Kisah
Penghafal Al-qur’an (1) Muhammad Saihul Basyir: Pemuda yang Hafal Al-Quran dari
Keluarga Bintang Al-Quran
Muhammad
Saihul Basyir adalah sosok pemuda tampan yang periang, bersahabat, baik hati
dan tidak sombong. Di samping itu Basyir (panggilan akrabnya) adalah salah satu
penghafal Al-Qur’an yang masih muda karena telah mengkhatamkan hafalannya
ketika berusia sebelas tahun. Banyak prestasi dan keistimewaan yang Allah
berikan ketika Saihul Basyir memulai proses menghafal dan menamatkan
hafalannya. Bagaimana kondisi keluarga Saihul Basyir dan fase demi fase yang
telah dijalaninya? Berikut ini adalah sekilas dari cuplikan kisah perjalanan
hidup beliau. Semoga banyak yang terinspirasi dan termotivasi melihat profil
pemuda yang telah mengkhidmatkan diri kepada Al-Qur’an ini, dan semoga
keistiqamahan selalu mengiringinya.
I. Keluarga Penghafal Al-Qur’an
Muhammad
Saihul Basyir, lahir di Jakarta 10 Januari 1996. Sekarang ia –saat di
wawancara- duduk di bangku kelas 3 SMA di Pesantren Terpadu Darul Quran Mulia,
Bogor. Sekilas tentang keluarganya, ayahnya yang bernama Mutammimul Ula (57
tahun) adalah seorang yang berasal dari Solo tepatnya di kecamatan Sragen. Sang
kakek mendidik ayahnya dengan didikan yang keras, karena dahulu kakek dari sang
ayah adalah seorang yang aktif di partai Masyumi, sehingga apa yang telah
diterapkan oleh kakek kepada ayahnya menurun kepada anak-anaknya juga, Pak
Tamim (begitu beliau dipanggil) menamatkan SMA di sebuah sekolah Islam di Solo
bernama SMA Al-Islam, kemudian melanjutkan pendidikan di Fakultas Syariah
Universitas Islam Sultan Agung Semarang pada tahun 1977, hingga akhirnya aktif
di organisasi Pelajar Islam Indonesia (PII) dan juga sempat menjadi ketua umum
Pengurus Besar PII tersebut selama satu periode (1983-1986). Beliau juga
seorang Magister Ilmu Hukum di Universitas Indonesia tahun 2007 yang sebelumnya
menyelesaikan Sarjana Hukum di Universitas Diponegoro tahun 1982. Dalam dunia
politik, beliau tergabung dengan Partai Keadilan Sejahtera yang pernah
membawanya menjadi anggota DPR-RI pada periode 1999-2004 dan terpilih kembali
pada periode 2004-2009.
Sedangkan
ibunya yang bernama Wirianingsing (51 tahun) adalah orang Jakarta, sama dengan
ayahnya, sang ibu juga dibesarkan oleh kakek yang juga seorang veteran,
kemudian menamatkan jenjang S1 di Universitas Padjajaran (Unpad) pada Fakultas
Komunikasi, dan melanjutkan S2 di UI Salemba mengambil Psikologi. Ibu Wiwi
(panggilan akrab kesehariannya) bukanlah orang yang tidak memiliki kesibukan,
melainkan seorang wanita yang super sibuk. Sejak muda aktif di berbagai
organisasi, pernah menjadi pengurus wilayah PII-Jawa Barat, Pengurus Besar PII,
dan HMI (Himpunan Mahasiswa Islam) Universitas Islam Bandung (Unisba), Ketua
Pengurus Pusat Salimah (sebuah organisasi muslimah yang tersebar di 30
provinsi) tahun 2005-2010, Ketua Aliansi Selamatkan Anak (ASA) Indonesia,
Presidium Badan Musyawarah Organisasi Wanita Islam (BMOWI) 2007-2012, dan Ketua
Yayasan Citra Insani (2009 hingga kini). Ia juga pernah menjadi anggota
delegasi RI dalam sidang United Nations Comission on the Status of Women
(UNCSW) ke-51 di New York, Amerika Serikat. Kini, Ibu Wiwi menjadi anggota
DPR-RI Komisi IX dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS).
