Rabu, 16 Maret 2016

Kisah Penghafal Al-qur’an (1) Muhammad Saihul Basyir: Pemuda yang Hafal Al-Quran dari Keluarga Bintang Al-Quran



Kisah Penghafal Al-qur’an (1) Muhammad Saihul Basyir: Pemuda yang Hafal Al-Quran dari Keluarga Bintang Al-Quran

Muhammad Saihul Basyir adalah sosok pemuda tampan yang periang, bersahabat, baik hati dan tidak sombong. Di samping itu Basyir (panggilan akrabnya) adalah salah satu penghafal Al-Qur’an yang masih muda karena telah mengkhatamkan hafalannya ketika berusia sebelas tahun. Banyak prestasi dan keistimewaan yang Allah berikan ketika Saihul Basyir memulai proses menghafal dan menamatkan hafalannya. Bagaimana kondisi keluarga Saihul Basyir dan fase demi fase yang telah dijalaninya? Berikut ini adalah sekilas dari cuplikan kisah perjalanan hidup beliau. Semoga banyak yang terinspirasi dan termotivasi melihat profil pemuda yang telah mengkhidmatkan diri kepada Al-Qur’an ini, dan semoga keistiqamahan selalu mengiringinya.
I. Keluarga Penghafal Al-Qur’an
Muhammad Saihul Basyir, lahir di Jakarta 10 Januari 1996. Sekarang ia –saat di wawancara- duduk di bangku kelas 3 SMA di Pesantren Terpadu Darul Quran Mulia, Bogor. Sekilas tentang keluarganya, ayahnya yang bernama Mutammimul Ula (57 tahun) adalah seorang yang berasal dari Solo tepatnya di kecamatan Sragen. Sang kakek mendidik ayahnya dengan didikan yang keras, karena dahulu kakek dari sang ayah adalah seorang yang aktif di partai Masyumi, sehingga apa yang telah diterapkan oleh kakek kepada ayahnya menurun kepada anak-anaknya juga, Pak Tamim (begitu beliau dipanggil) menamatkan SMA di sebuah sekolah Islam di Solo bernama SMA Al-Islam, kemudian melanjutkan pendidikan di Fakultas Syariah Universitas Islam Sultan Agung Semarang pada tahun 1977, hingga akhirnya aktif di organisasi Pelajar Islam Indonesia (PII) dan juga sempat menjadi ketua umum Pengurus Besar PII tersebut selama satu periode (1983-1986). Beliau juga seorang Magister Ilmu Hukum di Universitas Indonesia tahun 2007 yang sebelumnya menyelesaikan Sarjana Hukum di Universitas Diponegoro tahun 1982. Dalam dunia politik, beliau tergabung dengan Partai Keadilan Sejahtera yang pernah membawanya menjadi anggota DPR-RI pada periode 1999-2004 dan terpilih kembali pada periode 2004-2009.

Sedangkan ibunya yang bernama Wirianingsing (51 tahun) adalah orang Jakarta, sama dengan ayahnya, sang ibu juga dibesarkan oleh kakek yang juga seorang veteran, kemudian menamatkan jenjang S1 di Universitas Padjajaran (Unpad) pada Fakultas Komunikasi, dan melanjutkan S2 di UI Salemba mengambil Psikologi. Ibu Wiwi (panggilan akrab kesehariannya) bukanlah orang yang tidak memiliki kesibukan, melainkan seorang wanita yang super sibuk. Sejak muda aktif di berbagai organisasi, pernah menjadi pengurus wilayah PII-Jawa Barat, Pengurus Besar PII, dan HMI (Himpunan Mahasiswa Islam) Universitas Islam Bandung (Unisba), Ketua Pengurus Pusat Salimah (sebuah organisasi muslimah yang tersebar di 30 provinsi) tahun 2005-2010, Ketua Aliansi Selamatkan Anak (ASA) Indonesia, Presidium Badan Musyawarah Organisasi Wanita Islam (BMOWI) 2007-2012, dan Ketua Yayasan Citra Insani (2009 hingga kini). Ia juga pernah menjadi anggota delegasi RI dalam sidang United Nations Comission on the Status of Women (UNCSW) ke-51 di New York, Amerika Serikat. Kini, Ibu Wiwi menjadi anggota DPR-RI Komisi IX dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS).
Awal mula pertemuan sang ayah dan sang ibu adalah ketika keduanya mengikuti seminar di Bandung, kebetulan ayahnya -yang aktif terlebih dahulu daripada ibunya di PII- menjadi pemateri di seminar tersebut. Pada akhirnya berkenalan dan mempunyai visi yang sama, yaitu menciptakan generasi yang shalih dan bermanfaat bagi umat. Cita-cita terbesar kedua orang tuanya adalah menciptakan generasi penghafal Al-Qur’an di masa yang akan datang, hingga akhirnya dikaruniai sebelas orang anak. Alhamdulillah enam orang dari sebelas orang anaknya sudah berhasil mengkhatamkan hafalan Al-Qur’an. Berikut profil singkat kesebelas buah hati mereka:
1.      Afzalurahman Assalam (27 tahun). Hafal Al-Qur’an pada usia 13 tahun di sebuah pesantren di Bobos, Cirebon. Sarjana Teknik Geofisika ITB (Institut Teknologi Bandung). Juara I MTQ Putra Pelajar SMU se-Solo, Ketua Pembinaan Majelis Taklim Salman ITB dan terpilih sebagai peserta Pertamina Youth Programme 2007.
2.      Faris Jihady Hanifa (26 tahun). Hafal Al-Qur’an pada usia 9 tahun di Pesantren Yanbu’ul Qur’an Kudus, Jawa Tengah dengan predikat Mumtaz. Mengambil S1 Fakultas Syariah di LIPIA Jakarta. Sekarang sedang menyelesaikan studi masternya di King Saud University, Riyadh Arab Saudi. Peraih juara I lomba tahfizh Al-Qur’an yang diselenggarakan oleh kerajaan Arab Saudi di Jakarta tahun 2003, juara olimpiade IPS tingkat SMA yang diselenggarakan UNJ tahun 2004, Sekretaris Umum KAMMI Jakarta.
3.      Maryam Qonitat (25 tahun). Hafal Al-Qur’an sejak usia 16 tahun di Pesantren Husnul Khatimah, Kuningan Jawa Barat. Kemudian melanjutkan studi S1 di Fakultas Ushuluddin Universitas Al-Azhar Kairo. Sekarang sedang melanjutkan S2 di International Islamic University Malaysia. Pelajar teladan dan lulusan terbaik Pesantren Husnul Khatimah 2006. Menghafal hadits dan mendapatkan sanad Rasulullah dari Syekh Al-Azhar.
4.      Scientia Afifah Taibah (23 tahun). Hafal Al-Qur’an 30 juz sejak usia 19 tahun. Seorang sarjana hukum di Universitas Indonesia (UI). Faktanya, ketika selesai SMA tidak langsung melanjutkan kuliah akan tetapi dia membuat program menghafal Al-Qur’an terlebih dahulu di Al-Hikmah Jakarta sampai selesai.  Saat SMP menjadi pelajar teladan dan saat SMA memperoleh juara III lomba Murattal Al-Qur’an tingkat SMA se-Jakarta Selatan.
5.      Ahmad Rasikh ‘Ilmi (22 tahun). Hafal 15 juz Al-Qur’an sejak duduk di MA Husnul Khatimah, Kuningan. Kini sedang menyelesaikan studi S1 di Universitas Islam Internasional Malaysia pada jurusan Ushul Fiqh. Ia lulusan terbaik SMPIT Al-Kahfi, juara I Kompetisi English Club Al-Kahfi dan menjadi musyrif bahasa Arab MA Husnul Khatimah.
6.      Ismail Ghulam Halim (20 tahun). Hafal 13 juz Al-Qur’an sejak duduk di SMAIT Al-Kahfi Bogor. Mahasiswa Teknik Universitas Indonesia. Ia lulusan terbaik SMPIT Al-Kahfi, juara lomba pidato bahasa Arab SMP se-Jawa Barat, serta santri teladan, santri favorit, juara umum dan tahfizh terbaik tiga tahun berturut-turut di SMPIT Al-Kahfi.
7.      Yusuf Zaim Hakim (19 tahun). Hafal Al-Qur’an 30 juz sejak usia 17 tahun di Pesantren Darul Qur’an Yusuf Mansur, Bandung. Mahasiswa di Universitas Indonesia. Prestasinya antara lain: peringkat I di SDIT, peringkat I SMP, juara harapan I Olimpiade Fisika tingkat Kabupaten Bogor, dan finalis Kompetisi tingkat Kabupaten Bogor.
8.      Muhammad Syaihul Basyir (17 tahun). Hafal Al-Qur’an 30 juz pada saat kelas 6 SD.
9.      Hadi Sabila Rosyad (16 tahun). Hafal 18 juz Al-Qur’an. Santri kelas 2 SMA di Pesantren Terpadu Darul Qur’an Mulia Bogor. Di antara prestasinya adalah juara I lomba membaca puisi.
10.  Himmaty Muyassarah (14 tahun). Hafal 13 juz Al-Qur’an. Kelas 3 SMP Darul Qur’an Mulia Bogor.
11.  Hasna Khairunnisa, wafat usia 3 tahun, akibat tumor otak pada bulan Juli 2OO6..

Tentu saja ini adalah karunia Allah dan prestasi yang luar biasa, salah satu contoh keluarga muslim Indonesia yang perlu dijadikan contoh dan teladan. Dengan berbagai macam kesibukan baik sebagai seorang pendakwah dan wakil rakyat, kedua orang tuanya mampu membagi waktunya dengan baik untuk mendampingi perkembangan anak-anaknya, apalagi mereka berdua melakukan semuanya sendiri, tanpa pembantu rumah tangga.
Muhammad Saihul Basyir bersama kedua orang tua dan sebagian anggota sanak saudaranya di ruang perpustakaan pribadi. (Irhamni Rofiun)

II. Awal Menghafal Sampai Tamat
Banyak yang memicu semangat Saihul Basyir untuk menghafal Al-Qur’an, salah satunya  terinspirasi dan termotivasi karena  melihat kakak keduanya, Faris Jihadi Hanifa, yang telah mengkhatamkan hafalan Al-Qur’an di usia yang masih sangat muda yaitu sembilan tahun.
Ibu beliau yang memang menginginkan Basyir kecil meniru persis seperti kakak keduanya tersebut, akhirnya sejak kelas 1 SD beliau dimasukkan ke pesantren tahfizh untuk anak-anak yang sama di Pon-Pes Yanbu’ul Qur’an Kudus, yang dirintis oleh KH. Arwani, di sanalah proses menghafal Al-Qur’an Basyir dimulai, beliau benar-benar tidak memahami makna hakiki menghafal Al-Qur’an karena masih polos, yang ada di dalam benak pikirannya saat itu adalah mengkhatamkan Al-Qur’an di kelas 3 SD lalu melancarkannya di kelas 4 dan 5 SD, sehingga di kelas 6 SD sudah fokus ke ujian, namun apa yang dicita-citakan belum tercapai karena terbentur memiliki pribadi yang tidak mudah beradaptasi, mudah kangen dengan orangtua, hingga akhirnya Basyir keluar dari sana pada usia sembilan tahun tepatnya kelas 4 SD, pada saat itu Basyir baru berhasil menghafal Al-Qur’an sebanyak 21 juz.
Sebenarnya ibunya tidak menyetujui Basyir keluar dari pesantren, tapi Basyir meyakinkan ibunya dengan jawaban polos anak kecil bahwa ia mampu dan bisa menyelesaikan hafalan Al-Qur’an secara sempurna di rumah. Akhirnya pilihan studinya jatuh ke SDIT Al-Hikmah yang berlokasi di Mampang-Jakarta Selatan, ternyata kenyataannya tak semudah apa yang dibayangkan, karena padatnya jadwal kegiatan sekolah, di samping posisinya yang pulang-pergi tidak menetap seperti di pesantrennya dulu. Akhirnya jadwal dibuat oleh orang tua Basyir sedemikian rupa sehingga terbentuklah program mengaji dua waktu , waktu pertama setelah subuh, beliau diwajibkan menyetor satu halaman kepada ibunya, kemudian ketika Maghrib tiba, memuraja’ah [mengulang-ulang] hafalan yang dimiliki sebanyak lima halaman saja. Adapun program dari ayahnya yaitu tilawah Al-Qur’an paling minimal sebulan sekali harus berhasil mengkhatamkan Al-Qur’an satu kali putaran, ketika berhasil mencapai target apa yang ayah dan ibunya minta, beliau tak menyadari hal tersebut hingga akhirnya sadar ketika dewasa, ketika itu ayah dan ibunya selalu memberikan reward atau hadiah karena target telah berhasil dicapai Basyir, mereka membelikan apa yang dia mau, namun orientasinya tetap tertuju pada bagaimana bisa menyelesaikan hafalan Al-Qur’an sebelum naik ke jenjang SMP.
Alhamdulillah berkat karunia Allah dan nikmat-Nya, beliau dimudahkan dalam menyelesaikan hafalan Al-Qur’an di umur 11 tahun ketika duduk di kelas 6 SD, beliau tidak mengkhatamkan Al-Qur’an tidak secara sempurna, tidak sampai juz 30. Karena pada waktu beliau menyetorkan hafalan kepada ustadz -yang ada di sekolah- pada surat At-Tahrim akhir juz 28, ketika sudah selesai setoran surat At-Tahrim ustadznya mengatakan dan memerintahkan kepadanya untuk berhenti, “cukup ya Basyir kamu sudah selesai menghafal Al-Qur’an”, kata beliau meniru perkataan ustadznya, beliau pun terheran, “kenapa ustadz Ana belum selesai menyetor juz 29 dan 30”, ustadznya pun balik menjawab, “tak apa, kamu sudah menghafal Al-Qur’an, kamu sudah berhasil menghafal juz 29 dan 30 secara mendengar”, memang kenyataannya seperti itu beliau menghafalkan juz 29 dan 30 tanpa menghafal secara lisan atau secara disetorkan, melainkan hanya mendengar bacaan Al-Qur’an juz 29 dan 30 dari orangtua, saudara-saudarinya yang telah terekam secara otomatis dalam ingatannya.
Lepas dari bangku SD, beliau merasa sedikit bangga, namun ketika teman-teman dan sanak saudara Basyir bertanya kepada ayah ataupun ibunya, “apakah Basyir sudah berhasil menghafalkan Al-Qur’an”, “ya sudah berhasil menghafalkan Al-Qur’an secara hifdz [menghafal]”, akan tetapi ketika Basyir dites dan ditanya suratnya tidak bisa, karena ketika SD itu orientasinya hanya tertuju kepada berhasil mengkhatamkan Al-Qur’an saja, tidak ada pikiran untuk melancarkan dan mengitqankan dan seterusnya, hingga akhirnya ayah Basyir mempunyai pikiran yang sama dengannya yaitu masuk ke pesantren Al-Qur’an kembali, dan akhirnya masuklah Basyir  ke sebuah pesantren yang bernama Pesantren Terpadu Darul Quran Mulia di Bogor, karena merasa terpanggil dan tuntutan alami, untuk apa beliau menghafalkan Al-Qur’an secara sempurna akan tetapi ketika disuruh membaca secara acak tidak bisa, ayahnya pun pernah berucap, “Basyir, kamu tidak bisa mengamalkan apa yang terkandung dalam Al-Qur’an kalau kamu tidak bisa menghafal ayat-ayatnya secara sempurna”, melalui perintah ayahnya tersebut Basyir termotivasi menghafalnya secara ulang, beliau pun mengakui awalnya agak berat ketika menghafalkan Al-Qur’an secara ulang di pesantren Darul Quran Mulia itu, berkat dukungan dan doa dari orangtua dan sanak saudara dan tentunya dari dirinya sendiri akhirnya Basyir pun berhasil mengkhatamkan kembali hafalan Al-Qur’an di usianya yang ketiga belas tahun, dan rajin memuraja’ah secara terus menerus sampai sempurna karena ia sadar hafalannya belum lancar, padahal orang lain telah menilai hafalannya sudah bagus dan lancar.

III. Suasana Keluarga dan Lingkungan
Kedua orang tuanya telah berusaha menciptakan sebuah lingkungan yang paling kondusif di rumah, hanya menyalahkan televisi dua jam saja dan lebih dari dua jam ketika hari libur atau hari Ahad. Kemudian ibunya mewajibkan Basyir muraja’ah dan tilawah setelah Maghrib serta menyetorkan hafalan baru setelah Subuh sebelum masuk sekolah. Ayahnya secara naluri dan alami sering menyetel radio atau kaset murattal Al-Qur’an imam Masjidil Haram, setiap saat Al-Qur’an terdengar di telinganya ketika berada di rumah, sehingga sehari-harinya tercipta suasana lingkungan qur’ani.
Program tersebut mempunyai kelebihan tersendiri, ketika orangtua tidak bisa mengontrol kegiatan anak-anak di rumah, seorang ayah sudah tahu apa yang dilihat dan didengarkan, tentu yang didengarkan ketika ayahnya tidak ada adalah murattal, dan apa yang dilihat adalah buku bacaan, karena salah satu bentuk yang ayah Basyir ciptakan adalah membuat perpustakaan pribadi yang berisikan koleksi buku hingga empat sampai lima ribu buku, sehingga ketika televisi tidak dinyalakan maka Basyir lari ke perpustakaan, membaca bacaan anak-anak yang islami.
Dalam perpustakaan pribadi tersebut, buku koleksinya mencakup semua hal, baik tentang politik dan hukum sebuah kegiatan yang digeluti ayah Basyir, maupun yang ibunya tekuni tentang kewanitaan dan psikologi anak, kemudian yang saudara-saudarinya dalami tentang ilmu-ilmu syariah, kitab-kitab fiqih dan tafsir, buku-buku ilmiah, sains dan eksakta, hingga apa yang adiknya senangi ketika itu yaitu novel-novel remaja dan motivasi, jadi pemandangan yang tak aneh ketika televisi dimatikan mereka bisa betah berjam-jam di dalam perpustakaan, menggeluti bacaan yang mereka suka dan senangi, hal tersebutlah yang telah berhasil membentuk pribadi keluarganya menjadi pribadi yang positif, suka membaca, gemar menelaah ilmu-ilmu, gemar berdiskusi. Intinya kedua orangtua Basyir tidak hanya ingin Al-Qur’an cukup dihafal saja namun harus diamalkan dan dipraktekkan pada kehidupan nyata dengan hati yang bersih.
Al-Qur’an dijadikan sebagai dasar pijakan utama masing-masing anak agar hobi dan kelebihan mereka yang berbeda satu sama lain bisa lebih terarah, dan itu pun juga harus dimulai dengan kecintaan terhadap buku-buku ilmiah dan buku-buku yang bermanfaat lainnya. Uniknya, ketika beliau masih kecil ibunya sering membawakan dongeng sebelum tidur, setiap malam diceritakan kepadanya tentang sirah sahabat, khulafaur rasyidin, dan yang lebih utama adalah sirah nabawi.
Hiburan lain yang ibunya izinkan adalah mendengarkan lantunan nasyid dan musik islami yang mengandung ajaran Islam, Rasulullah maupun sahabat. Sehingga kadang kala apa yang mereka ketahui dan apa yang ada di kepala mereka tidak sama dengan apa yang digeluti dan apa yang disenangi oleh anak-anak yang seusia mereka, contohnya ketika SD teman-temannya mungkin suka dengan yang namanya game online, namun secara pribadi Basyir tidak menyukai hal tersebut, lebih menyenangi hal-hal yang berbau kegiatan positif, itu dampak positif dari didikan orang tuanya yang telah membentuk anak-anaknya memiliki karakter yang baik, kuat dan qur’ani. Semoga selalu istiqamah.

IV. Hikmah Mengikuti Perlombaan Menghafal Al-Qur’an
Sang Jawara Nasional MHQ 30 juz ini menjadikan perlombaan menghafal Al-Qur’an dan sejenisnya sebagai batu loncatan untuk maju ke depan, karena sebelum mengikuti perlombaan Basyir belum mengetahui di mana kadar kekuatan hafalan yang dimiliki, perlombaan tersebut pun dijadikannya sebagai sarana bukan tujuan, karena setelah mengikuti perlombaan itu ia sadar masih banyak memiliki kekurangan baik dari segi hafalan maupun tajwidnya, pada akhirnya ia pun termotivasi untuk selalu mengulang-ulang hafalan yang ada agar selalu melekat dalam dirinya.
Dalam musabaqah [kompetisi sehat] itupun Basyir dipertemukan dengan para pecinta dan penghafal Al-Qur’an dari seluruh Indonesia maupun luar negeri, bisa mengenal lebih dalam dan bisa berinteraksi secara langsung, berbagi pengalaman dan diskusi-diskusi yang masih berkaitan dengan kesucian Al-Qur’an dan masalah kehidupan yang lainnya, itulah salah satu kelebihan yang bisa didapatkan Basyir setelah mengikuti perlombaan MTQ dan sejenisnya. Jadi bukan hanya kemenangan yang dicari, karena menang-kalah adalah hal biasa dalam kehidupan, yang luar biasa adalah persahabatan sesama pecinta Al-Qur’an yang harus dijunjung tinggi.
V. Harapan dan Target
Pemuda yang dianugerahi Allah banyak nikmat ini berkeinginan memperdalam ilmu-ilmu Al-Qur’an sampai jenjang tertinggi di Universitas Islam Madinah, Arab Saudi. Tujuannya ingin mengabdikan diri untuk umat dan memperbaiki moral bangsa, moral pemuda yang mulai merosot, ia yakin bisa merubah hal tersebut melalui prinsipnya dengan Al-Qur’an, “Allah akan membantu orang-orang yang membantu agama-Nya”.
Beliau pun ingin bertemu dengan orang-orang hebat dan sukses, masyaikh, para imam besar dan tokoh qari lebih banyak lagi, karena sebelumnya beliau pernah bertemu dengan Syekh Abdullah bin Ali Bashfar salah seorang imam besar di Jeddah, Arab Saudi, Syekh Aiman Rusyd al-Suwaidi seorang pakar qiraah yang berasal dari Syria, Syekh Anas Ahmad Karzoun, dan masih banyak lagi yang lainnya sewaktu mengikuti pertemuan dengan para penghafal Al-Qur’an anak-anak se-dunia di Jeddah, Arab Saudi. Ini adalah salah satu bukti kemudahan yang Allah berikan kepadanya karena selalu berusaha untuk berkomitmen dengan Al-Qur’an. Basyir pun tetap yakin akan bertemu dengan orang-orang yang lebih hebat lainnya jika ia berkomitmen untuk terus mengabdikan diri kepada Al-Qur’an. Karena harapan dan mimpi beliau lainnya adalah ingin menjadi Imam Besar di Masjidil Haram atau Masjid Nabawi, semoga Allah mengabulkan doanya tersebut. Aamiin.
Target Basyir selanjutnya adalah ingin membangun pesantren Al-Qur’an yang mempelajari ilmu-ilmu sains dan eksakta, agar bisa mendidik dan mengajarkan pemuda-pemudi bangsa Indonesia menjadi generasi qur’ani. Karena cita-cita terbesar Basyir sewaktu kecil adalah ketika sudah besar nanti ingin menjadi Presiden Republik Indonesia. Cita-cita anak yang sungguh luar biasa. Semoga banyak yang mengaminkan.

VI. Tips dan Trik Menghafal Al-Qur’an
Hal yang paling utama adalah pasang niat semua karena Allah, harus memiliki tekad dan azam yang kuat untuk berjihad di jalan-Nya serta mengorientasikan semua tujuan kepada ridha dan surga-Nya.
Sebelum masuk program menghafal diharuskan untuk mengikuti program tahsin, tujuannya untuk memperbaiki pelafalan bacaan Al-Qur’an dan menguasai tajwid. Setelah itu boleh mengikuti program tahfizh dengan mengikuti tips berikut:
1.      Membagi waktu menjadi dua kali dalam sehari, waktu Subuh untuk menghafal dan waktu Maghrib digunakan untuk mengulang hafalan.
2.      Harus memiliki musyrif, guru ngaji untuk menyetor dan membenarkan hafalan, musyrifnya pun harus hafal Al-Qur’an dengan baik.
3.      Memakai satu mushaf tetap hingga selesai, mushaf dengan rasm utsmani.
4.      Evaluasi hafalan secara berkala, setiap juz yang sudah selesai dihafal harus dites sampai mengetahui dan memperbaiki tingkat kesalahan sekecil mungkin. Begitu juga per-5 juz, per-10 juz, dan seterusnya sesuai kelipatan hingga 30 juz.
5.      Tingkatkan amalan shalih.
6.      Jadikan shalat-shalat sunnah rawatib sebagai waktu untuk mengulang walaupun hanya beberapa ayat, lebih afdhal lagi melakukan muraja’ah satu sampai dua juz pada waktu shalat malam atau tahajud, lebih banyak jumlah juz yang diulang akan lebih bagus lagi, karena sepertiga malam adalah sebaik-baik waktu agar hafalan yang ada tetap melekat kuat.
7.      Cari lingkungan terbaik untuk menghafal, berkumpul bersama orang shalih dan para penghafal Al-Qur’an.
8.      Doa tanpa henti kepada Allah, meminta keistiqamahan dan kelancaran, karena Al-Qur’an diturunkan dari Allah.
9.      Tambahan, untuk mempercepat dan mempermudah dalam menghafal dianjurkan memakai mushaf rasm utsmani yang ada terjemahannya, agar apa yang dihafal lebih meresap di hati.

Demikian tips dan trik menghafal Al-Qur’an dari Muhammad Saihul Basyir, seorang pemuda kece –pemuda yang taat kepada kedua orangtua dan agama- lagi sangat bersahabat ini. Semoga kebaikan ini menjadi ladang amal untuk beliau karena mau berbagi pengalaman untuk kita semua, tentunya hal ini harus kita manfaatkan dengan sebaik-baiknya. Semoga kita dan anak keturunan semua menjadi ahlul quran, berpegang teguh kepada ajaran agama, Al-Qur’an dan As-Sunnah. Aamiin.

VII. Tes Hafalan
Selain memiliki wajah yang sejuk dipandang dan memiliki prinsip “Forever single until the time”, suara alunan murattalnya pun tak kalah indah, tak aneh jika banyak prestasi yang diraihnya karena keistimewaan hafalannya yang luar biasa.
Berikut contoh tes hafalan Al-Qur’an yang dijawabnya dengan tenang dan lancar, tak aneh bila nilai Mumtaz disandangnya:
-  Juz 5, Surah An-Nisaa ayat: 115-125
-  Juz 25, Surah As-Syuuraa ayat: 47-Selesai disambung awal Surah Az-Zukhruuf sampai ayat 8.
Bahkan Syekh Muhammad Jibril, salah seorang Imam dan Syekh Murattal Al-Qur’an di Mesir memberikan penilaian baik terhadap hafalan dan tilawah Saihul Basyir melalui salah satu video Saihul Basyir sewaktu mengikuti perlombaan menghafal Al-Qur’an -yang penulis kirim khusus ke Syekh Jibril-. Beliau menilai bacaan dan hafalan Saihul Basyir sudah bagus, beliau hanya menyarankan agar Saihul Basyir meningkatkan dan belajar kembali aneka ragam nagham membaca Al-Qur’an agar bisa menguasai semua nada murattal, tidak hanya satu nada bacaan saja. Semoga dengan mendapatkan doa khusus dan suntikan pujian serta kritikan –nasihat- yang membangun dari Syekh Muhammad Jibril dapat diterapkan langsung oleh Saihul Basyir, dan ia pun semakin semangat untuk mempelajarinya.
Harapan ke depan, semoga Saihul Basyir bisa memperdalam dan menguasai tafsir Al-Qur’an dengan tiga bahasa; Arab-Inggris-Indonesia. Karena poin hafalan Al-Qur’annya sudah didapat. Semoga Allah selalu memberikan hidayah kepada beliau –tentu kepada kita semua juga- agar istiqamah di jalan-Nya, dan semoga Allah memperbanyak “Muhammad Saihul Basyir” lainnya yang selalu berkomitmen untuk menjaga ayat-ayat-Nya. Aamiin.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar