61. Hukum Masuk Air
Ditelinga Ketika Puasa
Apabila seorang mandi disiang hari ramadhan kemudian
air masuk kedalam telinganya maka itu tidak menjadikan puasanya batal, karena:
1. Itu tidak termasuk hal-hal yang membatalkan puasa.
2. Hal itu tidak menjadikan kekuatan bertambah, bahkan
akan menjadikan telinga sakit sehingga ia menjadi tambah lemah.
Jika seorang yang kemasukan air ditelingannya disiang
hari ramadhan menjadikan puasannya batal maka sungguh dia adalah orang yang
sangat sedih. Betapa tidak, telingannya sudah sakit karena kemasukan air, yang
menjadikan ia semakin lemas ditambah lagi puasannya batal.
Hal ini sangat memberatkan mukallaf. Dan itu snagat
jauh dari hikmah sayari’at yang di inginkan Allah utnuk hambanya.
Catatan:
Hendaknya seorang yang sedangg puasa hati-hati ketika
ia mandi, jangan sampai air masuk kedalam telinga, karena itu akan menyakiti
diri sehingga menjadikan diri tambah lemas ketika puasa. ma’adzallah.
62. Hukum Ghibah Dan Namimah Dibulan Ramadhon
Ghibah dan namimah adalah haram hukumnya, baik
didalam bulan ramadhan ataupun diluar bulan ramadhan. akan tetapi ini tidak
sampai membatalkan puasa, hanya menguranging nilai ibadah puasa saja.
Dalil keharaman ghibah dan namimah adalah:
Allah
subuhanahu wata’ala berfirman:
{
وَلاَ يَغْتَب بَّعْضُكُم بَعْضًا أَيُحِبُّ أَحَدُكُمْ أَن يَأْكُلَ لَحْمَ
أَخِيهِ مَيْتًا فَكَرِهْتُمُوهُ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ تَوَّابٌ
رَحِيمٌ }
Artinya:
Dan janganlah mencari-cari keburukan orang dan janganlah menggunjingkan
satu sama lain. Adakah seorang diantara kamu yang suka memakan daging
saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan
bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha
Penyayang. (Q.S Al-hujurat : 12)
عَنْ
ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا مَرَّ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَى قَبْرَيْنِ فَقَالَ إِنَّهُمَا لَيُعَذَّبَانِ وَمَا
يُعَذَّبَانِ مِنْ كَبِيرٍ ثُمَّ قَالَ بَلَى أَمَّا أَحَدُهُمَا فَكَانَ يَسْعَى
بِالنَّمِيمَةِ وَأَمَّا أَحَدُهُمَا فَكَانَ لَا يَسْتَتِرُ مِنْ بَوْلِهِ قَالَ
ثُمَّ أَخَذَ عُودًا رَطْبًا فَكَسَرَهُ بِاثْنَتَيْنِ ثُمَّ غَرَزَ كُلَّ وَاحِدٍ
مِنْهُمَا عَلَى قَبْرٍ ثُمَّ قَالَ لَعَلَّهُ يُخَفَّفُ عَنْهُمَا مَا لَمْ
يَيْبَسَا
Artinya:
dari Ibnu Abbas radhiyallah ‘anhu berkata, Rasulullah Shollallahu ‘Alaihi
Wasallam melewati dua kuburan kemudian bersabda: sesungguhnya mereka berdua
sedang diazab, dan mereka tidak diazab karena hal yang besar, kemudian beliau
bersabda: “betul” adapun yang satu
karena dia jalan menyebarkan fitnah (namimah), dan yang satunya karena
ia tidak membersihkan kencingnya, Ibnu Abbas Berkata: kemudian Rasulullah
Shollallahu ‘Alaihi Wasallam
mengambil batang kelopak korma
dan membelahnya menjadi dua bagian, kemudian menancapkannya diatas kedua
kuburan mereka, para sahabat bertanya: wahai Rasulullah! kenapa engkau
melakukan ini? Beliau menjawab: semoga mereka berdua diringankan azabnya oleh
Allah sampai batang ini mengering”. (H.R Bukhari )
Rasulullah
Shollallahu ‘Alaihi Wasallam:
عَنِ
الْعَلاَءِ عَنْ أَبِيهِ عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله
عليه وسلم- قَالَ « أَتَدْرُونَ مَا الْغِيبَةُ ». قَالُوا اللَّهُ وَرَسُولُهُ
أَعْلَمُ. قَالَ « ذِكْرُكَ أَخَاكَ بِمَا يَكْرَهُ ». قِيلَ أَفَرَأَيْتَ إِنْ
كَانَ فِى أَخِى مَا أَقُولُ قَالَ « إِنْ كَانَ فِيهِ مَا تَقُولُ فَقَدِ
اغْتَبْتَهُ وَإِنْ لَمْ يَكُنْ فِيهِ فَقَدْ بَهَتَّهُ ».
Artinya:
Dari ‘Ala’ Bin Abdurrahman Dari Bapaknya Dari Abu Hurairah sesungguhnya
Rasulullah Shollallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda: “ apakah kalian semua tahu
apakah ghibah itu? Mereka menjawab: Allah Dan Rasulnya lebih mengetahui.
Rasulullah Shollallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda lagi: “ yaitu engkau
menyebutkan sesuatu yang dibenci oleh saudaramu “, dikatakan: bagaimana jika
apa yang aku katakan itu betul-betul ada pada dirinya? Rasulullah Shollallahu
‘Alaihi Wasallam menjawab: “ jika apa yang kamu katakan itu ada pada dirinya
maka sungguh kamu telah mengghibanya, dan jika apa yang kamu katakan itu tidak
ada pada dirinya maka sungguh kamu telah berbuat bohong terhadapnya.” (H.R
Muslim, Hadits nomor 2589 )
ISTIFADAH
Rasulullah Shollallahu ‘Alaihi Wasallam
bersabda:
عَنِ النُّعْمَانِ بْنِ بَشِيرٍ قَالَ قَالَ
رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « مَثَلُ الْمُؤْمِنِينَ فِى تَوَادِّهِمْ وَتَرَاحُمِهِمْ
وَتَعَاطُفِهِمْ مَثَلُ الْجَسَدِ إِذَا اشْتَكَى مِنْهُ عُضْوٌ تَدَاعَى لَهُ
سَائِرُ الْجَسَدِ بِالسَّهَرِ وَالْحُمَّى ».
Artinya:
dari nu’man bin basyir berkata rasulullah shollallahu ‘alaihi wasallam
bersabda: “ perumpamaan orang-orang mu’min didalam saling mencintai, saling
menyayangi dan saling menaruh kasih sayang adalah seperti satu tubuh yang
apabila salah satu bagian merasa sakit maka bagian-bagian yang lain akan
merasakan keresahan dan sakit.” (H.R
Muslim, Hadits nomor 2586)
Wahai kaum
muslimin! Darah dan kehormatan sesama muslim adalah haram sebagaimana yang
dijelaskan Rasulullah Shollallahu ‘Alaihi Wasallam didalam haditsnya:
عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ أَبِى بَكْرَةَ
عَنْ أَبِيهِ قَالَ لَمَّا كَانَ ذَلِكَ الْيَوْمُ قَعَدَ عَلَى بَعِيرِهِ
وَأَخَذَ إِنْسَانٌ بِخِطَامِهِ فَقَالَ « أَتَدْرُونَ أَىَّ يَوْمٍ هَذَا ».
قَالُوا اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَعْلَمُ. حَتَّى ظَنَنَّا أَنَّهُ سَيُسَمِّيهِ
سِوَى اسْمِهِ. فَقَالَ « أَلَيْسَ بِيَوْمِ النَّحْرِ ». قُلْنَا بَلَى يَا
رَسُولَ اللَّهِ. قَالَ « فَأَىُّ شَهْرٍ هَذَا ». قُلْنَا اللَّهُ وَرَسُولُهُ
أَعْلَمُ. قَالَ « أَلَيْسَ بِذِى الْحِجَّةِ ». قُلْنَا بَلَى يَا رَسُولَ
اللَّهِ. قَالَ « فَأَىُّ بَلَدٍ هَذَا ». قُلْنَا اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَعْلَمُ -
قَالَ - حَتَّى ظَنَنَّا أَنَّهُ سَيُسَمِّيهِ سِوَى اسْمِهِ. قَالَ « أَلَيْسَ
بِالْبَلْدَةِ ». قُلْنَا بَلَى يَا رَسُولَ اللَّهِ. قَالَ « فَإِنَّ دِمَاءَكُمْ
وَأَمْوَالَكُمْ وَأَعْرَاضَكُمْ عَلَيْكُمْ حَرَامٌ كَحُرْمَةِ يَوْمِكُمْ هَذَا
فِى شَهْرِكُمْ هَذَا فِى بَلَدِكُمْ هَذَا فَلْيُبَلِّغِ الشَّاهِدُ الْغَائِبَ
».
Artinya:
“ Dari Abdurrahman Bin Abu Bakar dari
bapaknya ia berkata: ketika suatu hari Rasulullah duduk diatas onta dan manusia
mendekat kepadanya kemudian beliau bersabda: “
apakah kalian semua tahu hari apa ini?” mereka menjawab: Allah dan
Rasul-Nya lebih mengetahui, sampai kami akan mengira beliau akan memberikan
nama selain namanya, kemudian beliau bersabda:” Bukankah hari ini hari nahr?”
Kami menjawab: betul wahai Rasulullah. Beliau bersabda: “ bulan apa ini?” kami
menjawab Allah dan Rasul-Nya lebih mengetahui. Beliau bersabda: “Bukankah ini
bulan dzulhijjah?” kami menjawab: betul wahai Rasulullah, beliau bersabda lagi:
“negeri apakah ini?” kami menjawab:
Allah dan Rasul-Nya lebih mengetahui, sampai kami mengira beliau akan
memberikan nama yang selain namanya. Beliau bersabda: “ bukankah ini negeri
(makkah)? Kami menjawab: betul wahai Rasulullah, beliau bersabda: “
maka sesungguhnya darah, harta dan kehormatan kalian haram atas kalian seperti
keharaman hari, bulan dan negeri kalian ini, maka telah disampaikan, Allah
menyaksikanya”. (H.R Muslim, Hadits nomor 1679)
Rasulullah
Shollallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda dalam hadits qudhsinya:
عَنْ أَبِي ذَرٍّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ عن
النَّبِيّ صلى الله عليه وسلم ، عن اللَّهُ تَبَارَكَ وَتَعَالَى قَالَ : « يا
عِبادِي إِني قَد حَرمتُ الظُلمَ عَلى نَفسِي وجَعلتُهُ مُحرماً بَينَكُم فَلا
تَظالَمُوا»
Artinya:
Dari Abu Dzar Radhiyallahu ‘Anhu Dari Nabi Shollallahu ‘Alaihi Wasallam dari
Allah Subuhanahu Wata’ala Berfirman: “ wahai hambaku! Telah aku haramkan
kedzoliman atas diriku dan aku mengharamkan pula terhadap kalian maka janganlah
kalian saling mendzolimi”. (H.R Bukhari Di Dalam Adabul Mufrad, Di Shohihkan
oleh Syekh Al-Bani)
63. Hukum Siwak Disiang Hari Ramadhon
Bersiwak
adalah merupakan sunnah Rasulullah Shollallahu 'Alaihi Wasallam, sabagaimana
didalam sabdanya:
حدثنا أبو كريب حدثنا عبدة بن سليمان عن محمد بن
عمرو عن أبي سلمة عن أبي هريرة قال قال رسول الله صلى الله عليه وسلم لَوْلاَ أَنْ أَشُقَّ عَلَى أُمَّتِي
لأَمَرْتُهُمْ بِالسِّوَاكِ عِنْدَ كُلِّ وُضُوءٍ
Artinya: “Seandainya tidak memberatkan umatku,
niscaya aku perintahkan mereka untuk bersiwak setiap kali melakukan wudhu. ”
(HR. Al-Bukhari no. 838, Muslim no. 370 dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘Anhu)
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
السِّوَاكُ مَطْهَرَةٌ لِلْفَمِ مَرْضَاةٌ
لِلرَّبِّ
Artinya: “Siwak dapat menyucikan mulut dan
diridhai oleh Allah. ” (HR. Al-Bukhari secara mu’allaq, An-Nasa’i no. 5, Ibnu
Majah no. 289, Ahmad no. 23072. Dishahihkan oleh Asy-Syaikh Al-Albani dalam
Al-Jami’ Ash-Shaghir no. 6008)
Al-Imam Asy-Syaukani menyimpulkan dalam
kitabnya, Nailul Authar (1/121): “Bersiwak hukumnya sunnah mu’akkadah (sunnah
yang sangat ditekankan). ”
DIdalam kitab “al Mausu’ah al Fiqhiyah” disebutkan
bahwa para fuqaha telah bersepakat tidak mengapa seorang yang sedang berpuasa
bersiwak di awal petang. Namun mereka berselisih dalam hal bersiwak setelah
lewat tengah hari. (juz II hal 1213)
Para ulama berselisih
tentang hukum bersiwak bagi seorang yang berpuasa setelah lewat tengah hari:
1.
Para ulama Hanafi dan
Maliki berpendapat bahwa tidak mengapa bagi seorang yang berpuasa bersiwak
disepanjang siang baik sebelum maupun setelah lewat tengah hari berdasarkan
berbagai hadits tentang keutamaan siwak.
2.
Para ulama Syafi’i yang
masyhur serta Hambali adalah memkaruhkan bersiwak bagi seorang yang berpuasa
setelah lewat tengah hari baik dengan menggunakan siwak kering atau basah
berdasarlan hadits Abu Hurairah dari Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda:
Artinya: ” sungguh bau mulut orang yang sedang
berpuasa lebih harum di sisi Allah Ta’ala dari pada harumnya minyak misik.” Dan
pada umumnya bau mulut itu baru akan muncul setelah lewat tengah hari. (juz II
hal 8350)
yang rojih adalah bahwa siwak disiang hari
ramadhan tidak membatalkan puasa juga itu bukan sesuatu yang dimakruhkan dalam
islam. akan tetapi hukumnya adalah masuk didalam keumuman hadits-hadits
rasulullah shollalallahu 'alaihi wasallam tentang sunnahnya siwak. khususnya
disetiap mau shalat.
Imam Nawawi didalam
kitabnya “al Majmu juz I hal 39” mengatakan,”Sesungguhnya yang menjadi pilihan
adalah tidak makruh.”
Ibnu Daqiq al ‘Id mengomentari pendapat Syafi’i dengan
mengatakan,”Hal ini membutuhkan dalil khusus pada waktu seperti ini—setelah
lewat tengah hari—yang mengkhususkan keumuman itu—yaitu hadits bau mulut orang
berpuasa—karena itu, tidaklah makruh penggunaan siwak di bulan Ramadhan”
(Fatawa al Azhar juz IX hal 264)
Jadi, pendapat yang
kuat dari kedua pendapat diatas adalah tidak dimakruhkan bagi seorang yang
berpuasa bersiwak disepanjang siang hari ramadhan dengan syarat tidak ada
sesuatu yang tertelan kedalam perut. Wallahu A’lam
64. Hukum Orang Yang
Berbuka Sebelum Waktunya
Karena Menyangka Matahari Telah Terbenam
Pada dasarnya waktu
berbuka puasa adalah ketika matahari terbenam. apabila seorang salah atau lupa
maka allah maha mengampuni hambaNya yang salah dan lupa. termasuklah disana
orang yang salah dalam persangkaan bahwa matahari telah terbit padahal belum
kemudian ia berbuka.
Apabila ini terjadi
maka jika ia ingat hendaknya ia segera hentikan aktifitas berbukanya. jika ia
mengetahuinya setelah waktu matahari telah betul-betul terbenam maka puasanya
tetap sah. wallahu a'lam
Dan ini termasuk didalm
pembahasan orang yang berbuka karena lupa atau tidak sengaja, Rasulullah Shollallahu
'Alaihi Wasallam:
عَنْ مُحَمَّدِ
بْنِ عَمْرٍو ، عَنْ أَبِي
سَلَمَةَ ، عَنْ أَبِي
هُرَيْرَةَ ، أَنّ
النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ، قَالَ : " مَنْ أَفْطَرَ فِي رَمَضَانَ نَاسِيًا فَلَا
قَضَاءَ عَلَيْهِ ، وَلَا كَفَّارَةَ
" .
Artinya: barang siapa yang berpuka dibulan ramadhan karena
lupa maka tidak ada qodha' juga tidak ada kafarat baginya" (H.R Hakim no
2166)
dan Rasulullah Shollallahu 'Alaihi Wasallam
bersabda
إن الله تجاوز عن أمتى الخطأ والنسيان وما
استكرهوا عليه
Artinya: " Sesungguhnya Allah telah memaafkan dari
umatku ini ketidaksengajaan, kelupaan, dan apa yang dipaksakan kepada mereka.
" (Hadits Shahih, HR Ibnu Majah).
Peringatan: Patokan waktu untuk
berbuka puasa adalah matahari. buka azan magrib. jika mataharinya telah
terbenam maka sudah dianjurkan untuk segera berbuka. sekalipun belum
dikomandangkan adzan magrib. karena kadang muadzin disatu tempat terlambat
didalam mengomandangkan adzan magrib.
65. Hukum Bekam Ketika Puasa
Perbedaan pendapat ulama dalam hal ini, yaitu
ada dua pendapat:
Pertama: Batal
puasa bagi orang melakukan bekam disiang hari bulan Ramadhon. Yang berpendapat
seperti ini termasuk Al-Auza’iy, imam Ahmad dan Ishaq, serta yang lain. Mereka berhujjah dengan hadits:
حَدَّثَنَا أَيُّوبُ بْنُ مُحَمَّدٍ الرَّقِّيُّ ،
وَدَاوُدُ بْنُ رُشَيْدٍ ، قَالاَ : حَدَّثَنَا مُعَمَّرُ بْنُ سُلَيْمَانَ ،
حَدَّثَنَا عَبْدُ اللهِ بْنُ بِشْرٍ ، عَنِ الأَعْمَشِ ، عَنْ أَبِي صَالِحٍ ،
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ ، قَالَ : قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى الله عَليْهِ
وسَلَّمَ : أَفْطَرَ الْحَاجِمُ وَالْمَحْجُومُ.
Artinya: Dari Abu Hurairah Radhiyallahu 'Anhu
Ia Berkata, Rasulullah Shollallahu 'Alaihi Wasallam Bersabda: “Batal puasanya
orang yang membekam dan yang dibekam”.
Hadits ini diriwayatkan oleh:
-
Ibnu Majah dari Abu Huroiroh (no. 1679) dan
Tsauban (no. 1680),
-
An-Nasa’iy dari Tsauban (no. 3120) dan Syaddad
bin Aus (no. 3126),
-
Abu Dawud dari Syaddad bin Aus (no. 2369) dan
Tsauban (no. 2367),
-
At-Tirmidiy (no. 774) dari Rofi’ bin Khodij,
dan beliau (At-Tirmidziy) berkata: “Pada bab ini diriwayatkan dari ‘Ali, Sa’d,
Syaddad bin Aus, Tsauban, Usamah bin Zaid, Aisyah, Ma’qil bin Sinan dan
dikatakan pula Ibnu Yasar, Abu Huroiroh, Ibnu ‘Abbas, Abu Musa dan Bilal, dan
hadits Rofi’ bin Khodij adalah hadits hasan shohih.
-
Imam
Ahmad dari Abu Huroiroh (no. 8768), Tsauban (no. 22371), Aisyah (no. 26217),
Rofi’ bin Khodij (no. 15828), Ma’qil bin Sinan Al-Asja’iy (15901), Bilal (no.
23888), dan Syaddad bin Aus (no. 17119).
Kedua: Abu
Hanifah An-nu'many dan ibnu batthol serta yang lainya berkata: Tidak Batal
Puasa bagi orang yang bekam disiang hari Ramadhan. Mereka berhujjah dengan
hadits Rasulullah Shollallahu 'Alaihi Wasallam:
أَخْبَرَنَا
إِبْرَاهِيمُ بْنُ سَعِيدٍ ، قَالَ : حَدَّثَنَا إِسْحَاقُ بْنُ يُوسُفَ ، عَنْ
سُفْيَانَ ، عَنْ خَالِدٍ ، عَنْ أَبِي الْمُتَوَكِّلِ ، عَنْ أَبِي سَعِيدٍ
الْخُدْرِيِّ ، أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ رَخَّصَ فِي
الْحِجَامَةِ لِلصَّائِمِ.
Artinya: dari abu sa'id al-khudri radhiyallahu
'anhu sesungguhnya Rasulullah Shollallahu 'Alaihi Wasallam memberikan
keringanan kepada orang yang puasa untuk bekam. (H.R An-nasa'I didalam sunan
qubronya no 3228, Ibnu huzaimah dalam kita shohihnya no 1971)
Rasulullah
Shollallahu 'Alaihi Wasallam bersabda:
حَدَّثَنَا عَلِيُّ بْنُ مُحَمَّدٍ ، حَدَّثَنَا
مُحَمَّدُ بْنُ فُضَيْلٍ ، عَنْ يَزِيدَ بْنِ أَبِي زِيَادٍ ، عَنْ مِقْسَمٍ ،
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ ، قَالَ : احْتَجَمَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى الله عَليْهِ
وسَلَّمَ وَهُوَ صَائِمٌ مُحْرِمٌ.
Artinya: Dari Ibnu Abbas radhiyallahu 'anhu
Rasulullah Shollallahu 'Alaihi Wasallam pernah bekam ketika berpuasa dalam
keadaan ihram . (H.R Ibnu majah dalam sunannya no 1682)
Rasulullah
Shollallahu 'Alaihi Wasallam bersabda:
حَدَّثَنَا مُعَلَّى بْنُ أَسَدٍ حَدَّثَنَا وُهَيْبٌ
عَنْ أَيُّوبَ عَنْ عِكْرِمَةَ عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا
أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ احْتَجَمَ وَهُوَ مُحْرِمٌ
وَاحْتَجَمَ وَهُوَ صَائِمٌ
Artinya: Dari Ibnu Abbas radhiyallahu 'anhu,
sesungguhnya Rasulullah Shollallahu
'Alaihi Wasallam pernah melakukan bekam ketika dalam keadaann ihram dan pernah
berbekam ketika dalam keaadaan puasa . (H.R Bukhari no 1939, 2278, 1835)
Dan inilah pendapat yang rojih yaitu Tidak
Batal Puasa bagi orang yang bekam disiang hari Ramadhan. adapun hadits
Rasulullah Shollallahu 'Alaihi Wasallam yang berbunyi :
أَفْطَرَ الْحَاجِمُ وَالْمَحْجُومُ.
Artinya: Dari Abu Hurairah Radhiyallahu 'Anhu
Ia Berkata, Rasulullah Shollallahu 'Alaihi Wasallam Bersabda: “Batal puasanya
orang yang membekam dan yang dibekam”.
Hadits tersebut adalah shohih, akan tetapi
hukumnya dinasakh oleh hadits yang ibnu Abbas yang diriwayatkan oleh bukhari
diatas.
Ibnu ‘Abbas Rodhiyallohu ‘anhuma tidaklah
menemani Nabi Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam ketika ihrom melainkan ketika di
haji Wada’. Sedangkan hadits
أَفْطَرَ الْحَاجِمُ وَالْمَحْجُومُ
Artinya: “Batal
puasanya orang yang membekam dan yang dibekam”, maka dia terjadi pada Fathul
Makkah (hari pembebasan Makkah).
Dan yang menguatkan tentang itu adalah apa yang
dikatakan oleh Ibnul Bathol Rohimahulloh, beliau berkata di dalam “Syarhu
Shohihil Bukhoriy” (4/81):
“والفتح كان فى سنة ثمان، وحجة الوداع سنة عشر، فخبر ابن عباس متأخر ينسخ المتقدم”.
Artinya: “Dan Fathul Makkah terjadi pada tahun
ke 8 (delapan), dan haji Wadda’ pada tahun ke 10 (sepuluh), dan khobar Ibnu
‘Abbas adalah terakhir dan menghapus yang terdahulu”.
Ibnul Bathol
Rohimahulloh berkata di dalam “Syarhu Shohihil Bukhoriy” (4/81):
“وأما الحجامة للصائم: فجمهور الصحابة والتابعين والفقهاء
على أنه لا تفطره”.
Artinya: “Adapun
berbekam bagi orang yang berpuasa maka (telah berpendapat) jumhur (kebanyakan)
para shohabat, tabi’in (murid-murid para shohabat) dan para ahli fiqih
bahwasanya dia tidak membatalkan puasa”.
Abu Hanifah dan para pengikutnya berkata:
“إِنِ احْتَجَمَ الصَّائِمُ لَمْ يَضُرُّهُ شَيْءٌ”.
Artinya: “Jika orang yang berpuasa berbekam
maka tidak memudhorotkan (puasa)nya sedikitpun”. (Al-Istidzkar: 3/326).
Oleh karena itu kita kuatkan kembali bahwa
boleh bagi seorang yang berpuasa untuk berbekam dan itu tidak membatalkan
puasanya.
Akan
tetapi, jika memberikan mudhorat pada tubuh seperti menjadikan lemas dan lemah
dalam puasa maka bekam pada saat itu tidak boleh dilakukan, karena sebab
larangan hadits pertama adalah dikarenakan menjadikan seorang lemah dan lemas
dalam puasa. Wallahu A'lam
Tidak ada komentar:
Posting Komentar