Awal mula
pertemuan sang ayah dan sang ibu adalah ketika keduanya mengikuti seminar di
Bandung, kebetulan ayahnya -yang aktif terlebih dahulu daripada ibunya di PII-
menjadi pemateri di seminar tersebut. Pada akhirnya berkenalan dan mempunyai
visi yang sama, yaitu menciptakan generasi yang shalih dan bermanfaat bagi
umat. Cita-cita terbesar kedua orang tuanya adalah menciptakan generasi
penghafal Al-Qur’an di masa yang akan datang, hingga akhirnya dikaruniai
sebelas orang anak. Alhamdulillah enam orang dari sebelas orang anaknya sudah
berhasil mengkhatamkan hafalan Al-Qur’an. Berikut profil singkat kesebelas buah
hati mereka:
1. Afzalurahman Assalam (27 tahun). Hafal
Al-Qur’an pada usia 13 tahun di sebuah pesantren di Bobos, Cirebon. Sarjana
Teknik Geofisika ITB (Institut Teknologi Bandung). Juara I MTQ Putra Pelajar
SMU se-Solo, Ketua Pembinaan Majelis Taklim Salman ITB dan terpilih sebagai
peserta Pertamina Youth Programme 2007.
2. Faris Jihady Hanifa (26 tahun). Hafal
Al-Qur’an pada usia 9 tahun di Pesantren Yanbu’ul Qur’an Kudus, Jawa Tengah
dengan predikat Mumtaz. Mengambil S1 Fakultas Syariah di LIPIA Jakarta.
Sekarang sedang menyelesaikan studi masternya di King Saud University, Riyadh
Arab Saudi. Peraih juara I lomba tahfizh Al-Qur’an yang diselenggarakan oleh
kerajaan Arab Saudi di Jakarta tahun 2003, juara olimpiade IPS
tingkat SMA yang diselenggarakan UNJ tahun 2004, Sekretaris Umum KAMMI Jakarta.
3. Maryam Qonitat (25 tahun). Hafal Al-Qur’an
sejak usia 16 tahun di Pesantren Husnul Khatimah, Kuningan Jawa Barat. Kemudian
melanjutkan studi S1 di Fakultas Ushuluddin Universitas Al-Azhar Kairo.
Sekarang sedang melanjutkan S2 di International Islamic University Malaysia.
Pelajar teladan dan lulusan terbaik Pesantren Husnul Khatimah 2006. Menghafal
hadits dan mendapatkan sanad Rasulullah dari Syekh Al-Azhar.
4. Scientia Afifah Taibah (23 tahun). Hafal
Al-Qur’an 30 juz sejak usia 19 tahun. Seorang sarjana hukum di Universitas
Indonesia (UI). Faktanya, ketika selesai SMA tidak langsung melanjutkan
kuliah akan tetapi dia membuat program menghafal Al-Qur’an terlebih dahulu di
Al-Hikmah Jakarta sampai selesai. Saat SMP menjadi pelajar teladan dan
saat SMA memperoleh juara III lomba Murattal Al-Qur’an tingkat SMA se-Jakarta
Selatan.
5. Ahmad Rasikh ‘Ilmi (22 tahun). Hafal
15 juz Al-Qur’an sejak duduk di MA Husnul Khatimah, Kuningan. Kini sedang
menyelesaikan studi S1 di Universitas Islam Internasional Malaysia pada jurusan
Ushul Fiqh. Ia lulusan terbaik SMPIT Al-Kahfi, juara I Kompetisi English Club
Al-Kahfi dan menjadi musyrif bahasa Arab MA Husnul Khatimah.
6. Ismail Ghulam Halim (20 tahun). Hafal
13 juz Al-Qur’an sejak duduk di SMAIT Al-Kahfi Bogor. Mahasiswa Teknik
Universitas Indonesia. Ia lulusan terbaik SMPIT Al-Kahfi, juara lomba pidato
bahasa Arab SMP se-Jawa Barat, serta santri teladan, santri favorit, juara
umum dan tahfizh terbaik tiga tahun berturut-turut di SMPIT Al-Kahfi.
7. Yusuf Zaim Hakim (19 tahun). Hafal
Al-Qur’an 30 juz sejak usia 17 tahun di Pesantren Darul Qur’an Yusuf Mansur,
Bandung. Mahasiswa di Universitas Indonesia. Prestasinya antara lain: peringkat
I di SDIT, peringkat I SMP, juara harapan I Olimpiade Fisika tingkat Kabupaten
Bogor, dan finalis Kompetisi tingkat Kabupaten Bogor.
8. Muhammad Syaihul Basyir (17 tahun). Hafal
Al-Qur’an 30 juz pada saat kelas 6 SD.
9. Hadi Sabila Rosyad (16 tahun). Hafal
18 juz Al-Qur’an. Santri kelas 2 SMA di Pesantren Terpadu Darul Qur’an Mulia
Bogor. Di antara prestasinya adalah juara I lomba membaca puisi.
10. Himmaty Muyassarah (14 tahun). Hafal
13 juz Al-Qur’an. Kelas 3 SMP Darul Qur’an Mulia Bogor.
11. Hasna Khairunnisa, wafat usia 3
tahun, akibat tumor otak pada bulan Juli 2OO6..
Tentu
saja ini adalah karunia Allah dan prestasi yang luar biasa, salah satu contoh
keluarga muslim Indonesia yang perlu dijadikan contoh dan teladan. Dengan
berbagai macam kesibukan baik sebagai seorang pendakwah dan wakil rakyat, kedua
orang tuanya mampu membagi waktunya dengan baik untuk mendampingi perkembangan
anak-anaknya, apalagi mereka berdua melakukan semuanya sendiri, tanpa pembantu
rumah tangga.
Muhammad
Saihul Basyir bersama kedua orang tua dan sebagian anggota sanak saudaranya di
ruang perpustakaan pribadi. (Irhamni Rofiun)
II. Awal Menghafal Sampai Tamat
Banyak
yang memicu semangat Saihul Basyir untuk menghafal Al-Qur’an, salah
satunya terinspirasi dan termotivasi karena melihat kakak keduanya,
Faris Jihadi Hanifa, yang telah mengkhatamkan hafalan Al-Qur’an di usia yang masih
sangat muda yaitu sembilan tahun.
Ibu beliau
yang memang menginginkan Basyir kecil meniru persis seperti kakak keduanya
tersebut, akhirnya sejak kelas 1 SD beliau dimasukkan ke pesantren tahfizh
untuk anak-anak yang sama di Pon-Pes Yanbu’ul Qur’an Kudus, yang dirintis oleh
KH. Arwani, di sanalah proses menghafal Al-Qur’an Basyir dimulai, beliau
benar-benar tidak memahami makna hakiki menghafal Al-Qur’an karena masih polos,
yang ada di dalam benak pikirannya saat itu adalah mengkhatamkan Al-Qur’an di kelas
3 SD lalu melancarkannya di kelas 4 dan 5 SD, sehingga di kelas 6 SD sudah
fokus ke ujian, namun apa yang dicita-citakan belum tercapai karena terbentur
memiliki pribadi yang tidak mudah beradaptasi, mudah kangen dengan orangtua,
hingga akhirnya Basyir keluar dari sana pada usia sembilan tahun tepatnya kelas
4 SD, pada saat itu Basyir baru berhasil menghafal Al-Qur’an sebanyak 21 juz.
Sebenarnya
ibunya tidak menyetujui Basyir keluar dari pesantren, tapi Basyir meyakinkan
ibunya dengan jawaban polos anak kecil bahwa ia mampu dan bisa menyelesaikan
hafalan Al-Qur’an secara sempurna di rumah. Akhirnya pilihan studinya jatuh ke
SDIT Al-Hikmah yang berlokasi di Mampang-Jakarta Selatan, ternyata kenyataannya
tak semudah apa yang dibayangkan, karena padatnya jadwal kegiatan sekolah, di
samping posisinya yang pulang-pergi tidak menetap seperti di pesantrennya dulu.
Akhirnya jadwal dibuat oleh orang tua Basyir sedemikian rupa sehingga
terbentuklah program mengaji dua waktu , waktu pertama setelah subuh, beliau diwajibkan
menyetor satu halaman kepada ibunya, kemudian ketika Maghrib tiba, memuraja’ah
[mengulang-ulang] hafalan yang dimiliki sebanyak lima halaman saja. Adapun
program dari ayahnya yaitu tilawah Al-Qur’an paling minimal sebulan sekali
harus berhasil mengkhatamkan Al-Qur’an satu kali putaran, ketika berhasil
mencapai target apa yang ayah dan ibunya minta, beliau tak menyadari hal
tersebut hingga akhirnya sadar ketika dewasa, ketika itu ayah dan ibunya selalu
memberikan reward atau hadiah karena target telah berhasil dicapai Basyir,
mereka membelikan apa yang dia mau, namun orientasinya tetap tertuju pada
bagaimana bisa menyelesaikan hafalan Al-Qur’an sebelum naik ke jenjang SMP.
Alhamdulillah
berkat karunia Allah dan nikmat-Nya, beliau dimudahkan dalam menyelesaikan
hafalan Al-Qur’an di umur 11 tahun ketika duduk di kelas 6 SD, beliau tidak
mengkhatamkan Al-Qur’an tidak secara sempurna, tidak sampai juz 30. Karena pada
waktu beliau menyetorkan hafalan kepada ustadz -yang ada di sekolah- pada surat
At-Tahrim akhir juz 28, ketika sudah selesai setoran surat At-Tahrim ustadznya
mengatakan dan memerintahkan kepadanya untuk berhenti, “cukup ya Basyir kamu
sudah selesai menghafal Al-Qur’an”, kata beliau meniru perkataan ustadznya,
beliau pun terheran, “kenapa ustadz Ana belum selesai menyetor juz 29 dan 30”,
ustadznya pun balik menjawab, “tak apa, kamu sudah menghafal Al-Qur’an, kamu
sudah berhasil menghafal juz 29 dan 30 secara mendengar”, memang kenyataannya
seperti itu beliau menghafalkan juz 29 dan 30 tanpa menghafal secara lisan atau
secara disetorkan, melainkan hanya mendengar bacaan Al-Qur’an juz 29 dan 30
dari orangtua, saudara-saudarinya yang telah terekam secara otomatis dalam
ingatannya.
Lepas
dari bangku SD, beliau merasa sedikit bangga, namun ketika teman-teman dan
sanak saudara Basyir bertanya kepada ayah ataupun ibunya, “apakah Basyir sudah
berhasil menghafalkan Al-Qur’an”, “ya sudah berhasil menghafalkan Al-Qur’an
secara hifdz [menghafal]”, akan tetapi ketika Basyir dites dan ditanya suratnya
tidak bisa, karena ketika SD itu orientasinya hanya tertuju kepada berhasil
mengkhatamkan Al-Qur’an saja, tidak ada pikiran untuk melancarkan dan
mengitqankan dan seterusnya, hingga akhirnya ayah Basyir mempunyai pikiran yang
sama dengannya yaitu masuk ke pesantren Al-Qur’an kembali, dan akhirnya
masuklah Basyir ke sebuah pesantren yang bernama Pesantren Terpadu Darul
Quran Mulia di Bogor, karena merasa terpanggil dan tuntutan alami, untuk apa
beliau menghafalkan Al-Qur’an secara sempurna akan tetapi ketika disuruh membaca
secara acak tidak bisa, ayahnya pun pernah berucap, “Basyir, kamu tidak bisa
mengamalkan apa yang terkandung dalam Al-Qur’an kalau kamu tidak bisa menghafal
ayat-ayatnya secara sempurna”, melalui perintah ayahnya tersebut Basyir
termotivasi menghafalnya secara ulang, beliau pun mengakui awalnya agak berat
ketika menghafalkan Al-Qur’an secara ulang di pesantren Darul Quran Mulia itu,
berkat dukungan dan doa dari orangtua dan sanak saudara dan tentunya dari
dirinya sendiri akhirnya Basyir pun berhasil mengkhatamkan kembali hafalan
Al-Qur’an di usianya yang ketiga belas tahun, dan rajin memuraja’ah secara
terus menerus sampai sempurna karena ia sadar hafalannya belum lancar, padahal
orang lain telah menilai hafalannya sudah bagus dan lancar.
III. Suasana Keluarga dan Lingkungan
Kedua
orang tuanya telah berusaha menciptakan sebuah lingkungan yang paling kondusif
di rumah, hanya menyalahkan televisi dua jam saja dan lebih dari dua jam ketika
hari libur atau hari Ahad. Kemudian ibunya mewajibkan Basyir muraja’ah dan
tilawah setelah Maghrib serta menyetorkan hafalan baru setelah Subuh sebelum
masuk sekolah. Ayahnya secara naluri dan alami sering menyetel radio atau kaset
murattal Al-Qur’an imam Masjidil Haram, setiap saat Al-Qur’an terdengar di
telinganya ketika berada di rumah, sehingga sehari-harinya tercipta suasana
lingkungan qur’ani.
Program
tersebut mempunyai kelebihan tersendiri, ketika orangtua tidak bisa mengontrol
kegiatan anak-anak di rumah, seorang ayah sudah tahu apa yang dilihat dan
didengarkan, tentu yang didengarkan ketika ayahnya tidak ada adalah murattal,
dan apa yang dilihat adalah buku bacaan, karena salah satu bentuk yang ayah
Basyir ciptakan adalah membuat perpustakaan pribadi yang berisikan koleksi buku
hingga empat sampai lima ribu buku, sehingga ketika televisi tidak dinyalakan
maka Basyir lari ke perpustakaan, membaca bacaan anak-anak yang islami.
Dalam
perpustakaan pribadi tersebut, buku koleksinya mencakup semua hal, baik tentang
politik dan hukum sebuah kegiatan yang digeluti ayah Basyir, maupun yang ibunya
tekuni tentang kewanitaan dan psikologi anak, kemudian yang saudara-saudarinya
dalami tentang ilmu-ilmu syariah, kitab-kitab fiqih dan tafsir, buku-buku
ilmiah, sains dan eksakta, hingga apa yang adiknya senangi ketika itu yaitu novel-novel
remaja dan motivasi, jadi pemandangan yang tak aneh ketika televisi dimatikan
mereka bisa betah berjam-jam di dalam perpustakaan, menggeluti bacaan yang
mereka suka dan senangi, hal tersebutlah yang telah berhasil membentuk pribadi
keluarganya menjadi pribadi yang positif, suka membaca, gemar menelaah
ilmu-ilmu, gemar berdiskusi. Intinya kedua orangtua Basyir tidak hanya ingin
Al-Qur’an cukup dihafal saja namun harus diamalkan dan dipraktekkan pada
kehidupan nyata dengan hati yang bersih.
Al-Qur’an
dijadikan sebagai dasar pijakan utama masing-masing anak agar hobi dan
kelebihan mereka yang berbeda satu sama lain bisa lebih terarah, dan itu pun
juga harus dimulai dengan kecintaan terhadap buku-buku ilmiah dan buku-buku
yang bermanfaat lainnya. Uniknya, ketika beliau masih kecil ibunya sering
membawakan dongeng sebelum tidur, setiap malam diceritakan kepadanya tentang
sirah sahabat, khulafaur rasyidin, dan yang lebih utama adalah sirah nabawi.
Hiburan
lain yang ibunya izinkan adalah mendengarkan lantunan nasyid dan musik islami
yang mengandung ajaran Islam, Rasulullah maupun sahabat. Sehingga kadang kala
apa yang mereka ketahui dan apa yang ada di kepala mereka tidak sama dengan apa
yang digeluti dan apa yang disenangi oleh anak-anak yang seusia mereka,
contohnya ketika SD teman-temannya mungkin suka dengan yang namanya game
online, namun secara pribadi Basyir tidak menyukai hal tersebut, lebih
menyenangi hal-hal yang berbau kegiatan positif, itu dampak positif dari
didikan orang tuanya yang telah membentuk anak-anaknya memiliki karakter yang
baik, kuat dan qur’ani. Semoga selalu istiqamah.
IV. Hikmah Mengikuti Perlombaan Menghafal Al-Qur’an
Sang
Jawara Nasional MHQ 30 juz ini menjadikan perlombaan menghafal Al-Qur’an dan
sejenisnya sebagai batu loncatan untuk maju ke depan, karena sebelum mengikuti
perlombaan Basyir belum mengetahui di mana kadar kekuatan hafalan yang
dimiliki, perlombaan tersebut pun dijadikannya sebagai sarana bukan tujuan,
karena setelah mengikuti perlombaan itu ia sadar masih banyak memiliki
kekurangan baik dari segi hafalan maupun tajwidnya, pada akhirnya ia pun
termotivasi untuk selalu mengulang-ulang hafalan yang ada agar selalu melekat
dalam dirinya.
Dalam
musabaqah [kompetisi sehat] itupun Basyir dipertemukan dengan para pecinta dan
penghafal Al-Qur’an dari seluruh Indonesia maupun luar negeri, bisa mengenal
lebih dalam dan bisa berinteraksi secara langsung, berbagi pengalaman dan
diskusi-diskusi yang masih berkaitan dengan kesucian Al-Qur’an dan masalah
kehidupan yang lainnya, itulah salah satu kelebihan yang bisa didapatkan Basyir
setelah mengikuti perlombaan MTQ dan sejenisnya. Jadi bukan hanya kemenangan
yang dicari, karena menang-kalah adalah hal biasa dalam kehidupan, yang luar
biasa adalah persahabatan sesama pecinta Al-Qur’an yang harus dijunjung tinggi.
V. Harapan dan Target
Pemuda
yang dianugerahi Allah banyak nikmat ini berkeinginan memperdalam ilmu-ilmu
Al-Qur’an sampai jenjang tertinggi di Universitas Islam Madinah, Arab Saudi.
Tujuannya ingin mengabdikan diri untuk umat dan memperbaiki moral bangsa, moral
pemuda yang mulai merosot, ia yakin bisa merubah hal tersebut melalui
prinsipnya dengan Al-Qur’an, “Allah akan membantu orang-orang yang membantu
agama-Nya”.
Beliau
pun ingin bertemu dengan orang-orang hebat dan sukses, masyaikh, para imam
besar dan tokoh qari lebih banyak lagi, karena sebelumnya beliau pernah bertemu
dengan Syekh Abdullah bin Ali Bashfar salah seorang imam besar di Jeddah, Arab
Saudi, Syekh Aiman Rusyd al-Suwaidi seorang pakar qiraah yang berasal dari
Syria, Syekh Anas Ahmad Karzoun, dan masih banyak lagi yang lainnya sewaktu
mengikuti pertemuan dengan para penghafal Al-Qur’an anak-anak se-dunia di
Jeddah, Arab Saudi. Ini adalah salah satu bukti kemudahan yang Allah berikan
kepadanya karena selalu berusaha untuk berkomitmen dengan Al-Qur’an. Basyir pun
tetap yakin akan bertemu dengan orang-orang yang lebih hebat lainnya jika ia
berkomitmen untuk terus mengabdikan diri kepada Al-Qur’an. Karena harapan dan
mimpi beliau lainnya adalah ingin menjadi Imam Besar di Masjidil Haram atau
Masjid Nabawi, semoga Allah mengabulkan doanya tersebut. Aamiin.
Target
Basyir selanjutnya adalah ingin membangun pesantren Al-Qur’an yang mempelajari
ilmu-ilmu sains dan eksakta, agar bisa mendidik dan mengajarkan pemuda-pemudi
bangsa Indonesia menjadi generasi qur’ani. Karena cita-cita terbesar Basyir
sewaktu kecil adalah ketika sudah besar nanti ingin menjadi Presiden Republik
Indonesia. Cita-cita anak yang sungguh luar biasa. Semoga banyak yang
mengaminkan.
VI. Tips dan Trik Menghafal Al-Qur’an
Hal
yang paling utama adalah pasang niat semua karena Allah, harus memiliki tekad
dan azam yang kuat untuk berjihad di jalan-Nya serta mengorientasikan semua
tujuan kepada ridha dan surga-Nya.
Sebelum
masuk program menghafal diharuskan untuk mengikuti program tahsin, tujuannya
untuk memperbaiki pelafalan bacaan Al-Qur’an dan menguasai tajwid. Setelah itu
boleh mengikuti program tahfizh dengan mengikuti tips berikut:
1. Membagi waktu menjadi dua kali dalam
sehari, waktu Subuh untuk menghafal dan waktu Maghrib digunakan untuk mengulang
hafalan.
2. Harus memiliki musyrif, guru ngaji
untuk menyetor dan membenarkan hafalan, musyrifnya pun harus hafal Al-Qur’an
dengan baik.
3. Memakai satu mushaf tetap hingga
selesai, mushaf dengan rasm utsmani.
4. Evaluasi hafalan secara berkala,
setiap juz yang sudah selesai dihafal harus dites sampai mengetahui dan
memperbaiki tingkat kesalahan sekecil mungkin. Begitu juga per-5 juz, per-10
juz, dan seterusnya sesuai kelipatan hingga 30 juz.
5. Tingkatkan amalan shalih.
6. Jadikan shalat-shalat sunnah rawatib
sebagai waktu untuk mengulang walaupun hanya beberapa ayat, lebih afdhal lagi
melakukan muraja’ah satu sampai dua juz pada waktu shalat malam atau tahajud,
lebih banyak jumlah juz yang diulang akan lebih bagus lagi, karena sepertiga
malam adalah sebaik-baik waktu agar hafalan yang ada tetap melekat kuat.
7. Cari lingkungan terbaik untuk
menghafal, berkumpul bersama orang shalih dan para penghafal Al-Qur’an.
8. Doa tanpa henti kepada Allah,
meminta keistiqamahan dan kelancaran, karena Al-Qur’an diturunkan dari Allah.
9. Tambahan, untuk mempercepat dan
mempermudah dalam menghafal dianjurkan memakai mushaf rasm utsmani yang ada
terjemahannya, agar apa yang dihafal lebih meresap di hati.
Demikian
tips dan trik menghafal Al-Qur’an dari Muhammad Saihul Basyir, seorang pemuda
kece –pemuda yang taat kepada kedua orangtua dan agama- lagi sangat bersahabat
ini. Semoga kebaikan ini menjadi ladang amal untuk beliau karena mau berbagi
pengalaman untuk kita semua, tentunya hal ini harus kita manfaatkan dengan
sebaik-baiknya. Semoga kita dan anak keturunan semua menjadi ahlul quran,
berpegang teguh kepada ajaran agama, Al-Qur’an dan As-Sunnah. Aamiin.
VII. Tes Hafalan
Selain
memiliki wajah yang sejuk dipandang dan memiliki prinsip “Forever single until
the time”, suara alunan murattalnya pun tak kalah indah, tak aneh jika banyak
prestasi yang diraihnya karena keistimewaan hafalannya yang luar biasa.
Berikut
contoh tes hafalan Al-Qur’an yang dijawabnya dengan tenang dan lancar, tak aneh
bila nilai Mumtaz disandangnya:
- Juz 5, Surah An-Nisaa ayat: 115-125
- Juz 25, Surah As-Syuuraa ayat: 47-Selesai
disambung awal Surah Az-Zukhruuf sampai ayat 8.
Bahkan
Syekh Muhammad Jibril, salah seorang Imam dan Syekh Murattal Al-Qur’an di Mesir
memberikan penilaian baik terhadap hafalan dan tilawah Saihul Basyir melalui
salah satu video Saihul Basyir sewaktu mengikuti perlombaan menghafal Al-Qur’an
-yang penulis kirim khusus ke Syekh Jibril-. Beliau menilai bacaan dan hafalan
Saihul Basyir sudah bagus, beliau hanya menyarankan agar Saihul Basyir meningkatkan
dan belajar kembali aneka ragam nagham membaca Al-Qur’an agar bisa menguasai
semua nada murattal, tidak hanya satu nada bacaan saja. Semoga dengan
mendapatkan doa khusus dan suntikan pujian serta kritikan –nasihat- yang
membangun dari Syekh Muhammad Jibril dapat diterapkan langsung oleh Saihul
Basyir, dan ia pun semakin semangat untuk mempelajarinya.
Harapan
ke depan, semoga Saihul Basyir bisa memperdalam dan menguasai tafsir Al-Qur’an
dengan tiga bahasa; Arab-Inggris-Indonesia. Karena poin hafalan Al-Qur’annya
sudah didapat. Semoga Allah selalu memberikan hidayah kepada beliau –tentu
kepada kita semua juga- agar istiqamah di jalan-Nya, dan semoga Allah
memperbanyak “Muhammad Saihul Basyir” lainnya yang selalu berkomitmen untuk
menjaga ayat-ayat-Nya. Aamiin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar