri, sedangkan pada saat itu ibnu abbas sedang berada di tho’if, ketika ibnu abbas ke madinah, kami ceritakan hal tersebut padanya, kemudian beliau menjawab: dia telah melakukan sunnah”. (H.R Abu Daud Nomor 1073)
Mereka juga berdalil dengan hadits Rasulullah Shollallahu ‘Alaihi Wasallam:
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ الْمُصَفَّى وَعُمَرُ بْنُ حَفْصٍ الْوَصَّابِىُّ - الْمَعْنَى - قَالاَ حَدَّثَنَا بَقِيَّةُ حَدَّثَنَا شُعْبَةُ عَنِ الْمُغِيرَةِ الضَّبِّىِّ عَنْ عَبْدِ الْعَزِيزِ بْنِ رُفَيْعٍ عَنْ أَبِى صَالِحٍ عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ عَنْ رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- أَنَّهُ قَالَ « قَدِ اجْتَمَعَ فِى يَوْمِكُمْ هَذَا عِيدَانِ فَمَنْ شَاءَ أَجْزَأَهُ مِنَ الْجُمُعَةِ وَإِنَّا مُجَمِّعُونَ ».)[2](
Artinya: Dari Abu Hurairah Radhiallahu ‘Anhu, Rasulullah Shollallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda: “Telah berkumpul pada hari kalian ini dua hari raya (‘Id dan Jum’at). Barangsiapa yang ingin (untuk tidak shalat Jum’at), maka (shalat Id) ini telah mengesahkannya. Adapun kami (Nabi Shollallahu ‘Alaihi Wasallam) tetap melaksanakan shalat Jum’at.”  (H.R Abu Daud Nomor 1073/1075)
Mereka juga berdalil dengan hadits Rasulullah Shollallahu ‘Alaihi Wasallam:
حَدَّثَنَا جُبَارَةُ بْنُ الْمُغَلِّسِ ، حَدَّثَنَا مِنْدَلُ بْنُ عَلِيٍّ ، عَنْ عَبْدِ الْعَزِيزِ بْنِ عُمَرَ ، عَنْ نَافِعٍ ، عَنِ ابْنِ عُمَرَ ، قَالَ : اجْتَمَعَ عِيدَانِ عَلَى عَهْدِ رَسُولِ اللهِ صَلَّى الله عَليْهِ وسَلَّمَ , فَصَلَّى بِالنَّاسِ ، ثُمَّ قَالَ : مَنْ شَاءَ أَنْ يَأْتِيَ الْجُمُعَةَ فَلْيَأْتِهَا ، وَمَنْ شَاءَ أَنْ يَتَخَلَّفَ فَلْيَتَخَلَّفْ.)[3](
Artinya: Dari Ibnu Umar Radhiallahu ‘Anhu, Ia berkata: “Telah berkumpul dua hari raya (‘Id dan Jum’at) di zaman Rasulullah Shollallahu ‘Alaihi Wasallam, kemudian beliau Shollallahu ‘Alaihi Wasallam memimpin sholat ‘id kemudian setelah sholat beliau bersabda: Barangsiapa yang ingin ingin datang untuk shalat Jum’at maka silakan datang, dan barang siapa yang ingin tidak datang maka tidak apa-apa”.(H.R Ibnu Majah Nomor 1312)

Kedua: Jumhur (Hanafiyyah, Malikiyah, Syafi'iyyah dan Zdohiriyyah): Apabila hari 'id bertepatan dengan hari jum'at maka tidak boleh untuk tidak shalat jum'at, artinya tidak boleh diganti dengan shalat dzuhur. berdasarkan firman allah 'azza wajalla:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا نُودِيَ لِلصَّلَاةِ مِنْ يَوْمِ الْجُمُعَةِ فَاسْعَوْا إِلَى ذِكْرِ اللَّهِ وَذَرُوا الْبَيْعَ ذَلِكُمْ خَيْرٌ لَكُمْ إِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ
Artinya: Hai orang-orang beriman, apabila diseru untuk menunaikan shalat Jum'at, maka bersegeralah kamu kepada mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli. Yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui. (Q.S Al-jum’ah : 9)
Mereka juga berdalil dengan hadits Rasulullah Shollallahu ‘Alaihi Wasallam:
حَدَّثَنَا أَبُو عَامِرٍ ، حَدَّثَنَا زُهَيْرٌ ، عَنْ أَسِيدٍ ، عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ أَبِي قَتَادَةَ ، عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللهِ ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ : مَنْ تَرَكَ الْجُمُعَةَ ثَلاَثَ مِرَارٍ مِنْ غَيْرِ عُذْرٍ ، طَبَعَ اللَّهُ عَلَى قَلْبِهِ.)[4](
Artinya: “Barangsiapa meninggalkan tiga shalat Jum’at, maka Allah akan mengunci pintu hatinya.” Ancaman keras seperti ini menunjukkan bahwa shalat Jum’at itu wajib. (H.R Imam Ahmad Nomor 14558 Dan Abu Daud Nomor 1052 dari Abul Ja’di Adh Dhomri)
Mereka juga berdalil dengan hadits Rasulullah Shollallahu ‘Alaihi Wasallam:
عَنْ طَارِقِ بْنِ شِهَابٍ ، عَنْ أَبِي مُوسَى ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ، قَالَ : الْجُمُعَةُ حَقٌّ وَاجِبٌ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ فِي جَمَاعَةٍ إِلاَّ أَرْبَعَةٌ : عَبْدٌ مَمْلُوكٌ ، أَوِ امْرَأَةٌ ، أَوْ صَبِيٌّ ، أَوْ مَرِيضٌ .
Artinya: “Shalat Jum’at merupakan suatu kewajiban bagi setiap muslim dengan berjama’ah kecuali empat golongan: [1] budak, [2] wanita, [3] anak kecil, dan [4] orang yang sakit. (HR. Abu Daud no. 1067, dari Thariq bin Syihab. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih)
 TARJIH
Perkataan yang rojih adalah perkataanya jumhur yaitu apabila hari 'id bertepatan dengan hari jum'at maka tidak boleh untuk tidak shalat jum'at, atau tidak boleh diganti dengan shalat dzuhur. Hal ini berdasarkan dalil:
1.      Firman Allah dalam Q. S  al- jum'ah ayat 9 adalah perintah yang qoth'i. dan ayat itu adalah hukumnya umum, baik diluar hari 'id atau ketika hari 'id.
2.      Adanya ancaman terhadap orang yang meninggalkan jum'at yaitu akan dibutakan hatinya oleh Allah Subuhanahu Wata'ala. seperti yang diriwayatkan oleh imam ahmad didalam hadits yang telah disebutkan diatas.
3.      Hadits Zaid Bin Arqam yang diungkapkan diatas adalah shohih akan tetapi dibawa kemakna: Bahwa yang diberi rukhshoh untuk tidak shalat jum'at adalah kepada yang mereka datang dari tempat yang jauh. ini seperti yang ungkapkan oleh para ulama kita, diantaranya adalah:
-        Perkataan imam Athohawi dalam musykilul atsar: Hadits Zaid Bin Arqam adalah rukhshoh bagi mereka yang datang dari tempat yang jauh.untuk boleh tidak shalat jum'at.
-        Syekh ibnu jibrin berkata: perkataan jumhur dalam hal ini adalah sholat jum’ah jatuh bagi orang-orang yang datang dari jauh, dan tetap wajib bagi yang tidak jauh. Ini untuk keringanan bagi mereka, dikarenakan pulang pergi bagi mereka adalah masyaqqah”.
4. Hadits Rasulullah Shollallahu 'Aaihi Wasallam:
قَالَ أَبُو عُبَيْدٍ ثُمَّ شَهِدْتُ مَعَ عُثْمَانَ بْنِ عَفَّانَ فَكَانَ ذَلِكَ يَوْمَ الْجُمُعَةِ ، فَصَلَّى قَبْلَ الْخُطْبَةِ ثُمَّ خَطَبَ فَقَالَ يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّ هَذَا يَوْمٌ قَدِ اجْتَمَعَ لَكُمْ فِيهِ عِيدَانِ ، فَمَنْ أَحَبَّ أَنْ يَنْتَظِرَ الْجُمُعَةَ مِنْ أَهْلِ الْعَوَالِى فَلْيَنْتَظِرْ، وَمَنْ أَحَبَّ أَنْ يَرْجِعَ فَقَدْ أَذِنْتُ لَهُ
Artinya: Abu ubaidah berkata: kemudian aku menyaksikan sholat ‘id bersama Utsman Bin Affan di hari jum’at. Maka beliau melaksanakan sholat ‘id sebelum khutbah, kemudian berkata: wahai manusia (para jama’ah) sesungguhnya hari ini telah berkumpul dua hari ‘id. Maka barang siapa dari kalian yang datang jauh dari pedesaan ingin menunggu jum’at maka silakan tunggu. Dan barang siapa dari kalian (yang datang dari jauh/pedesaan) ingin pulang maka saya mengizinkan untuk pulang”. (H.R BukhariNomor 5251, 5572, 5145)
Hadits ini menunjukkan bahwa yang diberi rukhshoh yaitu orang-orang yang datang jauh dari pedesaan. sehingga kalau mereka bolak-balik maka itu akan menyulitkan mereka dan agar mereka bisa lebih menikmati hari 'idnya.wallahu a'lam




161.   Hukum Ramah Tamah Dihari Idul Fitri
Apabila disana tidak mengandung maksiat maka tidak apa-apa. akan tetapi jika mengundang maksiat atau kesyirikan maka itu dilarang


([1] ). Hadits ini merupakan lafadz abu daud
([2]) Hadits ini adalah shohih atas syarat imam muslim, dan adapun baqiyah bin al-walid tidak ada yang memperselisihkan kejujuranya ketika ia meriwayatkan hadits dari orang-orang yang masyhur. Dan syekh albani mengatakan hadits ini shohih.
([3]) Hadits ini adalah dhoif dikarenakan didalam sanadnya ada dua rowi yang dinilai dho’if yaitu Jubarah Bin Al-mughollis dan Mindalu Bin Ali.
-       Jubarah Bin Al-mughollis Al-hammany, laqobnya adalah abu muhammad al-kufiy, beliau termasuk thobaqah ke 10, beliau wafat tahun 241 H di kufah, ibnu hajar dan adzahabi berkata: dia adalah dhoif.
-       Mindalu Bin Ali Al-‘anazi adalah saudara hibban bin ali. Laqobnya adalah abu Abdullah al-kuufy, ada yang mengatakan bahwa namanya adalah amru dan mindal adalah laqobnya. Ia lahir  tahun 103 H dan wafat tahun 167/168 H di kufah. Dia adalah termasuk kibaru atba’uttabi’in yaitu thobaqoh ke 7. Yang termasuk meriwayatkan haditsnya adalah abu daud dan ibnu majah. Ibnu hajar berkata: dia adalah dho’if. Sedangkan imam adz-dzahabiy berkata: mindalu bin Ali di dhoifkan oleh iamam ahmad.
([4] )  Ta’liq Al-urnu’uth: Hadits ini shohih lighoirihi, dan adapun sanad ini adalah hasan. Usaid adalah Ibnu Abi Usaid Bin Amru Al-‘Aqadiy.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar